Mengapa Gaya Flapper Tetap Relevan dalam Sejarah Mode?


Sabtu, 13 September 2025 - 02.45 WIB
Mengapa Gaya Flapper Tetap Relevan dalam Sejarah Mode?
Evolusi mode dari flapper era 1920-an hingga streetwear modern mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan teknologi global. Foto oleh Gera Cejas via Pexels

VOXBLICK.COM - Perjalanan mode adalah cerminan evolusi sosial, budaya, dan teknologi. Dari siluet revolusioner era 1920-an hingga ekspresi diri tanpa batas dari streetwear modern, setiap dekade telah meninggalkan jejaknya yang tak terhapuskan pada lanskap fashion global. 

Era 1920-an: Pemberontakan Flapper dan Kebebasan Baru

Tahun 1920-an menandai pergeseran dramatis dalam mode wanita, dipicu oleh semangat pasca-Perang Dunia I dan gerakan emansipasi.

Siluet flapper dress menjadi ikon dekade ini, ditandai dengan garis pinggang yang diturunkan, rok yang lebih pendek (seringkali selutut), dan pembebasan dari korset yang membatasi. Gaya ini mencerminkan kebebasan baru yang dirasakan wanita, memungkinkan mereka bergerak lebih leluasa dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang lebih aktif. Lebih jauh lagi, flapper dress menjadi simbol kemandirian dan penolakan terhadap norma-norma konservatif yang sebelumnya mendominasi. Desainnya yang berani dan provokatif mencerminkan semangat zaman yang baru, di mana wanita mulai menuntut hak-hak yang sama dan mengejar impian mereka dengan lebih bebas.

Rambut pendek gaya bob, topi cloche, dan aksesori seperti kalung mutiara panjang melengkapi tampilan ikonik ini.

Musik jazz yang menggebu dan budaya pesta yang marak turut mempopulerkan gaya yang berani dan dinamis ini, menjadikannya simbol pemberontakan terhadap norma-norma lama. Flapper dress tidak hanya sekadar pakaian, tetapi juga representasi dari perubahan sosial dan politik yang sedang berlangsung, serta keinginan wanita untuk mengekspresikan diri secara bebas dan tanpa batasan. Gaya rambut bob yang pendek juga menjadi simbol keberanian dan kemandirian wanita pada masa itu. Potongan rambut bob yang praktis dan mudah diatur juga mencerminkan gaya hidup wanita yang semakin aktif dan mandiri.

Era 1930-an: Keanggunan di Tengah Krisis

Meskipun dilanda Depresi Besar, tahun 1930-an menyaksikan kembalinya keanggunan dan feminitas dalam mode. Siluet menjadi lebih ramping dan memanjang, dengan garis bahu yang lebih lembut dan pinggang yang kembali ke posisi alami.

Gaun malam menjadi lebih mewah, seringkali terbuat dari bahan seperti sutra dan satin, dengan potongan yang menonjolkan lekuk tubuh. Pengaruh Hollywood sangat terasa, dengan bintang-bintang film seperti Greta Garbo dan Marlene Dietrich menjadi ikon gaya. Mereka menginspirasi banyak wanita untuk meniru gaya berpakaian dan rambut mereka. Gaya rambut yang populer pada masa itu termasuk rambut bergelombang yang ditata dengan rapi dan elegan.

Pakaian sehari-hari pun mencerminkan kesederhanaan namun tetap elegan, dengan rok A-line dan blus yang serasi. Topi menjadi aksesori penting, seringkali dihiasi dengan pita atau bunga.

Gaya berpakaian pada era ini mencoba memberikan sedikit pelarian dari kenyataan pahit akibat krisis ekonomi. Meskipun anggaran terbatas, orang-orang tetap berusaha untuk tampil rapi dan elegan, menunjukkan ketahanan dan semangat untuk tetap maju. Bahkan dengan sumber daya yang terbatas, kreativitas tetap berkembang, dengan orang-orang menemukan cara untuk mendaur ulang dan menyesuaikan pakaian mereka agar tetap modis.

