Pajak Kripto Bikin Pusing Begini Aturan Main dan Cara Hitungnya


Senin, 29 September 2025 - 09.10 WIB
Pajak Kripto Bikin Pusing Begini Aturan Main dan Cara Hitungnya
Aturan dan Cara Hitung Pajak Kripto (Foto oleh Ofspace LLC di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Lagi asyik-asyiknya lihat portofolio kripto kamu hijau royo-royo, tiba-tiba ada satu pikiran yang mengganggu, Duh, pajaknya gimana ya? Tenang, kamu tidak sendirian. Banyak sekali investor dan trader aset kripto di Indonesia yang masih garuk-garuk kepala soal aturan pajak kripto, terutama sejak pemerintah meresmikan peraturannya. Memahami seluk-beluk pajak ini memang kelihatannya rumit, tapi sebenarnya ini adalah langkah penting untuk jadi investor yang bertanggung jawab. Anggap saja ini bagian dari strategi investasi jangka panjangmu, agar cuan yang didapat bisa dinikmati dengan tenang tanpa was-was dikejar tagihan pajak di kemudian hari. Yuk, kita bedah bersama semua hal tentang pajak kripto di Indonesia, mulai dari aturan mainnya sampai cara lapornya.

Mengenal PMK-68/2022 Landasan Aturan Pajak Kripto Indonesia

Sebelum kita masuk ke hitung-hitungan, penting banget untuk kenal dengan bintang utama di balik semua ini, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022, atau yang lebih dikenal sebagai PMK-68/2022.

Peraturan inilah yang menjadi kitab suci bagi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto. Kenapa peraturan ini muncul? Sederhana, pemerintah melihat potensi besar dari pertumbuhan transaksi aset kripto di Indonesia. Data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menunjukkan lonjakan jumlah investor dan volume transaksi yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Tentu saja, ini adalah sumber pendapatan negara yang potensial.

Dasar hukumnya adalah karena di Indonesia, aset kripto dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan, bukan sebagai mata uang. Status sebagai komoditas inilah yang membuatnya menjadi objek PPN.

Di sisi lain, setiap keuntungan atau penghasilan dari penjualan aset tersebut dianggap sebagai objek PPh. Jadi, PMK-68/2022 hadir untuk memberikan kepastian hukum, baik bagi negara dalam memungut pajak maupun bagi kita sebagai investor dalam memenuhi kewajiban. Aturan pajak kripto ini secara resmi mulai berlaku sejak 1 Mei 2022, menandai era baru dalam ekosistem kripto di tanah air.

Dua Sisi Koin Pajak Kripto PPh dan PPN

Dalam PMK-68/2022, ada dua jenis pajak utama yang dikenakan pada setiap transaksi aset kripto yang kamu lakukan. Keduanya memiliki tarif dan dasar pengenaan yang berbeda.

Sangat penting untuk memahami perbedaan keduanya agar kamu tidak kaget saat melihat rincian transaksimu di bursa.

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Final

Pajak Penghasilan atau PPh yang dikenakan pada transaksi kripto adalah PPh Pasal 22 yang bersifat final.

Apa artinya final? Artinya, pajak yang sudah dipotong ini dianggap lunas dan tidak perlu diperhitungkan lagi dengan penghasilan lain saat menghitung PPh terutang di akhir tahun. Meski begitu, kamu tetap wajib melaporkannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Pajak ini dikenakan atas penghasilan yang kamu terima dari penjualan aset kripto.

Tarif PPh kripto ini dibedakan berdasarkan tempat kamu bertransaksi:


  • 0,1% dari nilai transaksi penjualan, jika kamu bertransaksi melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) atau bursa kripto yang terdaftar resmi di Bappebti.

  • 0,2% dari nilai transaksi penjualan, jika kamu bertransaksi melalui platform yang tidak terdaftar di Bappebti.


Tarif yang lebih rendah untuk bursa terdaftar adalah insentif dari pemerintah agar para investor menggunakan platform yang legal dan diawasi.

Contoh Simulasi:
Kamu menjual 1 keping Bitcoin (BTC) seharga Rp 1.000.000.000 di sebuah bursa yang sudah terdaftar di Bappebti.

Maka, perhitungan PPh kripto yang akan dipotong adalah:
0,1% x Rp 1.000.000.000 = Rp 1.000.000
Uang sebesar Rp 1.000.000 inilah yang akan dipotong langsung oleh bursa sebagai PPh Pasal 22 Final.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Berbeda dengan PPh yang dikenakan atas penghasilan, PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang atau jasa kena pajak. Karena kripto dianggap komoditas, maka transaksinya dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

Tarif PPN kripto ini juga dibedakan berdasarkan status bursa tempat kamu bertransaksi.

Tarif PPN yang dikenakan adalah:


  • 0,11% dari nilai transaksi, jika kamu bertransaksi di bursa yang terdaftar di Bappebti.

  • 0,22% dari nilai transaksi, jika kamu bertransaksi di platform yang tidak terdaftar di Bappebti.


