Cuan Kripto Kena Pajak Jangan Panik Ini Cara Hitung PPh dan PPN

VOXBLICK.COM - Kamu baru saja merasakan euforia karena nilai portofolio aset kripto milikmu meroket? Selamat! Entah itu dari lonjakan harga Bitcoin, Ethereum, atau bahkan koin meme yang sedang viral, perasaan mendapatkan keuntungan dari investasi memang menyenangkan. Tapi, di tengah kebahagiaan itu, ada satu hal penting yang tidak boleh kamu lupakan, yaitu pajak. Ya, kamu tidak salah baca. Sejak tahun 2022, pemerintah Indonesia secara resmi memberlakukan aturan pajak kripto untuk setiap transaksi yang kamu lakukan. Jangan langsung panik atau merasa terbebani. Anggap saja ini adalah bagian dari proses pendewasaan ekosistem aset digital di tanah air. Dengan adanya regulasi yang jelas, aset kripto menjadi semakin diakui dan memiliki landasan hukum yang kuat. Panduan ini akan membantumu memahami seluk-beluk pajak kripto, mulai dari jenis pajaknya, cara menghitungnya, hingga bagaimana melaporkannya. Semua disajikan dengan bahasa yang sederhana dan contoh yang mudah diikuti, jadi kamu bisa tetap fokus mengembangkan asetmu tanpa perlu pusing soal pajak.
Membedah Alasan di Balik Pengenaan Pajak Kripto di Indonesia
Mungkin pertanyaan pertama yang muncul di benakmu adalah, “Kenapa sih aset kripto harus kena pajak?” Jawabannya terletak pada bagaimana regulator Indonesia memandang kelas aset ini.
Berbeda dengan beberapa negara yang menganggap kripto sebagai mata uang, di Indonesia, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) secara resmi mengklasifikasikan aset kripto sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Status sebagai komoditas inilah yang menjadi dasar hukum pengenaan pajaknya. Kebijakan ini diatur secara spesifik dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022. Peraturan ini menjadi landasan utama bagi setiap investor dan pelaku industri dalam memahami kewajiban perpajakannya.
Dengan menganggapnya sebagai komoditas, maka setiap transaksi jual beli aset kripto dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Di sisi lain, keuntungan atau penghasilan yang kamu dapatkan dari penjualan aset tersebut dianggap sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh). Tujuannya bukan untuk menghambat pertumbuhan industri, melainkan untuk memberikan kepastian hukum dan menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan. Semua penghasilan, dari mana pun sumbernya, idealnya memberikan kontribusi bagi penerimaan negara. Dengan adanya aturan pajak kripto yang jelas, pemerintah juga berupaya melindungi investor dan memastikan bahwa industri ini berjalan dalam koridor yang aman dan transparan.
Dua Pilar Utama Pajak Kripto yang Wajib Kamu Pahami
Secara garis besar, ada dua jenis pajak utama yang melekat pada setiap transaksimu di dunia kripto. Keduanya memiliki sifat, tarif, dan mekanisme pemungutan yang berbeda.
Memahami perbedaan ini adalah kunci agar kamu tidak bingung saat melihat potongan pada riwayat transaksimu. Dua pilar ini adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Mari kita kupas satu per satu agar kamu paham betul cara hitung PPh kripto dan cara hitung PPN kripto.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Atas Transaksi Kripto
PPh Pasal 22 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan dari penjualan aset kripto. Sifat dari pajak ini adalah final.
Apa artinya? Artinya, setelah pajak ini dipotong, kewajiban pajak atas penghasilan tersebut dianggap sudah selesai. Penghasilan dari kripto ini tidak akan digabungkan lagi dengan penghasilan lain (seperti gaji atau pendapatan usaha) untuk dihitung ulang pajaknya di akhir tahun. Ini adalah sebuah kemudahan, karena perhitungannya menjadi lebih sederhana.
- Siapa yang membayar? Pihak yang menjual aset kripto (investor seperti kamu).
- Siapa yang memungut? Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), atau yang lebih kita kenal sebagai platform exchange crypto yang terdaftar resmi di BAPPEBTI.
- Berapa tarifnya? Tarif PPh 22 Final untuk transaksi kripto adalah 0,1% (nol koma satu persen) dari nilai transaksi penjualan.
Satu hal yang sangat penting untuk dicatat adalah pajak ini dikenakan pada nilai total transaksi penjualan, bukan hanya pada keuntungannya.