Era 1940-an: Fungsionalitas dan Semangat Perang

Perang Dunia II mendominasi tahun 1940-an, dan dampaknya sangat terasa dalam mode. Keterbatasan bahan dan rasionalisasi produksi mendorong munculnya gaya yang lebih fungsional dan praktis.

Pakaian wanita mengadopsi elemen militer, seperti bahu yang lebar dan tegas, rok pensil yang praktis, dan penggunaan bahan yang tahan lama. Penggunaan bahan seperti nilon dan rayon menjadi lebih umum karena ketersediaannya yang lebih besar dibandingkan dengan bahan-bahan mewah seperti sutra.

Seragam militer menjadi inspirasi utama, dan celana panjang mulai diterima sebagai pakaian sehari-hari bagi wanita yang bekerja di pabrik.

Meskipun ada keterbatasan, kreativitas tetap muncul, terutama dalam penggunaan aksesori dan detail kecil untuk menambahkan sentuhan pribadi. Semangat optimisme dan ketahanan terpancar melalui pilihan mode yang kuat dan berdaya. Gaya rambut juga mengalami perubahan, dengan model rambut yang lebih praktis dan mudah diatur, mencerminkan kebutuhan wanita yang semakin aktif dalam pekerjaan dan kegiatan sosial. Gaya rambut "victory rolls" menjadi populer, melambangkan semangat patriotik dan ketahanan.

Era 1950-an: New Look dan Kembalinya Feminitas Klasik

Pasca-perang, tahun 1950-an membawa revolusi mode dengan diperkenalkannya "New Look" oleh Christian Dior pada tahun 1947. Gaya ini menandai kembalinya feminitas klasik yang mewah, dengan siluet jam pasir yang dramatis: pinggang yang sangat ramping,

dada yang penuh, dan rok yang mengembang lebar. Bahan-bahan mewah seperti sutra, satin, dan wol kembali populer. New Look menjadi simbol harapan dan optimisme setelah masa perang yang sulit.

Pakaian sehari-hari pun mencerminkan keanggunan, dengan gaun rok A-line, rok lipit, dan blus yang feminin.

Budaya pop, terutama film dan musik rock and roll, mulai memengaruhi gaya anak muda, dengan munculnya jaket kulit, celana jeans, dan gaya yang lebih santai namun tetap berkarakter. Gaya rambut juga menjadi fokus utama, dengan model rambut yang ditata dengan rapi dan menggunakan banyak hairspray untuk menciptakan volume dan bentuk yang sempurna. Gaya rambut "poodle cut" dan "bouffant" menjadi tren di kalangan wanita.

Era 1960-an: Revolusi Mini dan Budaya Muda

Tahun 1960-an adalah dekade perubahan sosial yang radikal, dan mode menjadi salah satu ekspresi utamanya. Munculnya gaya Mod dan revolusi rok mini menandai pergeseran besar menuju gaya yang lebih muda, berani, dan eksperimental.

Siluet menjadi lebih lurus dan geometris, dengan gaun A-line dan tunik yang populer. Warna-warna cerah, motif grafis, dan bahan-bahan baru seperti PVC dan vinil mendominasi. Desainer seperti Mary Quant menjadi pelopor dalam menciptakan gaya yang revolusioner dan berani.

Budaya pop, musik rock, dan gerakan hippie juga memberikan pengaruh besar, memperkenalkan gaya yang lebih bebas, bohemian, dan ekspresif. Ikon seperti Twiggy dan Audrey Hepburn menjadi simbol gaya dekade ini.

Gaya rambut juga mengalami perubahan drastis, dengan model rambut pendek yang menjadi sangat populer, serta penggunaan makeup yang lebih berani dan eksperimental. Penggunaan eyeliner tebal dan bulu mata palsu menjadi ciri khas gaya makeup pada era ini.

Era 1970-an: Disko, Punk, dan Kebebasan Ekspresi

Tahun 1970-an adalah dekade yang beragam dalam hal mode, mencerminkan berbagai subkultur yang berkembang. Era disko membawa gaya yang glamor dan berkilauan, dengan celana bell-bottom, atasan berkilauan, dan sepatu platform. Di sisi lain, gerakan punk muncul sebagai reaksi terhadap kemapanan, menampilkan gaya yang kasar, DIY (Do It Yourself), dan provokatif, dengan jaket kulit robek, celana ketat berlubang, dan rambut berwarna-warni. Band punk seperti Sex Pistols menjadi ikon gaya dan musik pada era ini.