Perlu dicatat, PPN kripto ini dikenakan pada setiap transaksi, baik saat kamu membeli maupun menjual aset kripto. Ini yang seringkali membuat bingung. PPN dipungut atas nilai transaksinya, bukan hanya keuntungannya.

Contoh Simulasi:
Kamu membeli Ethereum (ETH) senilai Rp 50.000.000 di bursa terdaftar.

Maka, perhitungan PPN yang harus kamu bayar adalah:
0,11% x Rp 50.000.000 = Rp 55.000
Jadi, total uang yang perlu kamu siapkan adalah Rp 50.000.000 + Rp 55.000 = Rp 50.055.000.

Siapa yang Memungut Pajak Kripto?

Kabar baiknya, kamu tidak perlu repot-repot menghitung dan menyetor sendiri pajak-pajak ini setiap kali bertransaksi. Aturan pajak kripto dalam PMK-68/2022 menunjuk PPMSE atau bursa kripto sebagai pihak pemungut, pemotong, dan penyetor pajak.

Mereka yang akan secara otomatis memotong PPh dari hasil penjualanmu dan memungut PPN dari setiap transaksimu.

Tugas bursa adalah mengumpulkan semua pajak tersebut dari para penggunanya dan menyetorkannya ke kas negara. Di akhir tahun, mereka juga berkewajiban memberikan bukti pemotongan atau pemungutan pajak kepada para penggunanya.

Bukti inilah yang nantinya kamu gunakan saat akan lapor pajak kripto di SPT Tahunan.

Namun, cerita akan berbeda jika kamu bertransaksi di luar bursa yang terdaftar, misalnya melalui platform Decentralized Finance (DeFi), transaksi Peer-to-Peer (P2P) langsung, atau bursa internasional yang tidak memiliki izin di Indonesia.

Dalam kasus ini, tidak ada pihak yang ditunjuk sebagai pemungut. Artinya, tanggung jawab untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajak jatuh sepenuhnya di pundakmu sebagai Wajib Pajak. Ini jelas lebih rumit dan memerlukan kedisiplinan serta pemahaman yang mendalam tentang aturan pajak kripto.

Era Saat Ini vs Potensi Perubahan Pajak Kripto di Masa Depan

Skema pajak kripto saat ini, yang diatur oleh PMK-68/2022, sering mendapat sorotan dari para pelaku industri.

Pengenaan PPh final atas nilai transaksi (bukan atas keuntungan) dan PPN dianggap oleh sebagian kalangan cukup memberatkan, terutama bagi para trader harian dengan volume transaksi tinggi. Mereka bisa saja membayar pajak meskipun secara keseluruhan portofolionya merugi. Hal ini memicu diskusi tentang kemungkinan perubahan aturan pajak kripto di masa depan.

Salah satu wacana yang paling kuat adalah mengubah skema pajak kripto menjadi skema pajak atas keuntungan modal (capital gains tax), mirip seperti yang berlaku untuk saham.

Dalam skema ini, pajak hanya akan dikenakan pada selisih positif antara harga jual dan harga beli. Jika kamu rugi, maka tidak ada pajak yang perlu dibayar. Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) dan Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO) adalah beberapa pihak yang aktif menyuarakan aspirasi ini. Seperti yang pernah disampaikan oleh Asih Karnengsih dari ABI, industri berharap agar pengenaan pajak didasarkan pada keuntungan modal, yang dinilai lebih adil dan dapat mendorong pertumbuhan industri.

Jika skema ini diadopsi, tentu akan ada beberapa perubahan signifikan:


  • Keadilan Pajak: Trader hanya akan membayar pajak jika benar-benar mendapatkan keuntungan. Ini dianggap lebih mencerminkan prinsip keadilan dalam perpajakan.

  • Kompleksitas Pelaporan: Di sisi lain, pelaporan bisa menjadi lebih rumit. Kamu sebagai investor harus rajin mencatat harga beli (cost basis) dari setiap aset kripto yang kamu miliki untuk bisa menghitung keuntungan atau kerugian secara akurat saat menjualnya.

  • Potensi Penghapusan PPN: Jika kripto diklasifikasikan ulang sebagai aset keuangan atau sekuritas, bukan lagi komoditas, maka pengenaan PPN bisa jadi akan dihapus. Ini akan sangat meringankan beban transaksi.


Namun, hingga saat ini, wacana tersebut masih dalam tahap diskusi. Pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Pajak, tentu memiliki pertimbangan sendiri, termasuk potensi penerimaan negara dan kemudahan administrasi. Sebagai investor, penting bagi kita untuk terus mengikuti perkembangan diskusi ini karena bisa sangat memengaruhi strategi investasi kita ke depan.

Wajib Lapor Pajak Kripto di SPT Tahunan, Ini Panduannya!

Banyak yang mengira karena pajaknya sudah dipotong otomatis oleh bursa, maka urusan selesai. Anggapan ini keliru besar.

Meskipun bersifat final, semua penghasilan dari penjualan aset kripto wajib hukumnya untuk kamu laporkan dalam SPT Tahunan Pribadi. Mengapa? Karena ini adalah bentuk kepatuhan sebagai warga negara dan agar seluruh aset serta penghasilanmu tercatat dengan baik oleh otoritas pajak.

