Sate Rembiga Lombok Ternyata Bukan Sekadar Makanan Pedas Biasa


Sabtu, 27 September 2025 - 22.30 WIB
Sate Rembiga Lombok Ternyata Bukan Sekadar Makanan Pedas Biasa
Kelezatan Sate Rembiga Lombok (Foto oleh Saeid Tabardar di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Lupakan sejenak citra sate ayam atau kambing yang selama ini akrab di lidahmu. Di sudut Pulau Lombok yang eksotis, tersembunyi sebuah legenda kuliner yang lahir dari kepulan asap arang dan racikan bumbu rahasia. Inilah Sate Rembiga, sebuah mahakarya gastronomi yang bukan sekadar hidangan, melainkan sebuah penanda budaya, sejarah, dan kehangatan komunal masyarakat Sasak. Rasanya yang pedas menggigit, berpadu dengan manis dan gurih yang kompleks, menjadikannya salah satu ikon kuliner Lombok yang wajib diburu oleh para petualang rasa. Namun, di balik setiap tusuknya, tersimpan cerita yang jauh lebih dalam, menghubungkannya dengan sebuah festival unik yang sarat makna, yaitu tradisi Perang Topat.

Perjalanan kita untuk memahami keistimewaan Sate Rembiga harus dimulai dari esensinya.

Berbeda dari sate pada umumnya yang mengandalkan saus kacang atau kecap, kekuatan sate ini terletak pada bumbunya yang meresap sempurna hingga ke serat daging terdalam. Daging yang digunakan adalah daging sapi lokal pilihan, yang dipotong kecil-kecil lalu dimarinasi dalam waktu yang tidak sebentar. Proses inilah yang menjadi kunci utama kelezatannya. Bumbu marinasinya merupakan perpaduan harmonis dari cabai merah keriting, bawang merah, bawang putih, terasi Lombok yang khas, kemiri, gula merah, dan sedikit asam jawa untuk memberikan sentuhan segar yang menyeimbangkan.

Saat dibakar di atas bara api dari arang batok kelapa, gula merah dalam bumbu tersebut akan terkaramelisasi, menciptakan lapisan luar yang sedikit renyah dengan aroma asap yang khas.

Hasilnya adalah daging yang empuk, juicy, dan penuh dengan ledakan rasa. Gigitan pertama akan menyambutmu dengan rasa manis gurih, yang kemudian disusul oleh hentakan pedas yang nikmat dan membangun secara perlahan, meninggalkan sensasi hangat yang menyenangkan. Inilah yang membuat Sate Rembiga menjadi sebuah pengalaman wisata kuliner Lombok yang tak terlupakan.

Menelusuri Jejak Asal-Usul Sang Legenda dari Desa Rembiga

Setiap hidangan legendaris memiliki cerita asalnya sendiri, begitu pula dengan Sate Rembiga.

Namanya diambil dari tempat kelahirannya, yaitu Desa Rembiga, sebuah kelurahan yang kini menjadi bagian dari Kecamatan Selaparang, Kota Mataram. Popularitas hidangan ini tidak bisa dilepaskan dari peran seorang tokoh kuliner lokal yang visioner. Meskipun ada beberapa versi cerita, banyak sumber lokal menunjuk pada sosok almarhumah Hj. Sinnaseh sebagai salah satu pelopor yang mempopulerkan makanan khas Lombok ini sejak dekade 1980-an.

Berawal dari sebuah warung sederhana di depan rumahnya, Hj. Sinnaseh meracik resep warisan keluarga yang kemudian menjadi cikal bakal dari Sate Rembiga yang kita kenal sekarang.

Keahliannya dalam menyeimbangkan rasa pedas, manis, dan gurih membuat sate buatannya cepat terkenal dari mulut ke mulut. Orang-orang rela datang dari berbagai penjuru Lombok hanya untuk mencicipi kelezatan sate yang unik ini. Keberhasilannya menjadi bukti bahwa sebuah kuliner Lombok bisa menjadi besar justru karena otentisitas dan konsistensi rasa yang dijaga selama puluhan tahun. Warung Sate Rembiga Utama Ibu Sinnaseh yang masih berdiri kokoh hingga hari ini adalah monumen hidup dari perjalanan kuliner tersebut.

