VMware Ditinggalkan? 35% Beban Kerja Pindah ke Lain Hati, Ini Alasannya!

VOXBLICK.COM - Dunia teknologi sedang bergejolak, terutama di ranah virtualisasi. Kabar terbaru menyebutkan bahwa sekitar 35 persen dari beban kerja VMware diperkirakan akan berpindah ke platform lain pada tahun 2028. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan sinyal kuat adanya pergeseran signifikan dalam strategi infrastruktur TI banyak perusahaan. Pergeseran ini dipicu oleh serangkaian perubahan besar pasca-akuisisi Broadcom terhadap bisnis virtualisasi tersebut. Fenomena ini tidak hanya memengaruhi pengguna langsung VMware, tetapi juga ekosistem yang lebih luas, termasuk para penyedia layanan cloud raksasa atau hyperscaler. Kita akan membahas lebih dalam apa yang sebenarnya terjadi, mengapa eksodus ini diprediksi, dan apa dampaknya bagi masa depan infrastruktur digital, serta bagaimana ini membentuk ulang lanskap transformasi digital global.
Akuisisi Broadcom dan Perubahan Model Bisnis yang Mengguncang Pasar
Akuisisi Broadcom atas VMware pada November 2023 menjadi titik balik krusial yang mengubah dinamika pasar virtualisasi secara fundamental.
Sejak saat itu, Broadcom melakukan serangkaian perubahan radikal pada model bisnis VMware yang, menurut banyak pihak, justru membuat banyak pelanggan merasa ‘terasingkan’ dan terpaksa mengevaluasi kembali strategi TI mereka. Perubahan ini bukan sekadar penyesuaian kecil ini adalah perombakan total yang dirancang untuk mengoptimalkan pendapatan Broadcom, namun dengan konsekuensi yang signifikan bagi basis pelanggan VMware yang sudah ada. Salah satu perubahan paling mencolok adalah transisi dari lisensi perpetual ke model langganan (subscription). Sebelumnya, perusahaan bisa membeli lisensi VMware sekali bayar dan menggunakannya selamanya, memberikan prediktabilitas biaya IT jangka panjang. Kini, pelanggan harus membayar biaya berulang secara berkala, mirip dengan layanan cloud. Bagi banyak perusahaan, terutama Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang beroperasi dengan anggaran ketat, perubahan ini berarti peningkatan biaya IT yang signifikan dan tidak terduga. Ini memaksa mereka untuk mengalokasikan ulang anggaran atau mencari solusi yang lebih hemat biaya. Dampak finansial langsung ini menjadi pendorong utama bagi banyak organisasi untuk mempertimbangkan migrasi cloud atau mencari alternatif virtualisasi. Selain itu, Broadcom juga menggabungkan banyak produk VMware ke dalam SKU (Stock Keeping Unit) yang lebih sedikit namun dengan harga yang jauh lebih mahal. Ini dikenal sebagai ‘bundling’ produk. Misalnya, produk-produk yang sebelumnya bisa dibeli secara terpisah kini hanya tersedia dalam paket yang lebih besar dan komprehensif. Ini memaksa pelanggan untuk membeli paket produk yang mungkin tidak sepenuhnya mereka butuhkan, hanya untuk mendapatkan komponen inti yang mereka gunakan, seperti vSphere atau vSAN. Kebijakan ini secara efektif menaikkan harga total kepemilikan (TCO) dan mengurangi fleksibilitas bagi pelanggan yang hanya memerlukan fungsionalitas tertentu dari VMware. Julia Palmer, seorang VP Riset di Gartner, menyoroti bahwa model bisnis baru ini lebih menguntungkan organisasi besar yang memiliki anggaran TI yang lebih besar dan kebutuhan akan solusi terintegrasi yang lebih luas. Akibatnya, banyak UKM yang sebelumnya sangat bergantung pada VMware kini terpaksa mencari alternatif. Mereka tidak hanya mencari solusi virtualisasi lain, tetapi juga mempertimbangkan opsi migrasi cloud secara menyeluruh sebagai bagian dari strategi transformasi digital mereka. Perubahan ini menciptakan gelombang ketidakpastian dan mendorong perusahaan untuk berpikir ulang tentang fondasi infrastruktur digital mereka. Pengurangan jumlah mitra saluran (channel partners) yang diizinkan untuk menjual kembali teknologi VMware juga memperparah situasi. Mitra saluran ini seringkali menjadi titik kontak utama bagi UKM, menyediakan dukungan lokal, implementasi, dan layanan konsultasi. Dengan berkurangnya jumlah mitra, akses terhadap dukungan dan keahlian lokal menjadi lebih sulit, terutama bagi perusahaan di wilayah terpencil atau yang tidak memiliki tim TI internal yang besar. Ini semakin mendorong pelanggan untuk mencari ekosistem yang lebih stabil dan terjangkau.