Gaya bohemian dan hippie dari dekade sebelumnya terus berlanjut, dengan pakaian longgar, motif bunga, dan bahan alami. Kebebasan berekspresi menjadi kunci, memungkinkan individu untuk menciptakan gaya mereka sendiri.

Musik memainkan peran penting dalam membentuk gaya pada era ini. Disko, punk, dan rock memiliki pengaruh yang kuat terhadap cara orang berpakaian dan mengekspresikan diri. Gaya rambut afro menjadi populer di kalangan komunitas Afrika-Amerika, melambangkan kebanggaan dan identitas budaya.

Era 1980-an: Kekuatan Power Dressing dan Budaya Pop yang Berani

Tahun 1980-an dikenal dengan gaya yang berani, berlebihan, dan penuh percaya diri. Power dressing menjadi tren utama bagi wanita karier, dengan setelan jas berpotongan tegas, bahu lebar yang dipertegas dengan bantalan, dan rok pensil.

Di sisi lain, budaya pop dan musik MTV memunculkan gaya yang lebih eklektik dan eksperimental. Pakaian olahraga menjadi bagian dari mode sehari-hari, dengan celana tracksuit, jaket bomber, dan sepatu kets yang populer.

Warna-warna neon, motif animal print, dan aksesori besar seperti anting-anting menjuntai dan gelang tebal mendominasi. Gaya rambut bervolume dan riasan yang mencolok melengkapi tampilan ikonik dekade ini.

Pengaruh selebriti dan video musik sangat kuat dalam membentuk tren pada era ini. Orang-orang terinspirasi oleh gaya berpakaian idola mereka dan berusaha untuk meniru tampilan mereka. Madonna menjadi ikon gaya yang sangat berpengaruh pada era ini, dengan gaya berpakaiannya yang berani dan provokatif.

Era 1990-an: Minimalisme, Grunge, dan Awal Streetwear

Tahun 1990-an menyaksikan pergeseran menuju minimalisme dan kesederhanaan, sebagai reaksi terhadap kelebihan dekade sebelumnya.

Gaya grunge yang terinspirasi dari musik rock alternatif menjadi tren besar, menampilkan pakaian longgar, flanel, jeans robek, dan sepatu bot. Di sisi lain, minimalisme ala desainer seperti Calvin Klein dan Helmut Lang menawarkan siluet yang bersih, warna netral, dan bahan berkualitas.

Streetwear mulai mendapatkan pijakan, dengan munculnya merek-merek seperti Tommy Hilfiger dan Nautica yang mempopulerkan gaya kasual yang terinspirasi dari olahraga dan budaya hip-hop.

Celana kargo, hoodie, dan sneakers menjadi item wajib. Gaya rambut dan makeup juga mencerminkan kesederhanaan pada era ini, dengan tampilan yang lebih natural dan tidak berlebihan. Gaya rambut "The Rachel" yang dipopulerkan oleh Jennifer Aniston menjadi sangat populer.

Era 2000-an: Y2K, Pop Culture, dan Globalisasi Mode

Memasuki milenium baru, tahun 2000-an (atau era Y2K) ditandai dengan gaya yang terinspirasi dari budaya pop, teknologi, dan estetika futuristik.

Pakaian yang memamerkan perut (crop tops), celana berpinggang rendah, jeans belel, dan warna-warna cerah menjadi populer. Pengaruh musik pop, R&B, dan reality show televisi sangat kuat. Globalisasi mode semakin terasa, dengan merek-merek internasional yang semakin mudah diakses. Internet dan e-commerce mulai memainkan peran penting dalam penyebaran tren mode.

Tren seperti gaya boho-chic dan pengaruh dari bintang pop seperti Britney Spears dan Christina Aguilera mendefinisikan estetika dekade ini. Aksesori seperti tas baguette dan kacamata hitam besar menjadi ciri khas.

