Dari Medan Perang ke Garis Finis: Kisah Epik di Balik Sejarah Maraton Dunia


Sabtu, 30 Agustus 2025 - 02.05 WIB
Dari Medan Perang ke Garis Finis: Kisah Epik di Balik Sejarah Maraton Dunia
Kisah Epik Sejarah Maraton (Foto oleh Dave LZ di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Setiap derap langkah puluhan ribu pelari yang memadati jalanan kota-kota besar dunia saat ini beresonansi dengan sebuah gema dari masa lalu sebuah kisah tunggal tentang seorang prajurit pembawa pesan.

Lari maraton, lebih dari sekadar perlombaan, adalah sebuah perayaan atas daya tahan manusia yang epik. Sejarah maraton terbentang dari medan perang Yunani kuno hingga menjadi simbol perdamaian dan pencapaian pribadi di era modern. Perjalanan ini bukanlah garis lurus, melainkan sebuah narasi yang kaya akan mitos, kebangkitan kembali, dan evolusi yang menakjubkan.

Legenda Pheidippides: Mitos atau Fakta di Balik Asal Usul Maraton?

Kisah yang paling sering dikutip sebagai asal usul maraton adalah legenda seorang prajurit Athena bernama Pheidippides. Pada tahun 490 SM, pasukan Athena yang kalah jumlah secara mengejutkan berhasil memukul mundur invasi Kekaisaran Persia dalam Pertempuran Marathon.

Menurut legenda yang dipopulerkan oleh sejarawan seperti Plutarch berabad-abad kemudian, Pheidippides ditugaskan untuk berlari dari medan perang di Marathon ke Athena untuk mengabarkan kemenangan. Jaraknya kira-kira 40 kilometer. Setelah tiba di agora Athena, ia dengan napas terakhirnya meneriakkan “Nenikēkamen!” (Kita menang!) sebelum akhirnya roboh dan meninggal karena kelelahan. Kisah dramatis inilah yang menjadi fondasi inspiratif dari sejarah maraton.

Namun, para sejarawan modern menyoroti bahwa catatan sejarah kontemporer paling awal, yang ditulis oleh Herodotus, menceritakan kisah yang sedikit berbeda. Herodotus menyebutkan seorang kurir bernama Pheidippides yang berlari dari Athena ke Sparta jarak yang jauh lebih ekstrem, sekitar 240 kilometer untuk meminta bantuan sebelum pertempuran dimulai. Tidak ada catatan dari Herodotus tentang lari dari Marathon ke Athena setelah kemenangan.

Terlepas dari perdebatan akademis mengenai detail akuratnya, semangat pengorbanan dan daya tahan luar biasa dari legenda Pheidippides telah terpatri selamanya sebagai inti dari asal usul maraton. Mitos ini menangkap esensi dari apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah lari maraton: pengorbanan total demi sebuah tujuan.

Kelahiran Kembali di Olimpiade Modern 1896

Selama ribuan tahun, kisah heroik ini hanya menjadi catatan kaki dalam sejarah kuno. Namun, ide tersebut dihidupkan kembali pada akhir abad ke-19 oleh seorang filolog dan sejarawan Prancis, Michel Bréal. Saat merencanakan Olimpiade modern pertama bersama Pierre de Coubertin, Bréal mengusulkan untuk menciptakan sebuah perlombaan lari jarak jauh untuk menghormati legenda Pheidippides.

Usulannya diterima dengan antusias, terutama oleh tuan rumah Yunani yang melihatnya sebagai cara untuk menghubungkan Olimpiade modern dengan kejayaan masa lalu mereka. Maka, pada 10 April 1896, lomba lari maraton pertama dalam sejarah modern diselenggarakan. Rutenya mengikuti jejak legendaris dari jembatan Marathon ke Stadion Panathenaic di Athena. Dari 17 atlet yang memulai, hanya segelintir yang berhasil finis.

Pemenangnya adalah seorang penggembala dan pengantar air Yunani bernama Spyridon Louis. Kemenangannya disambut dengan euforia luar biasa oleh publik Yunani. Raja George I dari Yunani bahkan ikut berlari bersamanya di beberapa meter terakhir. Kemenangan Louis tidak hanya menjadikannya pahlawan nasional tetapi juga mengukuhkan lari maraton sebagai acara puncak Olimpiade, sebuah ujian pamungkas bagi para atlet.

Penetapan Jarak Resmi: Peran Keluarga Kerajaan Inggris

Pada beberapa Olimpiade awal, jarak maraton tidak sepenuhnya standar, berkisar antara 40 hingga 42 kilometer.

Standardisasi yang kita kenal sekarang, 42,195 kilometer (26 mil 385 yard), justru lahir dari sebuah kebetulan yang melibatkan keluarga kerajaan Inggris pada Olimpiade London 1908. Panitia penyelenggara menetapkan titik start di halaman Kastil Windsor agar anak-anak Pangeran Wales (calon Raja George V) dapat menyaksikannya dari jendela kamar mereka. Garis finis ditempatkan di depan kotak kerajaan di dalam White City Stadium.

