97 Fintech Disidik KPPU: Benarkah Ada Kartel di Balik Pinjaman Online?

VOXBLICK.COM - Pernahkah Anda merasa suku bunga pinjaman online (pinjol) terasa sangat tinggi dan hampir seragam di berbagai platform? Mungkin Anda menganggapnya sebagai bagian dari risiko yang wajar dalam industri fintech.
Namun, sebuah penyelidikan besar-besaran yang memecahkan rekor oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membuka kemungkinan adanya alasan yang lebih tersembunyi dan sistematis di balik mahalnya biaya pinjaman yang Anda bayar. KPPU saat ini tengah memeriksa 97 perusahaan teknologi finansial (fintech) dalam sidang dugaan praktik kartel, sebuah langkah yang dapat mengubah wajah industri fintech di Indonesia selamanya.
Langkah ini bukan sekadar proses hukum biasa. Ini adalah sinyal kuat bahwa ada sesuatu yang mungkin tidak beres dalam mekanisme pasar pinjaman digital, sebuah sektor yang tumbuh pesat dan menjadi andalan bagi banyak orang untuk inklusi keuangan. Tuduhan ini mengarah pada praktik persaingan usaha tidak sehat yang bisa jadi telah merugikan konsumen secara diam-diam.
Memahami kasus ini penting, bukan hanya bagi para pelaku industri, tetapi juga bagi Anda sebagai pengguna layanan pinjol.
Apa Sebenarnya Kartel dan Mengapa Sangat Berbahaya di Industri Pinjol?
Bayangkan Anda pergi ke pasar tradisional untuk membeli buah. Di sana ada banyak pedagang yang menjual mangga.
Secara alami, mereka akan bersaing satu sama lain dengan menawarkan harga terbaik atau kualitas buah yang lebih unggul untuk menarik Anda. Inilah yang disebut persaingan usaha yang sehat, di mana konsumen menjadi pemenangnya. Sekarang, bayangkan jika semua pedagang mangga itu diam-diam berkumpul dan sepakat untuk menjual mangga mereka dengan harga yang sama, yaitu Rp50.000 per kilo, tidak boleh lebih rendah.
Anda sebagai pembeli tidak punya pilihan lain. Di mana pun Anda bertanya, harganya sama. Kekuatan tawar Anda hilang. Inilah analogi sederhana dari sebuah kartel. Dalam konteks industri fintech, kartel adalah perjanjian rahasia antara beberapa perusahaan pinjol untuk mengendalikan pasar. Alih-alih bersaing secara sehat untuk menawarkan suku bunga yang lebih rendah atau layanan yang lebih baik, mereka justru berkolusi.
Menurut KPPU, dugaan praktik kartel ini dapat berupa penetapan suku bunga pinjaman secara bersama-sama. Ini adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketika inovasi dan teknologi seharusnya mendorong efisiensi dan menekan biaya, praktik kartel justru melakukan sebaliknya.
Hal ini mengkhianati semangat digitalisasi yang bertujuan memberikan layanan keuangan yang lebih adil dan terjangkau. Bahayanya sangat nyata bagi konsumen. Pertama, transparansi pasar menjadi ilusi. Konsumen berpikir mereka memiliki banyak pilihan, padahal semua pilihan tersebut mengarah pada kondisi yang telah diatur sebelumnya. Kedua, ini mematikan inovasi.
Jika perusahaan tidak perlu bersaing, untuk apa mereka berinvestasi dalam teknologi yang lebih baik atau model manajemen risiko yang lebih canggih untuk menurunkan suku bunga? Akibatnya, perlindungan konsumen tergerus dan ekosistem industri fintech menjadi tidak sehat.
Skandal Raksasa: Bagaimana KPPU Mengendus Adanya Dugaan Kartel?
Penyelidikan KPPU dalam Perkara Nomor 03/KPPU-I/2024 ini bukan tanpa sebab.
