Inovasi atau Sekadar Hype? Ini Review Jujur ASUS VivoBook Go 15 OLED

VOXBLICK.COM - Pada awal 2024, ASUS mengguncang pasar laptop tipis di Indonesia dengan merilis VivoBook Go 15 OLED. Menyasar mahasiswa, pekerja muda, dan content creator Gen-Z, peluncuran ini terjadi di tengah tren laptop layar OLED yang makin merakyat.
ASUS berani mengklaim layar OLED mereka bisa bikin mata jatuh cinta pada pandangan pertama, meskipun harga jualnya tetap di bawah Rp10 juta. Pertanyaannya, apakah hype soal layar memukau dan performa mengejutkan ini benar adanya atau cuma strategi marketing semata?
Di era digital yang serba multitasking, kejujuran soal kualitas produk jadi hal krusial, bukan sekadar gimmick.
Layar OLED: Benarkah Sebagus Itu?
Bicara soal layar laptop, mayoritas Gen-Z sudah lebih kritis. Panel IPS saja sekarang dianggap standar minimal, apalagi untuk yang suka editing konten, nonton film, atau gaming ringan.
ASUS VivoBook Go 15 OLED mengusung panel OLED 15,6 inci beresolusi Full HD (1920x1080), dengan klaim 100% DCI-P3 color gamut, brightness mencapai 400 nits, serta TÜV Rheinland Low Blue Light certification. Sekilas, spesifikasi ini mirip laptop kelas premium.
Uji nyata di lingkungan terang memang membuktikan kecerahan layar OLED ini bukan gimmick.
Warna-warna tampil hidup, kontras tinggi, dan hitamnya benar-benar pekat, bukan abu-abu seperti layar IPS biasa. Untuk editing foto di Adobe Lightroom maupun video pendek di CapCut, akurasi warnanya sangat membantu. Saat streaming Netflix atau YouTube 4K, detail gambar terasa lebih tajam, seolah-olah menonton di layar sinema mini.
Data dari RTINGS menunjukkan OLED ASUS punya delta E < 2, artinya perbedaan warna asli dan di layar hampir tak terlihat mata manusia.
Namun, OLED tetap punya trade-off. Refleksi di bawah cahaya langsung masih terasa, meski sudah jauh lebih minim dibanding layar glossy biasa. Isu burn-in memang tidak separah OLED smartphone, tapi bukan mitos.
ASUS mengklaim sudah menerapkan fitur pixel shifting dan proteksi lain, namun untuk pemakaian jangka panjang dengan tampilan statis (misal: editing spreadsheet seharian), risiko tetap ada.
Di sisi lain, refresh rate hanya 60Hz, jelas bukan buat para gamer FPS yang butuh 120Hz ke atas.
Performa: Mengejutkan atau Sekedar Cukup?
Dibalik desain tipis dan bobot 1,6 kg, VivoBook Go 15 OLED mengandalkan prosesor AMD Ryzen 5 7520U dengan RAM 8GB LPDDR5 dan SSD 512GB.
Kombinasi ini sebenarnya lebih dari cukup untuk multitasking harian: browsing, streaming, office, bahkan edit gambar ringan. Data benchmark dari Notebookcheck memperlihatkan skor Cinebench R23 sekitar 4800 poin (multi-core), sedikit di bawah Ryzen 5 generasi sebelumnya, tapi tetap unggul dibanding Intel i3 generasi 12.
Kinerja real-nya terasa responsif untuk buka-tutup aplikasi, split screen, dan beberapa tab Chrome.
Editing video 1080p di DaVinci Resolve masih aman, meski rendering bakal terasa lebih lama dibanding laptop dengan GPU diskrit.
Untuk gaming, jangan berharap banyak: judul ringan seperti Valorant, Genshin Impact, atau DOTA 2 bisa berjalan di setting medium dengan fps 40-50. Tapi, begitu masuk ke game AAA 3D, throttle mulai terasa dan suhu naik cepat, ventilasi tipis memang bukan sahabat gaming berat.
Poin plus ada di efisiensi daya. Ryzen 5 7520U berbasis arsitektur Zen 2 7nm, konsumsi dayanya super irit.
Uji coba battery rundown (Wi-Fi on, brightness 70%, streaming dan office ringan) mampu bertahan 8-9 jam, nyaris seharian tanpa colokan. Charger 45W USB-C juga mendukung fast charging, mengisi 50% hanya dalam waktu sekitar 40 menit.
Desain Bukan Cuma Gaya-Gayaan, Tapi Ergonomis?
ASUS tidak sekadar menjual tampilan.
Bobot 1,6 kg dan ketebalan 17,9 mm membuat VivoBook Go 15 OLED gampang dibawa ke kampus atau coworking space. Build quality memang didominasi plastik, tapi finishing matte-nya tidak gampang meninggalkan sidik jari.
