Menguak Makna Fauna: Simbol Kosmologi Jawa di Relief Karmawibhangga Borobudur

VOXBLICK.COM - Dunia sejarah penuh dengan kisah menarik, konflik, dan transformasi yang membentuk peradaban kita. Di antara warisan agung yang disisakan oleh masa lalu, Candi Borobudur berdiri megah sebagai monumen kejeniusan arsitektur dan spiritualitas. Lebih dari sekadar tumpukan batu, Borobudur adalah sebuah kitab visual yang mengisahkan ajaran Buddha, dan di lapisan paling bawahnya, tersembunyi sebuah narasi mendalam tentang hukum sebab-akibat yang dikenal sebagai relief Karmawibhangga. Namun, di balik kisah-kisah moral yang gamblang, terdapat sebuah dimensi lain yang tak kalah menarik: simbolisme fauna yang kaya, merefleksikan kosmologi Jawa kuno dan ajaran etika yang membentuk pandangan dunia masyarakat kala itu.
Relief Karmawibhangga, yang secara harfiah berarti "hukum sebab-akibat," adalah rangkaian relief tersembunyi di kaki candi Borobudur.
Relief ini menggambarkan berbagai tindakan manusia, baik yang baik maupun yang buruk, serta konsekuensi yang menyertainya di kehidupan sekarang maupun yang akan datang. Ditemukan kembali pada akhir abad ke-19 oleh Dr. J.W. Ijzerman, relief ini semula tertutup oleh tumpukan batu (undakan tambahan) yang kemungkinan berfungsi sebagai penopang struktural atau mungkin disengaja untuk menyembunyikan ajaran yang sangat fundamental dari pandangan umum, hanya untuk mereka yang telah siap secara spiritual. Di antara adegan-adegan kehidupan manusia, hewan-hewan muncul sebagai representasi yang kuat, bukan sekadar pelengkap, melainkan kunci untuk menguak makna tersembunyi dari kosmologi Jawa.

Fauna sebagai Cerminan Kosmik dan Moral
Dalam pandangan Jawa kuno, alam semesta adalah jalinan kompleks antara manusia, alam, dan kekuatan ilahi. Hewan-hewan, dengan karakteristik uniknya, seringkali menjadi jembatan antara dunia fisik dan metafisik.
Di relief Karmawibhangga, representasi fauna tidaklah acak setiap hewan membawa bobot simbolis yang mendalam, memperkuat pesan moral dan kosmologis yang ingin disampaikan:
- Ular (Naga): Ular atau naga adalah salah satu simbol paling purba dan universal. Di Jawa, naga sering diidentikkan dengan kesuburan, air, bumi, dan kekuatan bawah tanah. Kehadirannya di relief bisa melambangkan energi kosmik yang mengalir, penjaga kekayaan alam, atau bahkan aspek kesuburan dan kemakmuran yang bisa diraih melalui perbuatan baik, atau kehancuran jika disalahgunakan.
- Gajah: Gajah adalah simbol kekuatan, kebijaksanaan, dan keagungan. Dalam tradisi Buddha, gajah putih sering dikaitkan dengan kelahiran Buddha. Di Karmawibhangga, gajah mungkin melambangkan kekuasaan yang adil, ketenangan batin, atau kekuatan spiritual yang diperoleh dari perbuatan bajik. Sebaliknya, gajah yang liar atau agresif bisa menggambarkan nafsu atau kekuasaan yang tidak terkendali.
- Singa dan Makara: Singa, meskipun bukan fauna asli Jawa, sering muncul dalam seni pahat sebagai simbol keberanian, kekuatan, dan perlindungan. Makara, makhluk mitologi dengan kepala gajah atau singa dan tubuh ikan atau naga, adalah penjaga gerbang dan simbol kesuburan serta sumber kehidupan. Kehadiran mereka menegaskan perlindungan ilahi terhadap kebaikan dan peringatan terhadap kejahatan.