Ini berarti, bahkan jika kamu menjual dalam posisi rugi, kamu tetap akan dikenakan potongan PPh Pasal 22 ini. Mari kita lihat contoh sederhana untuk memahaminya:
Contoh: Kamu memutuskan untuk menjual 1 koin Solana (SOL) milikmu di harga Rp 2.500.000 melalui platform exchange yang terdaftar.
Maka, PPh Pasal 22 yang akan dipotong secara otomatis oleh platform adalah:
0,1% x Rp 2.500.000 = Rp 2.500
Jumlah sebesar Rp 2.500 inilah yang akan dipungut oleh exchange dan disetorkan ke kas negara. Uang yang akan masuk ke saldomu adalah nilai penjualan dikurangi potongan ini dan biaya platform.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Atas Transaksi Kripto
Karena aset kripto dianggap komoditas (Barang Kena Pajak Tidak Berwujud), maka setiap pembeliannya dikenakan PPN. Namun, pemerintah memberikan insentif berupa tarif PPN yang jauh lebih rendah dibandingkan tarif PPN umum (yang saat ini sebesar 11%).
Tarif khusus ini ditetapkan untuk menjaga daya saing dan tidak memberatkan investor. Pemungutan pajak crypto ini juga dilakukan oleh pihak ketiga untuk kemudahan.
- Siapa yang membayar? Pihak yang membeli aset kripto.
- Siapa yang memungut? Sama seperti PPh, PPN juga dipungut oleh platform exchange (PPMSE) yang terdaftar.
- Berapa tarifnya? Tarif PPN yang dikenakan adalah 0,11% (nol koma sebelas persen) dari nilai transaksi pembelian.
Ini berarti, setiap kali kamu membeli koin atau token, total biaya yang kamu keluarkan akan sedikit lebih besar dari harga aset itu sendiri karena adanya komponen PPN. Begini cara menghitungnya:
Contoh: Kamu ingin membeli Cardano (ADA) senilai Rp 10.000.000 di platform exchange terdaftar.
Maka, PPN yang harus kamu bayarkan adalah:
0,11% x Rp 10.000.000 = Rp 11.000
Jadi, total dana yang akan terpotong dari saldomu untuk transaksi ini adalah Rp 10.000.000 (harga aset) + Rp 11.000 (PPN) + biaya transaksi dari platform.
Risiko Transaksi di Exchange Tidak Terdaftar
Aturan di atas berlaku jika kamu bertransaksi di platform yang sudah mendapatkan izin resmi dari BAPPEBTI. Bagaimana jika kamu menggunakan exchange luar negeri atau yang tidak terdaftar? Pemerintah telah mengantisipasi hal ini. Tarif pajak yang dikenakan akan menjadi dua kali lipat lebih tinggi. Menurut siaran pers resmi dari Direktorat Jenderal Pajak, tarif yang berlaku adalah:
- Tarif PPh Pasal 22 menjadi 0,2% dari nilai transaksi penjualan.
- Tarif PPN menjadi 0,22% dari nilai transaksi pembelian.
Selain tarif yang lebih tinggi, transaksi di platform tidak terdaftar juga memiliki risiko keamanan yang lebih besar. Oleh karena itu, sangat disarankan untuk selalu menggunakan platform yang patuh pada regulasi di Indonesia.
Ini tidak hanya membuat kewajiban pajak kripto kamu lebih ringan, tetapi juga memberikan lapisan keamanan tambahan untuk aset digital yang kamu miliki.
Simulasi Lengkap Perhitungan Pajak Kripto dari Beli Hingga Jual
Agar kamu semakin paham, mari kita buat sebuah simulasi lengkap yang menggambarkan perjalanan seorang investor kripto, dari saat ia membeli, menahan, hingga akhirnya menjual asetnya.
Kita akan menggunakan contoh dan angka yang realistis agar kamu bisa melihat langsung bagaimana cara hitung PPh kripto dan PPN bekerja dalam skenario nyata.
Misalkan seorang investor bernama Budi melakukan transaksi melalui exchange terdaftar di Indonesia.
Langkah 1: Proses Pembelian Aset Kripto
Budi baru saja gajian dan memutuskan untuk menginvestasikan Rp 5.000.000 untuk membeli Ethereum (ETH). Harga ETH saat itu adalah Rp 50.000.000 per koin, jadi Budi bisa mendapatkan 0,1 ETH.
Platform yang digunakan Budi mengenakan biaya transaksi (trading fee) sebesar 0,2%.