Kini, Sate Rembiga telah menjadi identitas kuliner Mataram. Puluhan warung dan restoran yang menyajikan hidangan ini tersebar di seluruh pulau, masing-masing dengan sedikit sentuhan khasnya sendiri.

Namun, semuanya tetap berpegang pada filosofi dasar yang sama, yaitu bumbu yang meresap sempurna dan rasa pedas yang menjadi ciri khasnya. Pertumbuhannya menjadi ikon wisata kuliner Lombok juga turut mendorong perekonomian lokal, memberikan lapangan pekerjaan bagi banyak orang, mulai dari peternak sapi, petani cabai, hingga para pedagang di warung-warung sate.

Ikatan Sakral Sate Rembiga dan Festival Perang Topat

Keistimewaan Sate Rembiga tidak berhenti di piring saja. Hidangan ini memiliki kaitan budaya yang kuat dengan salah satu festival paling unik di Lombok, yaitu Perang Topat.

Tradisi ini diselenggarakan setiap tahun di Pura Lingsar, sekitar bulan purnama ketujuh dalam kalender Sasak (biasanya jatuh sekitar November atau Desember). Perang Topat bukanlah perang dalam arti sesungguhnya, melainkan sebuah ritual lempar ketupat yang simbolis antara komunitas Muslim Sasak dan Hindu Bali di Lombok.

Menurut catatan dari Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya Kemdikbudristek, Pura Lingsar adalah sebuah komplek pura yang unik, terdiri dari Pura Gaduh yang digunakan oleh umat Hindu dan bangunan Kemaliq yang disakralkan oleh umat Islam Wetu Telu. Tradisi Perang Topat menjadi puncak dari serangkaian upacara Pujawali dan menjadi simbol rasa syukur atas hasil panen yang melimpah serta wujud kerukunan antarumat beragama yang telah terjalin selama berabad-abad. Ini adalah perayaan toleransi yang hidup.

Lalu, di mana peran Sate Rembiga dalam semua ini? Setelah ritual lempar ketupat selesai, suasana yang tadinya riuh berubah menjadi penuh kebersamaan.

Masyarakat dari kedua komunitas akan berkumpul, berbagi makanan, dan merayakan hari itu bersama. Di sinilah Sate Rembiga sering kali hadir sebagai salah satu hidangan utama yang disantap bersama. Aroma bakaran sate yang khas seolah menjadi penanda dimulainya perayaan komunal. Menyantap makanan khas Lombok ini setelah mengikuti prosesi Perang Topat memberikan dimensi rasa yang berbeda. Ini bukan lagi sekadar makan, tetapi menjadi bagian dari perayaan persaudaraan. Kehadirannya dalam festival ini mengukuhkan posisinya sebagai kuliner Lombok yang mengakar kuat dalam tradisi dan kehidupan sosial masyarakat.

Makna di Balik Tusukan Daging dan Lemparan Ketupat

Kolaborasi antara Sate Rembiga dan ketupat dalam festival Perang Topat sangat simbolis. Ketupat, atau topat dalam bahasa Sasak, melambangkan rasa syukur dan kesucian.

Ketika dilemparkan, ia menjadi sarana untuk membersihkan diri dan memohon berkah. Setelah perang usai, ketupat yang tersisa akan diperebutkan oleh para petani untuk disebarkan di sawah mereka, dengan keyakinan akan membawa kesuburan.

Menikmati sate dengan lontong atau ketupat adalah hal yang biasa. Namun, dalam konteks ini, kombinasi Sate Rembiga yang pedas dan berapi-api dengan ketupat sisa ritual yang suci menciptakan sebuah metafora kuliner yang indah.

Ini adalah representasi dari kehidupan itu sendiri, perpaduan antara semangat duniawi (diwakili oleh sate) dan harapan spiritual (diwakili oleh ketupat). Momen inilah yang membuat pengalaman wisata kuliner Lombok menjadi jauh lebih kaya dan bermakna.

