Defisit APBN Rp 371 Triliun, Ini Efeknya Pada Keuangan Pribadi

Oleh VOXBLICK

Rabu, 15 Oktober 2025 - 10.10 WIB
Defisit APBN Rp 371 Triliun, Ini Efeknya Pada Keuangan Pribadi
Defisit APBN dan Keuangan Anda (Foto oleh Monstera Production)

VOXBLICK.COM - Angka Rp 371 triliun mungkin terdengar seperti statistik yang jauh, sebuah urusan pemerintah yang tidak ada sangkut pautnya dengan kantong Anda. Namun, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar ini bukanlah sekadar deretan digit di laporan keuangan negara. Ini adalah sinyal kuat yang bisa memengaruhi seberapa tebal dompet Anda, harga kebutuhan pokok di pasar, hingga potensi keuntungan investasi Anda di masa depan. Mari kita bongkar bagaimana urusan negara ini bisa langsung terasa di meja makan Anda.

Defisit APBN terjadi ketika total belanja negara melebihi total pendapatan yang dikumpulkan. Pemerintah, layaknya rumah tangga yang pengeluarannya lebih besar dari pemasukan, harus mencari cara untuk menambal kekurangan tersebut.

Biasanya, pemerintah akan meminjam dana, baik dari dalam negeri (misalnya melalui penerbitan Surat Utang Negara/SUN) maupun dari luar negeri. Ini bukan hal yang aneh banyak negara melakukannya. Namun, besarnya defisit dan cara pembiayaannya lah yang menjadi krusial dalam menentukan dampak pada keuangan pribadi kita.

Defisit APBN Rp 371 Triliun, Ini Efeknya Pada Keuangan Pribadi
Defisit APBN Rp 371 Triliun, Ini Efeknya Pada Keuangan Pribadi (Foto oleh Photo By: Kaboompics.com)

Efek Domino Defisit APBN pada Inflasi dan Daya Beli

Salah satu dampak paling langsung dari defisit APBN, terutama jika pembiayaannya dilakukan dengan cara yang kurang hati-hati, adalah inflasi.

Bayangkan begini: jika pemerintah meminjam terlalu banyak dari pasar domestik, atau bahkan mencetak uang (meskipun ini jarang terjadi di era modern), jumlah uang yang beredar di masyarakat akan meningkat. Sementara itu, jumlah barang dan jasa yang tersedia tidak langsung bertambah. Akibatnya? Harga-harga cenderung naik. Uang Anda yang tadinya bisa membeli sepuluh butir telur, kini mungkin hanya cukup untuk delapan. Ini adalah erosi daya beli yang nyata, langsung memotong nilai tabungan dan pendapatan Anda.

Kenaikan harga barang dan jasa, atau yang kita kenal sebagai inflasi, akan membuat biaya hidup semakin tinggi.

Gaji yang Anda terima mungkin terasa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi jika pendapatan tidak ikut naik seiring dengan inflasi. Ini adalah tantangan besar bagi setiap individu dalam menjaga stabilitas keuangan pribadinya.

Defisit APBN dan Lonjakan Suku Bunga

Ketika pemerintah gencar meminjam untuk menutup defisit, mereka bersaing dengan sektor swasta (perusahaan dan individu) untuk mendapatkan dana.

Untuk menarik investor agar mau membeli surat utang pemerintah, imbal hasil atau bunga yang ditawarkan harus menarik. Ini bisa mendorong kenaikan suku bunga acuan secara umum. Bagi Anda, kenaikan suku bunga berarti:

  • Biaya Pinjaman Lebih Mahal: Cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kredit kendaraan, atau pinjaman pribadi bisa ikut naik. Bagi Anda yang memiliki utang dengan bunga mengambang, ini adalah kabar buruk.
  • Potensi Keuntungan Tabungan/Deposito: Mungkin terlihat menguntungkan karena bunga tabungan bisa naik, namun seringkali kenaikannya tidak mampu mengimbangi laju inflasi. Jadi, meskipun nominalnya bertambah, nilai riilnya bisa jadi tergerus.

Kenaikan suku bunga juga bisa mengerem pertumbuhan ekonomi, karena perusahaan jadi enggan berinvestasi dan masyarakat mengurangi konsumsi akibat biaya pinjaman yang tinggi.

Lingkaran ini pada akhirnya bisa berdampak pada penciptaan lapangan kerja dan stabilitas pendapatan.

Dampak pada Peluang dan Portofolio Investasi Anda

Kondisi inflasi dan suku bunga yang bergejolak menciptakan ketidakpastian di pasar modal. Investor cenderung mencari aset yang lebih aman atau yang memberikan imbal hasil pasti. Bagaimana ini memengaruhi investasi Anda?