- Nilai Transaksi Pembelian: Rp 5.000.000
- Biaya Transaksi (0,2%): 0,2% x Rp 5.000.000 = Rp 10.000
- Perhitungan PPN (0,11%): Ini adalah bagian penting dari cara hitung PPN kripto. PPN dihitung dari nilai transaksi sebelum biaya lain. 0,11% x Rp 5.000.000 = Rp 5.500
Jadi, total dana yang harus Budi siapkan dan akan terpotong dari saldonya adalah:
Rp 5.000.000 (Harga ETH) + Rp 10.000 (Biaya Transaksi) + Rp 5.500 (PPN) = Rp 5.015.500
Setelah transaksi ini, Budi kini memiliki 0,1 ETH dalam portofolionya.
Langkah 2: Proses Penjualan Saat Harga Naik (Profit)
Enam bulan kemudian, pasar kripto sedang bullish. Harga ETH meroket menjadi Rp 75.000.000 per koin. Nilai 0,1 ETH milik Budi sekarang menjadi Rp 7.500.000. Budi memutuskan ini adalah waktu yang tepat untuk merealisasikan keuntungan (take profit).
Platform yang sama masih mengenakan biaya transaksi 0,2%.
- Nilai Transaksi Penjualan: Rp 7.500.000
- Biaya Transaksi (0,2%): 0,2% x Rp 7.500.000 = Rp 15.000
- Perhitungan PPh Pasal 22 (0,1%): Inilah penerapan cara hitung PPh kripto. Pajak dihitung dari nilai transaksi penjualan. 0,1% x Rp 7.500.000 = Rp 7.500
Total uang yang akan diterima Budi di saldonya setelah semua potongan adalah:
Rp 7.500.000 (Hasil Jual) - Rp 15.000 (Biaya Transaksi) - Rp 7.500 (PPh) = Rp 7.477.500
Budi berhasil mendapatkan keuntungan yang signifikan, dan kewajiban pajaknya pun sudah langsung dipenuhi saat itu juga oleh platform exchange.
Langkah 3: Skenario Penjualan Saat Harga Turun (Rugi)
Bagaimana jika pasar tidak berpihak pada Budi? Mari kita bayangkan skenario alternatif. Tiga bulan setelah membeli, pasar kripto mengalami koreksi tajam. Harga ETH turun menjadi Rp 40.000.000 per koin.
Nilai 0,1 ETH milik Budi kini hanya Rp 4.000.000. Karena khawatir harga akan turun lebih dalam, Budi memutuskan untuk menjual (cut loss).
- Nilai Transaksi Penjualan: Rp 4.000.000
- Biaya Transaksi (0,2%): 0,2% x Rp 4.000.000 = Rp 8.000
- Perhitungan PPh Pasal 22 (0,1%): Di sinilah banyak yang keliru. Sesuai aturan pajak kripto, PPh 22 Final tetap dikenakan pada nilai transaksi, terlepas dari untung atau rugi. 0,1% x Rp 4.000.000 = Rp 4.000
Total uang yang akan diterima Budi di saldonya adalah:
Rp 4.000.000 (Hasil Jual) - Rp 8.000 (Biaya Transaksi) - Rp 4.000 (PPh) = Rp 3.988.000
Meskipun Budi mengalami kerugian dari sisi investasi (modal awal Rp 5.015.500), ia tetap harus membayar PPh sebesar Rp 4.000. Ini adalah karakteristik dari PPh Final yang berbasis pada nilai transaksi, bukan profit.
Pemahaman ini sangat penting untuk manajemen risiko dan ekspektasi dalam trading aset kripto.
Kewajiban Pelaporan Pajak Kripto di SPT Tahunan
“Jika pajak sudah dipotong langsung oleh exchange, apakah saya masih perlu melaporkannya?” Jawabannya adalah iya, wajib dilaporkan.
Meskipun PPh Pasal 22 bersifat final dan kewajiban membayarnya sudah selesai, kamu tetap memiliki kewajiban untuk melaporkan penghasilan tersebut dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak. Mengapa? Karena SPT berfungsi sebagai laporan komprehensif atas seluruh pendapatan dan harta yang kamu miliki dalam satu tahun pajak. Melaporkannya menunjukkan bahwa kamu adalah wajib pajak yang patuh dan transparan.