Panduan Utama Berburu Sate Rembiga Paling Otentik di Lombok

Jika kamu berencana melakukan perjalanan wisata kuliner Lombok, mencicipi Sate Rembiga langsung di tanah kelahirannya adalah sebuah keharusan.

Namun, dengan banyaknya pilihan, di mana kamu bisa menemukan yang paling otentik? Berikut adalah beberapa rekomendasi yang wajib masuk dalam itinerary kamu.

1. Warung Sate Rembiga Utama Ibu Sinnaseh

Ini adalah titik nol, tempat di mana legenda dimulai. Berlokasi di Jalan Dr. Wahidin, Rembiga, warung ini selalu ramai oleh pengunjung, baik warga lokal maupun wisatawan. Jangan harapkan tempat yang mewah. Kesederhanaan adalah kuncinya di sini.

Kamu akan disambut oleh kepulan asap dari panggangan yang tak pernah berhenti bekerja. Pengalaman makan di sini sangat otentik. Rasa sate di sini dianggap sebagai standar emas dari Sate Rembiga, dengan keseimbangan pedas dan manis yang sempurna. Pastikan untuk datang lebih awal, terutama saat jam makan siang atau makan malam, karena antreannya bisa sangat panjang.


  • Yang Harus Dicoba: Tentu saja Sate Rembiga, pesanlah bersama lontong, Plecing Kangkung, dan Beberuk Terong untuk pengalaman lengkap.

  • Estimasi Biaya: Sekitar Rp 30.000 - Rp 50.000 per orang.

  • Tips: Suasananya sangat ramai dan sederhana. Fokuslah pada makanannya, bukan pada tempatnya.

2. Sate Rembiga Ibu Hj. Nafisah

Terletak tidak jauh dari pusat kota Mataram, warung ini menjadi alternatif populer bagi mereka yang mencari cita rasa Sate Rembiga yang tak kalah lezat.

Beberapa penikmat kuliner berpendapat bahwa sate di sini memiliki tingkat kepedasan yang sedikit lebih tinggi, cocok bagi para pencari tantangan. Tempatnya juga cenderung sedikit lebih luas dibandingkan warung Ibu Sinnaseh, memberikan kenyamanan lebih saat bersantap.


  • Yang Harus Dicoba: Selain satenya, coba juga sup balungan (tulang sapi) yang gurih dan kaya rempah.

  • Estimasi Biaya: Mirip dengan warung utama, sekitar Rp 30.000 - Rp 55.000 per orang.

  • Tips: Jika kamu suka pedas, tempat ini adalah pilihan yang tepat untuk merasakan sensasi otentik kuliner Lombok.

3. Warung Sate Goyang Lidah

Tempat ini menawarkan pengalaman menikmati Sate Rembiga dengan suasana yang sedikit lebih modern dan nyaman untuk keluarga atau rombongan besar.

Meskipun namanya tidak se-legendaris dua tempat sebelumnya, kualitas rasa sate yang disajikan tetap terjaga dengan baik. Ini adalah opsi bagus jika kamu mencari tempat yang tidak terlalu ramai namun tetap menyajikan makanan khas Lombok yang otentik.


  • Yang Harus Dicoba: Kombinasikan sate dengan es kelapa muda untuk meredakan rasa pedasnya.

  • Estimasi Biaya: Sedikit lebih tinggi, mungkin sekitar Rp 40.000 - Rp 60.000 per orang.

  • Tips: Tempat yang cocok untuk makan malam santai setelah seharian menjelajahi Lombok.

Membawa Pulang Rasa Lombok: Resep Sederhana Sate Rembiga

Tidak sempat ke Lombok? Jangan khawatir. Kamu bisa mencoba membawa semangat Sate Rembiga ke dapurmu sendiri. Berikut adalah resep yang disederhanakan namun tetap mempertahankan cita rasa intinya. Kunci utamanya adalah kesabaran dalam proses marinasi.

Bahan-bahan:



  • 500 gram daging sapi has dalam, potong dadu kecil melawan serat.

  • 30 buah tusuk sate, rendam dalam air agar tidak mudah gosong.

Bumbu Halus:



  • 10 buah cabai merah keriting (tambah atau kurangi sesuai selera pedas).

