Bos Teknologi Ungkap Alasan AI Belum Bisa Ciptakan Terobosan Ilmiah

VOXBLICK.COM - Seorang eksekutif teknologi terkemuka baru-baru ini membeberkan pandangannya yang cukup blak-blak tentang kemampuan AI dalam dunia sains. Intinya, meski AI sudah jago banget di banyak bidangdari menulis kode sampai mendesain obatada satu area di mana ia diprediksi belum bisa menciptakan gebrakan besar: terobosan ilmiah yang benar-benar fundamental. Ini bukan soal AI kurang cepat atau kurang data, tapi lebih ke batasan mendasar dalam cara kerja model AI saat ini.
Menurut ahli tersebut, yang punya pengalaman puluhan tahun di garis depan inovasi, kita perlu realistis. AI memang bisa mengolah data jutaan kali lebih cepat dari manusia dan menemukan pola yang nggak pernah terpikirkan.
Tapi, untuk menghasilkan “eureka!” moment yang mengubah paradigma ilmiah, seperti penemuan teori relativitas atau struktur DNA, AI masih jauh. Kenapa begitu? Mari kita bedah alasannya.

AI dan Batasan Pemahaman Kausal
Salah satu poin utama yang diangkat adalah perbedaan mendasar antara korelasi dan kausalitas. Model AI, terutama yang berbasis deep learning, sangat jago menemukan korelasi atau hubungan antar data.
Contohnya, AI bisa tahu kalau orang yang sering minum kopi biasanya lebih produktif. Tapi, AI seringkali kesulitan menjelaskan mengapa hal itu terjadi. Apakah kopi penyebabnya, atau ada faktor lain seperti jadwal kerja yang padat yang membuat seseorang minum kopi dan juga produktif?
Terobosan ilmiah, di sisi lain, seringkali memerlukan pemahaman kausal yang mendalam. Para ilmuwan tidak hanya ingin tahu apa yang terjadi, tapi mengapa dan bagaimana mekanisme di baliknya.
Mereka butuh membangun model mental tentang dunia yang memungkinkan mereka tidak hanya memprediksi, tapi juga menjelaskan dan memanipulasi fenomena. Kemampuan untuk memahami hubungan sebab-akibat ini adalah fondasi untuk merumuskan teori-teori baru yang revolusioner, sesuatu yang AI saat ini masih bergulat dengannya. Inilah salah satu batasan AI dalam inovasi sains yang fundamental.
Kreativitas dan Intuisi: Ranah Manusia yang Belum Tersentuh AI
Kita sering mendengar cerita tentang ilmuwan yang mendapat ide brilian saat mandi atau bermimpi. Ini adalah contoh kreativitas dan intuisi yang sulit direplikasi oleh AI. Terobosan ilmiah seringkali muncul dari:
- Lompatan Konseptual: Melihat hubungan antar disiplin ilmu yang sebelumnya tidak terpikirkan, menciptakan koneksi baru.
- Pemikiran Lateral: Mendekati masalah dari sudut pandang yang sama sekali baru, di luar kerangka data yang ada.
- Intuisi: "Firasat" atau "naluri" yang mengarahkan peneliti ke arah yang benar, bahkan tanpa data yang jelas atau bukti konkret di awal.
Model AI bekerja berdasarkan data yang sudah ada. Mereka sangat baik dalam mengoptimalkan solusi dalam ruang masalah yang sudah didefinisikan.
Namun, menciptakan ruang masalah baru, mengajukan pertanyaan yang belum pernah diajukan, atau menemukan analogi lintas domain yang brilian, adalah hal yang masih menjadi keunggulan manusia. Kreativitas AI saat ini lebih ke arah "kreativitas kombinatorial" menggabungkan elemen-elemen yang ada dengan cara baru bukan menciptakan sesuatu yang benar-benar orisinal dari nol, yang seringkali menjadi pendorong terobosan ilmiah.