Dampak pada Hyperscaler dan Gelombang Migrasi yang Tak Terhindarkan
Perubahan kebijakan Broadcom tidak hanya berdampak pada pelanggan langsung VMware, tetapi juga pada ekosistem hyperscaler global seperti Amazon Web Services (AWS), Microsoft Azure, dan Google Cloud Platform. Ini adalah bagian paling krusial dari prediksi migrasi 35 persen beban kerja VMware. Tak lama setelah akuisisi, Broadcom mengubah aturan main, membuat para hyperscaler tidak lagi bisa menjual kembali langganan VMware kepada pelanggan yang menggunakan layanan cloud mereka yang berbasis VMware. Ini adalah pukulan telak bagi model bisnis yang sudah berjalan dan kemitraan yang telah terjalin bertahun-tahun. Sebelumnya, banyak perusahaan memanfaatkan solusi seperti VMware Cloud on AWS, yang memungkinkan mereka menjalankan lingkungan VMware mereka di infrastruktur AWS. Ini menawarkan jembatan yang nyaman antara pusat data on-premise dan cloud publik, memfasilitasi migrasi cloud secara bertahap. Namun, dengan kebijakan baru Broadcom, model ini menjadi tidak berkelanjutan bagi hyperscaler untuk menawarkan langganan baru. Meskipun pelanggan yang sudah ada mungkin masih dapat melanjutkan layanan untuk sementara, opsi untuk ekspansi atau pelanggan baru menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak ada sama sekali. Julia Palmer menjelaskan pada Gartner’s IT Symposium di Gold Coast, Australia, bahwa gelombang migrasi yang ia prediksikan sebagian besar berasal dari pelanggan yang menggunakan teknologi VMware melalui hyperscaler. Dengan dibatasinya kemampuan hyperscaler untuk menawarkan kembali layanan VMware, mereka secara alami akan mendorong pelanggan mereka untuk beralih ke layanan cloud publik yang mereka miliki. Ini adalah langkah logis bagi hyperscaler untuk mempertahankan pelanggan dan mengoptimalkan infrastruktur mereka sendiri, sekaligus meningkatkan pendapatan dari layanan native mereka. Informasi ini juga dilaporkan oleh The Register, yang menggarisbawahi dampak signifikan kebijakan ini pada ekosistem cloud. Anda bisa membaca lebih lanjut tentang laporan ini di The Register. Prediksi Palmer bahwa 35 persen dari beban kerja VMware akan bermigrasi ke tempat lain pada tahun 2028 secara langsung terkait dengan perubahan ini. Pelanggan yang sebelumnya menikmati fleksibilitas dan integrasi VMware di lingkungan hyperscaler kini dihadapkan pada pilihan sulit: tetap dengan VMware di luar ekosistem hyperscaler dengan biaya dan kompleksitas baru, atau beralih sepenuhnya ke layanan cloud publik yang ditawarkan oleh hyperscaler. Ini mempercepat tren migrasi cloud yang sudah ada dan mendorong perusahaan untuk mempercepat strategi transformasi digital mereka. Perubahan ini juga menciptakan efek domino. Ketika hyperscaler tidak lagi dapat menawarkan VMware, mereka akan berinvestasi lebih banyak dalam mengembangkan dan mempromosikan layanan virtualisasi atau komputasi native mereka sendiri. Ini berarti lebih banyak inovasi dan pilihan di pasar cloud publik, tetapi juga potensi fragmentasi bagi perusahaan yang mencoba mengelola lingkungan hybrid multi-cloud. Akhirnya, tekanan pada biaya IT dan kebutuhan akan fleksibilitas akan menjadi faktor penentu bagi banyak organisasi.
Mengapa Angka 35% Ini Sangat Penting?