Menurut informasi dari berbagai sumber edukasi pajak, termasuk yang dijelaskan oleh ahli dari DDTC (Danny Darussalam Tax Center), pelaporan penghasilan dari aset kripto dilakukan pada formulir SPT di bagian “Penghasilan yang Dikenakan PPh Final dan/atau Bersifat Final”. Kamu cukup memasukkan total penghasilan bruto (total nilai penjualan) yang kamu terima selama setahun dan PPh yang sudah dipotong. Selain melaporkan penghasilannya, kamu juga wajib melaporkan kepemilikan aset kripto itu sendiri sebagai bagian dari Harta di SPT Tahunan. Laporkan nilai aset kripto per tanggal 31 Desember tahun pajak yang bersangkutan. Ini akan memberikan gambaran utuh tentang kondisi finansialmu kepada otoritas pajak dan menghindari potensi masalah di kemudian hari.
Tips Cerdas Mengelola Pajak Aset Kripto untuk Investor Muda
Menjadi investor yang cerdas bukan hanya soal memilih koin yang tepat, tetapi juga tentang bagaimana mengelola aspek administratif seperti pajak.
Berikut adalah beberapa tips praktis yang bisa kamu terapkan untuk membuat pengelolaan pajak kripto menjadi lebih mudah.
Selalu Gunakan Platform Exchange yang Terdaftar dan Kredibel
Ini adalah tips yang paling fundamental. Dengan bertransaksi di platform yang sudah terdaftar di BAPPEBTI, kamu mendapatkan dua keuntungan besar. Pertama, tarif pajak yang kamu bayar lebih rendah.
Kedua, mekanisme pemungutan pajaknya sudah otomatis, sehingga kamu tidak perlu repot menghitung dan menyetor sendiri pajaknya. Platform tersebut yang akan menangani semuanya dan memberikan bukti potong untukmu.
Disiplin Mencatat dan Menyimpan Riwayat Transaksi
Jangan hanya mengandalkan ingatan. Setiap platform exchange menyediakan fitur untuk mengunduh riwayat transaksi dalam periode tertentu (bulanan atau tahunan). Manfaatkan fitur ini. Unduh dan simpan file tersebut secara teratur.
Catatan ini akan menjadi peganganmu saat mengisi SPT Tahunan. Kamu bisa melihat dengan jelas berapa total nilai penjualan (penghasilan bruto) dan berapa total pajak yang sudah dipotong sepanjang tahun.
Pahami Perbedaan Harta dan Penghasilan
Saat mengisi SPT, penting untuk bisa membedakan antara melaporkan harta dan melaporkan penghasilan.
- Harta: Aset kripto yang masih kamu miliki (hold) per 31 Desember. Nilainya adalah nilai pasar pada tanggal tersebut.
- Penghasilan: Total nilai dari semua transaksi penjualan aset kripto yang kamu lakukan selama tahun pajak.
Jangan sampai tertukar, karena keduanya dilaporkan di bagian yang berbeda dalam formulir SPT. Kesalahan dalam pelaporan bisa memicu pemeriksaan lebih lanjut dari kantor pajak.
Jangan Ragu untuk Berkonsultasi
Jika volume transaksimu sangat besar, atau jika kamu mulai merambah ke aktivitas yang lebih kompleks seperti yield farming di DeFi, staking, atau jual beli NFT, aturan pajaknya mungkin memiliki nuansa yang berbeda.
Jika kamu merasa tidak yakin, langkah terbaik adalah berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional yang memahami seluk-beluk pajak crypto. Investasi kecil untuk biaya konsultasi bisa menghindarkanmu dari potensi denda atau masalah pajak yang lebih besar di masa depan.
Memahami dan mematuhi aturan pajak kripto mungkin terasa seperti pekerjaan tambahan di awal, namun ini adalah tanda bahwa industri aset digital di Indonesia sedang bergerak ke arah yang lebih matang dan terlegitimasi.
Dengan membekali diri dengan pengetahuan tentang cara hitung PPh dan PPN kripto, kamu tidak hanya menjadi investor yang bertanggung jawab, tetapi juga lebih strategis dalam mengelola portofolio investasimu. Teruslah belajar, berinvestasi dengan bijak, dan pastikan kamu selalu berada di sisi yang benar dari regulasi. Ingat, informasi dalam artikel ini ditujukan sebagai panduan umum untuk tujuan edukasi dan bukan merupakan nasihat perpajakan atau keuangan. Untuk situasi yang lebih spesifik mengenai kondisi keuanganmu, sangat dianjurkan untuk berbicara langsung dengan ahli pajak yang berkualifikasi.
Apa Reaksi Anda?