Perkembangan teknologi juga mulai memengaruhi mode, dengan munculnya pakaian dan aksesori yang dilengkapi dengan fitur-fitur teknologi. Munculnya ponsel dan perangkat digital lainnya memengaruhi cara orang berinteraksi dengan mode dan berbagi gaya mereka.

Era 2010-an: Athleisure, Media Sosial, dan Individualitas

Tahun 2010-an didominasi oleh tren athleisure, di mana pakaian olahraga mulai diadopsi sebagai pakaian sehari-hari.

Kenyamanan dan fungsionalitas menjadi prioritas, dengan celana legging, hoodie, dan sepatu kets yang menjadi bagian integral dari lemari pakaian. Media sosial, terutama Instagram, memainkan peran krusial dalam menyebarkan tren dan membentuk gaya. Munculnya influencer mode mengubah cara orang menemukan dan mengadopsi tren. Mereka menjadi sumber inspirasi dan panduan gaya bagi banyak orang.

Individualitas dan ekspresi diri menjadi lebih penting, dengan semakin banyaknya pilihan gaya yang memungkinkan orang untuk menciptakan tampilan unik mereka sendiri. Streetwear terus berkembang, menjadi kekuatan dominan dalam industri fashion. Kesadaran akan isu-isu sosial dan lingkungan juga mulai memengaruhi mode, dengan semakin banyaknya merek yang mengusung konsep keberlanjutan dan etika produksi. Merek-merek seperti Patagonia menjadi contoh merek yang mengutamakan keberlanjutan.

Era 2020-an dan Seterusnya: Keberlanjutan, Digitalisasi, dan Mode Tanpa Batas

Memasuki dekade 2020-an, industri fashion menghadapi tantangan dan peluang baru. Kesadaran akan keberlanjutan dan etika produksi semakin meningkat, mendorong permintaan akan mode yang ramah lingkungan dan diproduksi secara bertanggung jawab.

Digitalisasi merambah lebih dalam, dengan teknologi seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) mulai mengubah cara kita berinteraksi dengan mode. 

Streetwear terus berevolusi, berkolaborasi dengan merek-merek mewah dan merangkul estetika yang lebih beragam. Mode menjadi semakin inklusif, merayakan keragaman tubuh, gender, dan latar belakang.

Tren seperti gender-fluid fashion dan penekanan pada kenyamanan dan keserbagunaan kemungkinan akan terus membentuk lanskap mode di masa depan, di mana batasan antara fisik dan digital semakin kabur. Teknologi blockchain juga mulai digunakan untuk melacak asal-usul dan keberlanjutan produk fashion.

Mode kini tidak hanya tentang pakaian, tetapi juga tentang nilai-nilai yang kita anut dan pesan yang ingin kita sampaikan. Kita dapat mengekspresikan identitas, keyakinan, dan aspirasi kita melalui pilihan gaya kita.

Gaya adalah cerminan diri dan cara kita berinteraksi dengan dunia.

Setiap dekade dalam sejarah fashion menawarkan lebih dari sekadar pakaian ia menawarkan jendela ke dalam jiwa zaman itu.

Dari pemberontakan flapper yang membebaskan hingga ekspresi diri tanpa batas dari streetwear modern, tren mode terus berevolusi, mencerminkan perubahan nilai-nilai sosial, kemajuan teknologi, dan dinamika budaya yang tak henti-hentinya.

Memahami perjalanan ini tidak hanya memperkaya apresiasi kita terhadap seni berpakaian, tetapi juga memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kita sebagai masyarakat telah tumbuh dan berubah. Dengan memahami sejarah mode, kita dapat lebih menghargai keberagaman gaya dan ekspresi diri, serta membuat pilihan yang lebih bijak dan berkelanjutan dalam berpakaian. Kita juga dapat belajar dari kesalahan masa lalu dan berkontribusi pada industri fashion yang lebih etis dan bertanggung jawab. Untuk pemahaman lebih lanjut tentang sejarah fashion, Anda dapat mengunjungi Wikipedia tentang Mode.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0