Angka 35 persen beban kerja VMware yang diperkirakan akan berpindah ini bukan sekadar angka biasa ini menunjukkan skala disrupsi yang signifikan dalam pasar virtualisasi dan infrastruktur cloud. VMware telah menjadi pemain dominan selama bertahun-tahun, menjadi fondasi bagi banyak pusat data perusahaan di seluruh dunia. Sejak didirikan, VMware telah menjadi sinonim dengan virtualisasi server, memungkinkan perusahaan untuk mengkonsolidasikan server fisik, mengurangi biaya IT, dan meningkatkan efisiensi operasional. Kehilangan lebih dari sepertiga pangsa pasar dalam waktu relatif singkat adalah indikasi kuat adanya ketidakpuasan pelanggan yang meluas dan perubahan strategis yang mendalam yang akan membentuk kembali industri. Bagi perusahaan, ini berarti mereka harus mengevaluasi ulang investasi mereka dalam virtualisasi dan strategi cloud mereka. Apakah mereka akan tetap setia pada VMware meskipun ada peningkatan biaya IT dan perubahan model lisensi yang kurang menguntungkan? Atau apakah mereka akan mengambil kesempatan ini untuk mempercepat transformasi digital mereka dan beralih ke solusi lain yang mungkin lebih hemat biaya, lebih fleksibel, atau lebih selaras dengan visi jangka panjang mereka untuk infrastruktur digital? Keputusan ini tidak ringan, mengingat kompleksitas dan biaya yang terkait dengan migrasi cloud atau perubahan platform virtualisasi. Pergeseran ini juga menggarisbawahi kekuatan pasar hyperscaler. Ketika pemain besar seperti AWS, Azure, atau Google Cloud Platform mulai mendorong pelanggan ke layanan native mereka, dampaknya bisa sangat besar. Ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang ekosistem, dukungan, dan integrasi yang ditawarkan oleh platform cloud. Hyperscaler memiliki sumber daya yang sangat besar untuk berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan, menawarkan layanan yang semakin canggih dan terintegrasi yang sulit ditandingi oleh vendor virtualisasi tradisional. Prediksi dari Julia Palmer ini, yang juga banyak dikutip oleh media teknologi seperti Ars Technica (Ars Technica), menunjukkan bahwa pasar sedang berada di titik infleksi. Perusahaan yang tidak proaktif dalam merespons perubahan ini berisiko tertinggal, menghadapi biaya IT yang lebih tinggi, atau kehilangan keunggulan kompetitif. Ini adalah panggilan untuk bertindak bagi para pemimpin TI dan pengambil keputusan bisnis untuk secara serius mempertimbangkan kembali strategi infrastruktur mereka dan bagaimana mereka akan mengelola beban kerja mereka di masa depan.
Alternatif dan Pergeseran Pasar Virtualisasi
Dengan adanya eksodus yang diprediksi ini, banyak perusahaan mulai serius mencari alternatif untuk VMware.
Pilihan-pilihan ini bervariasi, mulai dari platform virtualisasi open-source hingga layanan cloud native, masing-masing dengan kelebihan dan kekurangannya sendiri. Memilih alternatif yang tepat adalah bagian krusial dari strategi transformasi digital yang sukses.
- Platform Virtualisasi Open-Source: Solusi seperti Proxmox VE, KVM (Kernel-based Virtual Machine), atau XenServer menawarkan alternatif yang lebih hemat biaya. Proxmox VE, misalnya, adalah platform virtualisasi lengkap yang menggabungkan KVM hypervisor dan container LXC, dilengkapi dengan antarmuka manajemen berbasis web yang intuitif. Ini memungkinkan perusahaan untuk mengelola mesin virtual dan container dari satu konsol, mengurangi ketergantungan pada lisensi proprietary yang mahal. KVM sendiri, yang merupakan bagian dari kernel Linux, menawarkan kinerja yang sangat baik dan skalabilitas, menjadikannya pilihan kuat untuk lingkungan enterprise yang membutuhkan kontrol penuh. Meskipun mungkin memerlukan keahlian internal yang lebih tinggi untuk implementasi dan pengelolaan, mereka memberikan kontrol penuh, fleksibilitas, dan menghindari biaya lisensi proprietary yang tinggi, yang secara signifikan dapat mengurangi biaya IT jangka panjang.
- Layanan Cloud Native: Ini adalah opsi yang didorong kuat oleh hyperscaler. Alih-alih menjalankan VMware di cloud, perusahaan dapat memigrasikan beban kerja mereka langsung ke layanan komputasi awan seperti Amazon EC2, Azure Virtual Machines, atau Google Compute Engine. Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan skalabilitas, fleksibilitas, dan model pembayaran pay-as-you-go dari cloud publik. Selain itu, layanan cloud native seringkali terintegrasi dengan ekosistem yang lebih luas dari layanan PaaS (Platform as a Service) dan SaaS (Software as a Service), memungkinkan pengembangan aplikasi yang lebih cepat dan efisien. Ini adalah langkah besar dalam transformasi digital, mengubah cara perusahaan mendesain, membangun, dan mengelola aplikasi mereka.