Mengapa Data Saja Tidak Cukup untuk Terobosan
Ketergantungan AI pada data adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, data melimpah memungkinkan AI mengidentifikasi pola kompleks.
Di sisi lain, terobosan ilmiah sejati seringkali terjadi ketika kita menemukan anomali, menantang asumsi lama, atau bahkan menciptakan data baru melalui eksperimen yang belum pernah terpikirkan.
Bos teknologi itu menekankan bahwa jika AI hanya belajar dari data yang ada, ia cenderung akan mereproduksi dan mengoptimalkan apa yang sudah diketahui. Ia akan kesulitan untuk:
- Mengidentifikasi "Lubang" dalam Pengetahuan: Di mana data yang ada tidak cukup atau bahkan salah, dan perlu diisi dengan cara yang sama sekali baru.
- Merumuskan Hipotesis yang Benar-benar Baru: Yang tidak didasarkan pada pola yang sudah ada dalam data historis, melainkan lompatan imajinasi.
- Menantang Paradigma yang Ada: Sains sering maju ketika teori-teori mapan dipertanyakan dan digantikan oleh yang lebih baik. AI, yang dilatih untuk menemukan pola dalam paradigma yang ada, mungkin kesulitan untuk "melawan" itu, sehingga membatasi potensi terobosan ilmiahnya.
Bayangkan AI yang dilatih dengan semua data fisika klasik sebelum Einstein.
Apakah ia bisa secara independen merumuskan teori relativitas? Sangat tidak mungkin, karena konsep-konsep dasarnya (seperti kecepatan cahaya yang konstan) mungkin tidak muncul dari data yang ada, atau bahkan bertentangan dengan intuisi yang dibangun dari data tersebut.
Masa Depan Kolaborasi: AI sebagai Asisten, Bukan Pencipta Utama
Jadi, apakah ini berarti AI tidak punya peran dalam inovasi sains? Tentu tidak! Justru sebaliknya. Pandangan ahli ini bukan untuk meremehkan AI, melainkan untuk menempatkannya pada perspektif yang realistis dan strategis.
AI adalah alat yang luar biasa kuat untuk:
- Mempercepat Analisis Data: Mengolah volume data yang masif dalam waktu singkat, menemukan korelasi yang tersembunyi.
- Menemukan Pola Tersembunyi: Mengidentifikasi korelasi kompleks yang luput dari pengamatan manusia di antara miliaran titik data.
- Mengotomatisasi Eksperimen: Merancang dan menjalankan eksperimen dengan efisiensi tinggi (misalnya di bidang material atau obat-obatan), mengurangi waktu dan biaya riset.
- Menghasilkan Hipotesis Awal: Memberikan ide-ide yang kemudian bisa diuji dan dikembangkan oleh ilmuwan manusia, sebagai titik awal penelitian.
Intinya, AI sangat ideal sebagai asisten cerdas yang memperluas kapasitas intelektual manusia.
Ia bisa mengambil alih tugas-tugas komputasi yang membosankan, membebaskan waktu ilmuwan untuk fokus pada pemikiran kreatif, perumusan pertanyaan-pertanyaan besar, dan lompatan konseptual. Kolaborasi antara kecerdasan manusia yang intuitif dan kreatif dengan kemampuan pemrosesan dan analisis data AI yang masif, adalah resep paling menjanjikan untuk mempercepat terobosan ilmiah di masa depan.
Singkatnya, AI akan terus menjadi motor penggerak dalam banyak aspek riset, tetapi untuk terobosan ilmiah yang benar-benar mengubah dunia, sentuhan kecerdasan manusiadengan segala kreativitas, intuisi, dan kemampuannya untuk berpikir di luar
kotakmasih akan jadi kunci utamanya. Bos teknologi ini ingin kita memahami batasan AI agar kita bisa memanfaatkannya secara maksimal tanpa ekspektasi yang keliru.
Apa Reaksi Anda?