Jarak yang tidak biasa inilah yang kemudian menjadi standar. Selama bertahun-tahun, para atlet maraton berlomba dalam jarak yang bervariasi. Namun, popularitas dan drama dari lomba tahun 1908, di mana pelari Italia Dorando Pietri pingsan beberapa meter dari garis finis dan harus dibantu, membuat jarak tersebut menjadi ikonik.

Akhirnya, pada tahun 1921, Federasi Atletik Amatir Internasional (IAAF), yang kini dikenal sebagai World Athletics, secara resmi menetapkan 42,195 km sebagai jarak maraton standar di seluruh dunia. Keputusan ini menyatukan semua perlombaan di bawah satu standar, memungkinkan perbandingan rekor dan pencapaian yang adil bagi setiap atlet maraton.

Evolusi Lari Maraton: Dari Ajang Elit Menjadi Fenomena Global

Setelah penetapan jarak resmi, lari maraton terus berkembang sebagai kompetisi bagi atlet-atlet elit. Namun, ledakan popularitasnya sebagai acara partisipasi massal baru terjadi pada paruh kedua abad ke-20. Gerakan lari yang melanda Amerika Serikat pada tahun 1970-an, dipelopori oleh tokoh-tokoh seperti Frank Shorter yang memenangkan emas Olimpiade 1972, mengubah persepsi publik.

Lari maraton tidak lagi hanya untuk segelintir atlet super, tetapi menjadi tujuan yang dapat dicapai oleh orang biasa yang gigih. Lahirnya ajang lari maraton kota besar seperti New York City Marathon, Boston Marathon (yang tertua dan diselenggarakan setiap tahun sejak 1897), London, Berlin, Chicago, dan Tokyo yang kini membentuk Abbott World Marathon Majors mengubah wajah olahraga ini.

Acara-acara ini menarik puluhan ribu peserta dari seluruh dunia, menciptakan festival lari yang meriah. Sejarah maraton modern ditandai oleh momen-momen ikonik, seperti Abebe Bikila dari Ethiopia yang memenangkan emas Olimpiade Roma 1960 dengan bertelanjang kaki, atau Kathrine Switzer yang mendobrak batasan gender dengan secara resmi mengikuti Boston Marathon pada 1967 ketika wanita dilarang berpartisipasi.

Kini, lari maraton adalah fenomena global yang merangkul semua kalangan, usia, dan kemampuan. Para atlet maraton elit seperti Eliud Kipchoge, yang berhasil memecahkan batas dua jam dalam kondisi terkontrol, terus mendorong batas kemampuan manusia.

Namun, di belakang mereka ada jutaan pelari amatir yang berlari untuk tujuan pribadi: untuk amal, untuk mengatasi tantangan, atau sekadar untuk membuktikan kepada diri sendiri bahwa mereka bisa. Keberhasilan dalam lari maraton bukan hanya tentang kecepatan, tetapi tentang ketekunan.

Tantangan Fisik dan Mental dalam Lari Maraton

Menyelesaikan jarak maraton adalah salah satu tantangan fisik dan mental terberat dalam olahraga.

Secara fisiologis, tubuh seorang pelari didorong hingga batasnya. Pelari harus menghadapi risiko dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, dan yang paling ditakuti, menabrak 'dinding' (hitting the wall), sebuah kondisi di mana simpanan glikogen tubuh habis, menyebabkan kelelahan ekstrem. Setiap atlet maraton, dari pemula hingga profesional, harus melatih tubuh mereka selama berbulan-bulan untuk mengatasi tuntutan ini.

Akan tetapi, pertarungan sesungguhnya sering kali terjadi di dalam pikiran. Keraguan, rasa sakit, dan keinginan untuk menyerah adalah lawan yang harus ditaklukkan di setiap kilometer terakhir. Di sinilah semangat asli dari asal usul maraton terasa paling nyata. Pelari modern, sama seperti Pheidippides, harus menggali jauh ke dalam cadangan kekuatan mental mereka untuk terus maju.

Menyelesaikan lari maraton adalah sebuah kemenangan atas keterbatasan diri, sebuah bukti bahwa dengan persiapan dan kemauan, hal yang tampaknya mustahil dapat dicapai. Informasi mengenai catatan sejarah, seperti waktu tempuh atau jarak pasti pada era kuno, sering kali bervariasi antar sumber.

Data yang disajikan di sini didasarkan pada konsensus yang diterima oleh komite sejarah olahraga seperti yang didokumentasikan oleh Komite Olimpiade Internasional. Kisah sejarah maraton bukan hanya tentang catatan waktu atau medali; ini adalah cerminan dari potensi tak terbatas dalam diri manusia.

Setiap langkah dalam lari maraton, atau bahkan lari santai di sekitar lingkungan, adalah investasi bagi kesehatan fisik dan ketenangan pikiran. Menemukan ritme dalam gerak, merasakan detak jantung yang kuat, adalah cara kita terhubung kembali dengan kekuatan purba yang sama, yang mendorong Pheidippides berlari melintasi daratan Yunani ribuan tahun lalu.

Ini adalah warisan yang terus hidup, bukan hanya di garis finis, tetapi dalam setiap individu yang berani memulai.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0