- Containerisasi: Teknologi seperti Docker dan Kubernetes menawarkan pendekatan yang berbeda untuk mengelola aplikasi. Meskipun bukan pengganti langsung untuk virtualisasi server tradisional, container dapat mengurangi ketergantungan pada hypervisor tradisional dan memungkinkan portabilitas aplikasi yang lebih besar antar lingkungan, dari laptop pengembang hingga cloud publik. Container mengemas aplikasi dan semua dependensinya ke dalam unit yang terisolasi, memastikan aplikasi berjalan konsisten di mana pun. Kubernetes, sebagai orkestrator container, memungkinkan pengelolaan skala besar dari aplikasi berbasis container, menjadikannya komponen penting dalam arsitektur microservices modern dan strategi migrasi cloud.
- Penyedia Virtualisasi Lain: Ada juga pemain lain di pasar virtualisasi seperti Nutanix, yang menawarkan solusi hyperconverged infrastructure (HCI) yang terintegrasi, menggabungkan komputasi, penyimpanan, dan jaringan ke dalam satu platform yang mudah dikelola. Nutanix seringkali dipandang sebagai alternatif langsung untuk vSphere VMware, menawarkan kesederhanaan operasional dan skalabilitas. Selain itu, Microsoft Hyper-V, yang seringkali sudah terintegrasi dengan ekosistem Windows Server, adalah pilihan alami bagi organisasi yang sangat bergantung pada teknologi Microsoft. Hyper-V menawarkan fitur virtualisasi yang kuat dan seringkali datang tanpa biaya lisensi tambahan untuk pelanggan Windows Server.
Pergeseran ini akan memicu persaingan yang lebih ketat di pasar virtualisasi dan cloud.
Para penyedia alternatif akan berusaha menarik pelanggan VMware yang tidak puas dengan menawarkan fitur-fitur menarik, harga kompetitif, dan strategi migrasi cloud yang mulus. Ini adalah peluang bagi inovator dan tantangan bagi pemain lama untuk beradaptasi atau berisiko kehilangan pangsa pasar yang signifikan. Pada akhirnya, ini akan menguntungkan pelanggan dengan menawarkan lebih banyak pilihan dan mendorong inovasi di seluruh industri.
Menavigasi Perubahan: Strategi untuk Perusahaan di Tengah Ketidakpastian
Bagi perusahaan yang saat ini menggunakan VMware, ini adalah momen penting untuk mengevaluasi strategi infrastruktur TI mereka.
Keputusan yang diambil sekarang akan memiliki dampak jangka panjang pada biaya IT, efisiensi operasional, dan kemampuan untuk berinovasi. Beberapa langkah strategis yang bisa dipertimbangkan untuk menavigasi perubahan ini secara efektif:
Evaluasi Ulang Biaya dan Kebutuhan
Langkah pertama yang krusial adalah melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan VMware saat ini.
Ini tidak hanya mencakup lisensi dan fitur yang digunakan, tetapi juga total biaya IT yang terkait, termasuk biaya operasional, dukungan, dan pelatihan. Bandingkan dengan model langganan baru Broadcom dan perkiraan peningkatan biaya. Pertimbangkan apakah ada fitur VMware yang tidak terpakai yang kini harus dibayar mahal dalam paket bundling baru. Analisis TCO (Total Cost of Ownership) yang komprehensif akan membantu memahami dampak finansial sebenarnya dari perubahan ini dan menjadi dasar untuk keputusan strategis selanjutnya. Ini juga saat yang tepat untuk menilai apakah beban kerja tertentu dapat dioptimalkan atau diarkivasi untuk mengurangi kebutuhan virtualisasi.
Eksplorasi Alternatif Secara Proaktif
Jangan menunggu sampai tenggat waktu 2028. Mulai eksplorasi alternatif virtualisasi dan cloud sejak dini.