KPPU mengendus adanya dugaan fasilitasi praktik kartel oleh tiga asosiasi besar di industri fintech, yaitu Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), dan Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI). Dugaan utamanya adalah bahwa algoritma atau mekanisme dalam sistem yang digunakan oleh para anggota asosiasi ini mengarah pada penyeragaman suku bunga pinjaman pada level yang tinggi.
Dalam keterangan resminya, KPPU menyoroti bagaimana teknologi yang seharusnya menjadi alat untuk meningkatkan efisiensi pasar, justru berpotensi disalahgunakan untuk menciptakan persaingan semu. KPPU menyatakan bahwa penyelidikan ini berawal dari temuan bukti awal yang cukup untuk menaikkan status kasus dari penyelidikan ke tahap pemeriksaan. Sebanyak 97 entitas, yang terdiri dari 94 penyelenggara pinjol dan 3 asosiasi, dipanggil untuk diperiksa.
Jumlah terlapor yang masif ini menjadikan kasus ini sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah KPPU.
Peran Teknologi dalam Dugaan Kolusi
Salah satu aspek paling menarik dari kasus ini adalah bagaimana teknologi diduga menjadi medium kolusi. Di era digitalisasi, kartel tidak lagi harus dilakukan melalui pertemuan rahasia di ruang rapat.
Algoritma yang kompleks dapat diprogram untuk memonitor harga pesaing secara real-time dan secara otomatis menyesuaikan suku bunga sendiri untuk tetap berada dalam rentang yang telah disepakati secara tidak tertulis. Praktik yang dikenal sebagai 'collusion by algorithm' ini lebih sulit dideteksi namun dampaknya sama merusaknya.
KPPU akan menelisik lebih dalam apakah sistem yang ada di asosiasi-asosiasi tersebut secara sengaja atau tidak sengaja menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terbentuknya kartel suku bunga di pasar pinjol.
Membedakan Peran: KPPU versus OJK dalam Regulasi Fintech
Banyak orang mungkin bingung, bukankah pengawasan pinjol adalah tugas Otoritas Jasa Keuangan (OJK)? Jawaban singkatnya: ya, tetapi wewenang mereka berbeda.
Memahami perbedaan ini krusial untuk melihat gambaran besar dari regulasi fintech di Indonesia. OJK, melalui Peraturan OJK (POJK), bertugas untuk mengawasi kesehatan keuangan perusahaan pinjol, memastikan mereka memiliki manajemen risiko yang baik, dan yang terpenting, fokus pada perlindungan konsumen dari sisi praktik penagihan, transparansi produk, dan legalitas perusahaan.
OJK adalah lembaga yang memberikan izin dan memastikan perusahaan fintech beroperasi sesuai aturan main dari sisi layanan keuangan. Di sisi lain, KPPU memiliki mandat yang berbeda. KPPU tidak melihat apakah sebuah perusahaan pinjol legal atau tidak menurut OJK. Fokus KPPU adalah pada perilaku pasar dan persaingan usaha.
KPPU bertugas memastikan tidak ada perusahaan yang berkolusi, membentuk kartel, atau melakukan praktik monopoli yang merugikan perusahaan lain dan konsumen. Jadi, meskipun sebuah perusahaan pinjol telah terdaftar dan diawasi oleh OJK, ia tetap wajib tunduk pada hukum persaingan usaha yang ditegakkan oleh KPPU.
Keduanya adalah dua pilar regulasi yang berbeda namun sama pentingnya untuk menciptakan industri fintech yang sehat dan adil. Kasus ini menjadi contoh sempurna bagaimana kedua lembaga ini bekerja dalam ranahnya masing-masing.
OJK memastikan perlindungan konsumen dari sisi layanan, sementara KPPU memastikan perlindungan konsumen dari sisi struktur pasar yang kompetitif.
Dampak Nyata Bagi Anda Sebagai Konsumen Pinjol
Jika tuduhan KPPU terbukti, dampaknya terhadap Anda sebagai konsumen sangatlah signifikan. Praktik kartel secara langsung merampas hak Anda untuk mendapatkan penawaran terbaik.