Keyboard full size dengan travel key 1,4mm terasa nyaman buat ngetik tugas panjang atau coding, meski backlight absen di versi entry-level.
Touchpad luas, sudah support Windows Precision, jadi gesture multitouch mulus tanpa lag. Port juga cukup lengkap: ada USB-C, dua USB-A, HDMI, jack audio, serta micro SD card reader, cukup buat creator yang suka transfer file dari kamera.
Namun, tidak ada port Ethernet dan slot upgrade RAM, jadi pastikan kebutuhan sudah sesuai dari awal.
Keamanan dan Fitur: Sekadar Standar atau Lebih?
Faktor keamanan makin penting sejak era hybrid. VivoBook Go 15 OLED menyematkan fingerprint sensor di touchpad. Proses login via Windows Hello cepat dan akurat, meski belum selevel sensor flagship seperti di Zenbook.
Webcam 720p sudah cukup untuk Zoom, tapi kualitas gambar cenderung biasa saja di ruangan redup. Fitur privacy shutter absen, padahal ini mulai jadi standar baru di laptop midrange.
ASUS juga menyuntikkan AI noise cancellation di mic internal, berguna banget buat meeting online di kafe yang bising.
Speaker stereo harman/kardon mendukung Smart Amp, meski output suara masih cenderung flat di volume tinggi.
Untuk Gen-Z yang senang meeting hybrid atau podcasting ringan, fitur ini jadi nilai tambah, tapi audiophile jelas butuh eksternal soundcard.
Harga, Value for Money, dan Siapa Sebaiknya Membeli?
Dengan banderol mulai Rp8 jutaan, posisi VivoBook Go 15 OLED jelas mengincar segmen pelajar, mahasiswa, dan pekerja muda yang butuh perangkat serba bisa dengan layar terbaik di kelasnya.
Jika dibandingkan dengan brand pesaing seperti HP Pavilion 15 atau Acer Swift 3, keunggulan OLED ASUS langsung terasa di pengalaman visual. Namun, untuk urusan performa mentah, laptop ini hanya setara entry-level.
RAM tidak bisa di-upgrade, dan GPU onboard jelas bukan untuk content creator kelas berat.
Dari sisi value, laptop ini cocok buat yang mengutamakan kualitas layar dan mobilitas, bukan buat gamer hardcore atau desainer 3D profesional. Buat mahasiswa multimedia, content creator pemula, atau pekerja kantoran yang sering presentasi, display OLED dan daya tahan baterai adalah nilai jual utama.
Tapi jika kamu butuh lebih dari sekadar basic editing dan streaming, sebaiknya pertimbangkan laptop dengan GPU diskrit dan RAM upgradable.
Ada Sisi Minus yang Layak Diketahui?
Idealnya, laptop Rp8 jutaan sudah membawa RAM 16GB, apalagi di era aplikasi berat seperti sekarang. ASUS memang menawarkan versi 16GB, tapi harganya melejit mendekati Rp11 juta, yang sudah masuk range laptop prosumer.
Satu lagi, meski panel OLED jelas superior, resiko burn-in meski kecil tetap ada untuk pemakaian 3-4 tahun ke depan, apalagi buat mereka yang sering pakai software dengan elemen statis.
Soal service center, ASUS memang punya jaringan luas di Indonesia, tapi untuk masalah panel OLED, proses klaim garansi kadang butuh waktu ekstra.
Ini penting dicatat, terutama buat kamu yang mengandalkan laptop sebagai perangkat utama sehari-hari.
Jadi, Apakah Hype ASUS VivoBook Go 15 OLED Layak?
Di tengah banjir laptop midrange, ASUS VivoBook Go 15 OLED memang tampil beda. Layar OLED-nya bukan sekadar gimmick, memang membuat aktivitas visual harian jauh lebih nyaman dan imersif.
Performa harian cukup untuk multitasking, editing ringan, dan streaming, tapi jelas bukan jawaban buat pengguna yang haus performa ekstrem.
Bagi Gen-Z yang ingin laptop tipis, ringan, layar ciamik, dan baterai tahan lama, ini adalah salah satu opsi terbaik di kelas harga Rp8-9 jutaan. Namun, jangan buta mata pada spesifikasi kertas saja.
Pahami kebutuhan, cermati resiko jangka panjang, dan jangan lupakan fakta bahwa teknologi OLED membawa standar baru dalam pengalaman laptop sehari-hari, meski dengan beberapa kompromi di sisi hardware lain. Pilihan akhirnya tetap di tangan pengguna yang cerdas, karena hype tanpa kebutuhan nyata hanya akan berujung penyesalan.
Apa Reaksi Anda?