Lakukan proof-of-concept (POC) atau proyek pilot dengan beberapa solusi yang menjanjikan, baik itu platform open-source, layanan cloud native, atau solusi HCI lainnya. Libatkan tim TI dalam proses ini untuk memastikan transisi yang mulus dan meminimalkan gangguan operasional. Pertimbangkan tidak hanya biaya, tetapi juga kompatibilitas, skalabilitas, keamanan, dan dukungan komunitas atau vendor. Pilihlah alternatif yang paling selaras dengan strategi transformasi digital dan tujuan bisnis jangka panjang perusahaan Anda. Ini bukan hanya tentang mengganti VMware, tetapi tentang menemukan fondasi yang lebih baik untuk masa depan.
Rencanakan Strategi Migrasi Bertahap
Migrasi cloud atau perpindahan platform virtualisasi bukanlah tugas yang mudah dan seringkali kompleks. Rencanakan strategi migrasi bertahap, dimulai dengan beban kerja yang kurang kritis atau yang paling mudah dipindahkan.
Identifikasi dependensi antar aplikasi, pastikan integritas data, dan siapkan rencana rollback yang solid jika terjadi masalah. Pendekatan bertahap akan membantu tim TI membangun pengalaman, mengidentifikasi potensi masalah lebih awal, dan memitigasi risiko secara keseluruhan. Ini juga memungkinkan perusahaan untuk mengukur dampak pada biaya IT dan kinerja secara real-time.
Berkomunikasi dengan Vendor dan Mitra
Tetaplah berkomunikasi secara aktif dengan Broadcom/VMware untuk memahami opsi yang tersedia, diskon, atau penawaran khusus yang mungkin muncul. Namun, jangan hanya bergantung pada satu vendor.
Jaga opsi tetap terbuka dan pertimbangkan berbagai skenario dengan vendor alternatif. Berbicara dengan mitra saluran yang berbeda juga dapat memberikan perspektif berharga tentang solusi dan layanan yang tersedia di pasar. Negosiasi yang cerdas dapat membantu mengurangi biaya IT dan memastikan transisi yang lebih baik.
Investasi pada Keahlian Internal dan Manajemen Perubahan
Apapun pilihan yang diambil, kemungkinan besar akan ada kebutuhan untuk mengembangkan keahlian baru di dalam tim TI.
Baik itu mengelola platform open-source, mengoptimalkan penggunaan layanan cloud native, atau mengimplementasikan container, investasi pada pelatihan dan pengembangan keterampilan adalah kunci keberhasilan transformasi digital. Selain itu, manajemen perubahan yang efektif sangat penting untuk memastikan adopsi yang lancar dan meminimalkan resistensi dari tim operasional. Ini adalah kesempatan untuk meningkatkan kapabilitas tim dan mempersiapkan mereka untuk masa depan TI yang lebih dinamis. Perkiraan dari Julia Palmer dari Gartner ini menjadi pengingat bahwa lanskap teknologi terus berubah dan evolusi adalah konstan. Perusahaan yang adaptif dan proaktif dalam merespons perubahan ini akan lebih siap menghadapi tantangan di masa depan. Ini bukan hanya tentang mengganti satu produk dengan yang lain, tetapi tentang meninjau kembali fondasi infrastruktur digital untuk mendukung pertumbuhan bisnis jangka panjang. Penting untuk diingat bahwa setiap keputusan strategis ini harus disesuaikan dengan konteks unik dan kebutuhan spesifik masing-masing organisasi, serta mempertimbangkan toleransi risiko yang ada. Pergeseran signifikan dalam penggunaan VMware, dengan prediksi 35 persen beban kerja akan bermigrasi pada tahun 2028, menandai era baru dalam dunia virtualisasi dan komputasi awan. Akuisisi oleh Broadcom dan perubahan model bisnis yang menyertainya telah memicu gelombang evaluasi ulang di kalangan perusahaan, mendorong mereka untuk mencari alternatif yang lebih sesuai dengan kebutuhan dan anggaran mereka. Baik itu melalui platform virtualisasi open-source, layanan cloud native dari hyperscaler, atau solusi containerisasi, masa depan infrastruktur digital akan semakin beragam dan kompetitif. Bagi para profesional muda dan Gen-Z yang terlibat dalam bidang TI, memahami dinamika ini sangat krusial untuk menavigasi karier dan membantu organisasi mereka membuat keputusan strategis yang tepat dalam menghadapi transformasi digital yang tak terhindarkan. Ini adalah momen untuk beradaptasi, berinovasi, dan merangkul perubahan demi efisiensi dan ketahanan bisnis di era digital yang terus berkembang.
Apa Reaksi Anda?