Lalu, bagaimana cara hitung pajak kripto untuk pelaporan dan bagaimana prosesnya? Sebenarnya tidak serumit yang dibayangkan. Berikut langkah-langkah sederhananya:


  1. Kumpulkan Bukti Potong: Langkah pertama adalah mengunduh atau meminta rekapitulasi transaksi dan bukti pemotongan pajak dari bursa tempat kamu bertransaksi. Biasanya, platform akan menyediakannya dalam bentuk laporan tahunan.

  2. Login ke DJP Online: Buka situs DJP Online dan login menggunakan akunmu. Pilih opsi e-Filing atau e-Form untuk memulai pengisian SPT.

  3. Cari Lampiran PPh Final: Dalam formulir SPT (misalnya 1770 S atau 1770), cari bagian lampiran yang berjudul Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final.

  4. Tambahkan Data Baru: Klik tombol Tambah. Kamu akan melihat berbagai jenis sumber penghasilan. Cari dan pilih opsi yang paling sesuai, biasanya Penjualan Aset Kripto atau jika tidak ada, bisa dimasukkan ke dalam kategori Hadiah, Undian, dan Penghargaan dengan memberikan keterangan.

  5. Isi Detailnya:

    • Sumber/Jenis Penghasilan: Tulis Penghasilan dari Penjualan Aset Kripto.

    • DPP/Penghasilan Bruto: Masukkan total nilai penjualan (omzet) aset kriptomu selama satu tahun pajak. Misalnya, jika kamu melakukan 10 kali penjualan dengan total nilai Rp 200.000.000, maka angka inilah yang kamu masukkan.

    • PPh Terutang: Masukkan total PPh kripto yang sudah dipotong oleh bursa sepanjang tahun. Angka ini harusnya 0,1% dari total penjualan brutomu.


  6. Laporkan Juga Asetnya: Selain melaporkan penghasilannya, jangan lupa melaporkan kepemilikan aset kripto di akhir tahun pada bagian Daftar Harta dan Kewajiban. Masukkan nilai aset kriptomu per 31 Desember dengan kode harta yang sesuai, misalnya Kas dan Setara Kas Lainnya atau Investasi Lainnya, dan berikan keterangan Aset Kripto.

Melakukan lapor pajak kripto dengan benar menunjukkan integritasmu sebagai investor. Ingat, sanksi atas ketidakpatuhan pajak bisa berupa denda hingga sanksi yang lebih berat.

Tips Cerdas Mengelola Pajak Investasi Kripto

Menjadi investor kripto yang cerdas bukan hanya soal jago analisis teknikal atau fundamental, tapi juga cerdas dalam mengelola aspek pajaknya. Berikut beberapa tips praktis yang bisa kamu terapkan:


  • Selalu Gunakan Bursa Terdaftar: Ini adalah tips paling dasar. Dengan bertransaksi di bursa yang terdaftar di Bappebti, kamu mendapatkan tarif pajak yang lebih rendah (setengahnya dari bursa tidak terdaftar) dan kemudahan karena pemotongan dilakukan secara otomatis.

  • Simpan Catatan Transaksi Pribadi: Jangan hanya bergantung pada laporan dari bursa. Miliki catatan transaksimu sendiri di spreadsheet. Catat tanggal, jenis koin, jumlah, harga beli, harga jual, dan pajak yang dipotong. Ini akan sangat membantumu saat melakukan verifikasi laporan dari bursa dan saat mengisi SPT.

  • Pahami Dampak Pajak pada Strategi Trading: Dengan adanya pajak per transaksi (PPh dan PPN), strategi trading frekuensi tinggi (scalping) mungkin menjadi kurang efektif karena setiap transaksi jual akan dikenai pajak 0,1% dan setiap transaksi beli/jual dikenai PPN 0,11%. Pertimbangkan ini saat menyusun strategi investasimu.

  • Tetap Update dengan Regulasi: Dunia kripto dan regulasinya sangat dinamis. Apa yang berlaku hari ini mungkin bisa berubah tahun depan. Ikuti terus berita dari sumber terpercaya seperti situs resmi Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, atau media finansial yang kredibel.

Penting untuk diingat, informasi dalam artikel ini bertujuan sebagai edukasi umum dan bukan merupakan nasihat perpajakan.

Setiap individu memiliki situasi finansial yang unik, sehingga sangat dianjurkan untuk berkonsultasi langsung dengan konsultan pajak profesional untuk mendapatkan panduan yang paling tepat dan sesuai dengan kondisimu.

Memahami dan mematuhi aturan pajak kripto mungkin terasa seperti beban di awal, tapi ini adalah fondasi penting untuk membangun portofolio investasi yang sehat dan berkelanjutan.

Dengan membayar pajak, kamu tidak hanya mengamankan posisimu sebagai investor yang patuh hukum, tetapi juga ikut berkontribusi pada pembangunan negara. Jadi, anggaplah pajak sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan investasimu, sebuah biaya kecil untuk ketenangan pikiran dan profit yang berkah di masa depan.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0