  • 5 buah cabai rawit merah.

  • 8 siung bawang merah.

  • 4 siung bawang putih.

  • 1 sendok teh terasi bakar khas Lombok.

  • 3 butir kemiri, sangrai.

  • 3 sendok makan gula merah, sisir halus.

  • 1 sendok makan air asam jawa.

  • 1 sendok teh garam.

  • Minyak goreng secukupnya untuk menumis.

Langkah-langkah Pembuatan:



  1. Haluskan Bumbu: Blender atau ulek semua bahan bumbu halus hingga benar-benar lembut.

  2. Tumis Bumbu: Panaskan sedikit minyak di wajan. Tumis bumbu halus hingga harum dan matang, ditandai dengan perubahan warna menjadi lebih gelap dan minyaknya terpisah dari bumbu. Angkat dan biarkan dingin.

  3. Proses Marinasi: Campurkan daging sapi yang sudah dipotong dengan bumbu yang sudah ditumis. Aduk rata, pastikan semua permukaan daging terlapisi bumbu. Pijat-pijat daging agar bumbu lebih meresap. Simpan dalam wadah tertutup di dalam kulkas selama minimal 4 jam, atau lebih baik lagi semalaman. Proses ini sangat penting untuk mendapatkan daging yang empuk dan kaya rasa.

  4. Tusuk Sate: Setelah dimarinasi, keluarkan daging dari kulkas. Tusuk 3-4 potong daging pada setiap tusuk sate. Lakukan hingga semua daging habis.

  5. Proses Pembakaran: Siapkan panggangan arang untuk hasil terbaik. Bakar Sate Rembiga di atas bara api sambil sesekali diolesi sisa bumbu marinasi. Bolak-balik sate hingga matang merata dan sedikit gosong di beberapa bagian untuk aroma smokey yang khas.

  6. Sajikan: Sate Rembiga siap disajikan selagi hangat bersama lontong dan perasan jeruk limau.

Tips Praktis untuk Petualangan Kuliner Sate Rembiga Anda

Untuk memastikan pengalaman wisata kuliner Lombok kamu berjalan mulus, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.


  • Transportasi: Cara terbaik menjelajahi Mataram dan sekitarnya adalah dengan menyewa sepeda motor. Harganya terjangkau, sekitar Rp 60.000 - Rp 100.000 per hari. Aplikasi ojek online juga tersedia dan sangat praktis untuk perjalanan jarak pendek.

  • Waktu Terbaik untuk Berkunjung: Jika ingin merasakan pengalaman budaya penuh, datanglah saat festival Perang Topat berlangsung sekitar akhir tahun. Namun, Sate Rembiga bisa dinikmati kapan saja sepanjang tahun.

  • Siapkan Uang Tunai: Meskipun banyak tempat sudah menerima pembayaran digital, warung-warung sate yang lebih otentik dan legendaris sering kali hanya menerima uang tunai.

  • Tingkat Kepedasan: Jika tidak terlalu kuat pedas, kamu bisa meminta penjual untuk tidak menambahkan sambal tambahan. Namun, rasa pedas dari bumbu marinasinya sudah menjadi karakter utama Sate Rembiga.

Perlu diingat bahwa harga seporsi Sate Rembiga atau biaya sewa transportasi dapat berubah sewaktu-waktu. Selalu bijaksana untuk melakukan pengecekan cepat mengenai informasi terbaru sebelum kamu berangkat untuk memastikan perjalananmu lancar.

Pada akhirnya, Sate Rembiga adalah bukti nyata bahwa makanan bisa menjadi sebuah jembatan.

Jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, antara cita rasa dengan cerita, serta antara ritual sakral seperti Perang Topat dengan kenikmatan sederhana di meja makan. Ini bukan hanya tentang mengisi perut, tetapi tentang menyerap sepotong jiwa dan budaya Lombok dalam setiap gigitannya. Jadi, saat kamu berada di Pulau Seribu Masjid, jangan lewatkan kesempatan untuk menjadi bagian dari legenda ini. Cicipilah Sate Rembiga, dan biarkan rasanya yang pedas dan menggugah selera menceritakan kisah otentiknya kepadamu.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0