- Burung (Garuda, Merak, dll.): Burung secara umum sering dikaitkan dengan alam atas, kebebasan, dan spiritualitas. Garuda, makhluk mitologi yang perkasa, melambangkan kebebasan dari ikatan duniawi dan perjalanan spiritual menuju pencerahan. Burung merak yang indah bisa melambangkan keindahan yang lahir dari kebaikan, atau bahkan kesombongan yang bisa berujung pada kejatuhan.
- Ikan dan Hewan Air: Ikan dan hewan air lainnya melambangkan kelimpahan, aliran kehidupan, dan alam bawah sadar. Dalam konteks karma, mereka bisa menunjukkan siklus kehidupan dan kematian yang tak terputus, atau rezeki yang mengalir bagi mereka yang berbuat baik.
- Hewan Ternak (Sapi, Kambing, Babi): Hewan-hewan ini sering muncul dalam konteks kehidupan sehari-hari, melambangkan mata pencarian, kemakmuran, tetapi juga bisa menggambarkan nafsu duniawi atau kebodohan jika digambarkan dalam adegan-adegan negatif. Babi, misalnya, sering dikaitkan dengan keserakahan atau ketamakan.
Kosmologi Jawa dan Ajaran Moral yang Mendalam
Simbolisme fauna ini terintegrasi erat dengan kosmologi Jawa kuno yang melihat alam semesta sebagai sebuah tatanan hierarkis, di mana setiap makhluk memiliki tempat dan perannya.
Relief Karmawibhangga berfungsi sebagai media visual yang mengajarkan prinsip-prinsip moral Buddha tentang karma (perbuatan), phala (hasil), dan samsara (siklus kelahiran kembali). Melalui penggambaran hewan-hewan ini, masyarakat diajak untuk merenungkan konsekuensi dari setiap tindakan mereka. Seekor kera yang mencuri bisa menjadi peringatan tentang keserakahan, sementara seekor burung yang merawat anaknya mungkin melambangkan kasih sayang dan tanggung jawab.
Penggunaan fauna dalam narasi moral ini membuat ajaran yang kompleks menjadi lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum yang mungkin tidak memiliki akses ke teks-teks filosofis.
Relief-relief ini adalah "kitab suci" yang terpahat, di mana setiap pahatan adalah sebuah kalimat, dan setiap hewan adalah sebuah kata kunci yang membuka pemahaman akan hukum alam semesta. Ini menunjukkan kecerdasan para seniman dan pemikir Jawa kuno dalam mengkomunikasikan nilai-nilai luhur melalui medium seni.
Mengapresiasi Warisan Abadi
Menguak makna fauna di relief Karmawibhangga Borobudur adalah sebuah perjalanan yang melampaui sekadar mengagumi keindahan seni pahat.
Ini adalah upaya untuk memahami cara pandang dunia masyarakat Jawa kuno, bagaimana mereka menginterpretasikan alam semesta, dan bagaimana mereka berusaha menanamkan nilai-nilai moral kepada generasi. Simbolisme ini tidak hanya relevan pada masanya, tetapi juga menawarkan wawasan abadi tentang sifat manusia dan konsekuensi dari tindakan kita. Borobudur, dengan segala detailnya, adalah bukti bahwa sejarah adalah cermin yang tak pernah berhenti merefleksikan pelajaran berharga.
Setiap kunjungan ke Borobudur, atau bahkan sekadar merenungkan gambar-gambar reliefnya, adalah kesempatan untuk terhubung dengan kebijaksanaan masa lalu.
Dari relief Karmawibhangga, kita diajak untuk melihat bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, memiliki dampak, dan bahwa alam semesta ini adalah sebuah sistem yang adil. Sejarah, dengan segala kompleksitas dan keindahannya, adalah guru terbaik kita. Marilah kita menghargai perjalanan waktu, meresapi setiap kisah yang terukir, dan menemukan inspirasi untuk membangun masa depan yang lebih baik berdasarkan pelajaran dari masa lalu.
Apa Reaksi Anda?