Berikut adalah beberapa dampak konkret yang mungkin sudah Anda rasakan tanpa menyadarinya: 1. Suku Bunga yang Lebih Tinggi dari Seharusnya: Ini adalah dampak yang paling jelas. Tanpa persaingan sehat, tidak ada insentif bagi platform pinjol untuk menurunkan suku bunga mereka. Anda akhirnya membayar lebih mahal untuk pinjaman yang sama.
2. Pilihan yang Terbatas: Meskipun terlihat ada puluhan platform pinjol, jika semuanya menawarkan produk dengan syarat dan bunga yang serupa karena adanya kesepakatan di belakang layar, maka pilihan Anda sebenarnya semu. Anda tidak benar-benar bisa memilih penawaran yang paling menguntungkan. 3. Kualitas Layanan yang Stagnan: Persaingan mendorong inovasi.
Ketika perusahaan harus berebut konsumen, mereka akan berlomba-lomba memberikan layanan pelanggan yang lebih baik, proses aplikasi yang lebih cepat, dan fitur yang lebih bermanfaat. Dalam pasar yang dikuasai kartel, dorongan untuk berinovasi ini melemah. Investigasi KPPU ini, jika berhasil membongkar praktik terlarang, dapat membawa angin segar bagi konsumen.
Potensi sanksi yang berat dan pengawasan yang lebih ketat dapat memaksa pasar kembali ke mekanisme persaingan yang sehat, yang pada akhirnya akan mendorong efisiensi dan suku bunga yang lebih kompetitif.
Masa Depan Industri Fintech Pasca-Penyelidikan
Apapun hasil akhirnya, penyelidikan besar-besaran ini sudah pasti akan memberikan guncangan pada industri fintech. Ada beberapa kemungkinan skenario yang bisa terjadi.
Jika terbukti bersalah, para terlapor dapat dikenakan sanksi denda yang sangat besar, yang dihitung berdasarkan dampak kerugian yang ditimbulkan. Sanksi ini tidak hanya bertujuan untuk menghukum, tetapi juga memberikan efek jera agar praktik serupa tidak terulang. Lebih dari sekadar sanksi finansial, kasus ini akan mendorong perlunya evaluasi ulang terhadap model pengawasan dan regulasi di industri fintech.
Peran asosiasi industri mungkin akan ditinjau kembali untuk memastikan mereka tidak menjadi sarana untuk memfasilitasi praktik anti-persaingan. Diperlukan aturan yang lebih jelas tentang penggunaan algoritma dan data sharing untuk mencegah kolusi. Transparansi akan menjadi kunci utama, di mana penyelenggara pinjol harus lebih terbuka mengenai bagaimana mereka menentukan suku bunga. Bagi industri fintech sendiri, ini adalah sebuah panggilan untuk berbenah.
Kepercayaan adalah mata uang utama dalam layanan keuangan. Kasus ini, meskipun negatif dalam jangka pendek, dapat menjadi katalis untuk pembersihan dan pendewasaan industri. Perusahaan yang benar-benar berkomitmen pada persaingan usaha yang sehat dan inovasi yang berpihak pada konsumen pada akhirnya akan menjadi pemenang jangka panjang. Memahami dinamika kasus ini adalah langkah penting untuk menjadi konsumen yang cerdas dan kritis.
Pengetahuan tentang bagaimana pasar bekerja, peran regulator seperti KPPU dan OJK, serta hak-hak Anda sebagai konsumen akan memberdayakan Anda. Namun, perlu diingat bahwa setiap situasi keuangan dan potensi masalah hukum yang Anda hadapi bersifat unik.
Keputusan terkait pengajuan pinjaman atau penyelesaian sengketa sebaiknya selalu didasarkan pada evaluasi mendalam terhadap kondisi finansial pribadi dan, jika perlu, didiskusikan dengan penasihat keuangan atau hukum profesional yang terpercaya untuk mendapatkan panduan yang sesuai.
Apa Reaksi Anda?