  • Saham: Perusahaan bisa tertekan oleh biaya produksi yang naik (akibat inflasi) dan biaya pinjaman yang tinggi (akibat suku bunga). Keuntungan perusahaan bisa tergerus, yang pada akhirnya memengaruhi harga saham dan potensi dividen.
  • Obligasi: Obligasi pemerintah mungkin menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi, tetapi obligasi korporasi bisa lebih berisiko jika perusahaan kesulitan membayar utang di tengah biaya pinjaman yang mahal.
  • Properti: Kenaikan suku bunga KPR bisa membuat daya beli masyarakat terhadap properti menurun, yang berpotensi menahan kenaikan harga properti atau bahkan menurunkannya di beberapa segmen, terutama untuk properti yang bergantung pada skema pembiayaan bank.

Penting untuk diingat, seperti yang sering disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), literasi keuangan adalah kunci. Memahami bagaimana faktor makroekonomi ini bekerja akan membantu Anda membuat keputusan investasi yang lebih cerdas, bukan sekadar ikut-ikutan tren. OJK selalu mengingatkan masyarakat untuk berinvestasi pada produk yang terdaftar dan diawasi, serta memahami risiko yang ada sebelum menempatkan dana.

Kebijakan Fiskal dan Tarif Internasional: Faktor Pelengkap

Selain defisit APBN, kebijakan fiskal lain seperti perubahan pajak atau subsidi, serta tarif internasional juga ikut memainkan peran.

Misalnya, kenaikan tarif impor bisa membuat barang-barang impor menjadi lebih mahal, yang kemudian memicu inflasi domestik. Demikian pula, pemotongan subsidi untuk komoditas tertentu bisa langsung dirasakan dampaknya oleh masyarakat melalui kenaikan harga.

Pemerintah juga memiliki opsi untuk melakukan pengetatan fiskal untuk mengurangi defisit, seperti memangkas belanja atau menaikkan pajak.

Langkah-langkah ini, meskipun bertujuan menyehatkan APBN, juga bisa memiliki dampak jangka pendek pada pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Apa yang Bisa Anda Lakukan: Melindungi Keuangan Pribadi Anda

Melihat dampaknya yang begitu luas, mungkin Anda bertanya, Lalu apa yang bisa saya lakukan? Meskipun Anda tidak bisa mengontrol kebijakan fiskal pemerintah, Anda bisa mengontrol keuangan pribadi Anda.

Ini adalah momen untuk lebih proaktif dan strategis.

  1. Perkuat Dana Darurat: Ini adalah benteng pertama Anda. Dengan inflasi yang menggerogoti daya beli, memiliki dana darurat yang cukup (minimal 3-6 bulan pengeluaran) sangat krusial untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi atau biaya tak terduga tanpa harus berutang.
  2. Tinjau Kembali Anggaran dan Pengeluaran: Lakukan audit terhadap pengeluaran Anda. Di mana Anda bisa berhemat? Prioritaskan kebutuhan dan kurangi keinginan. Ini akan membantu Anda menjaga daya beli meskipun ada inflasi dan kenaikan harga.
  3. Diversifikasi Portofolio Investasi: Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang. Pertimbangkan diversifikasi ke berbagai aset yang mungkin memiliki kinerja berbeda di tengah kondisi ekonomi yang fluktuatif, seperti emas, reksa dana pasar uang, atau bahkan properti (jika sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasi Anda). Pahami bahwa setiap aset memiliki karakteristik risiko dan potensi imbal hasil yang berbeda.
  4. Tingkatkan Keterampilan dan Pendapatan: Di tengah inflasi, pendapatan yang stagnan adalah musuh. Cari cara untuk meningkatkan sumber pendapatan Anda, baik melalui pengembangan keterampilan baru yang relevan dengan pasar kerja, pekerjaan sampingan, atau negosiasi gaji yang lebih baik di tempat kerja.
  5. Pahami Utang Anda: Jika Anda memiliki utang dengan bunga mengambang, perhatikan potensi kenaikan suku bunga. Pertimbangkan untuk melunasi utang berbunga tinggi terlebih dahulu atau melakukan konsolidasi utang jika memungkinkan untuk meringankan beban finansial.

Jadi, angka defisit APBN Rp 371 triliun bukan hanya berita di koran, melainkan sebuah cerminan dinamika ekonomi yang bisa meresap hingga ke pengeluaran bulanan dan potensi pertumbuhan kekayaan Anda.

Memahami hubungan antara kebijakan makro dan keuangan pribadi adalah langkah awal untuk menjadi individu yang lebih berdaya secara finansial. Dengan strategi yang tepat dalam mengelola keuangan, Anda bisa lebih siap menghadapi gelombang ekonomi apa pun yang datang. Perlu diingat, setiap keputusan finansial membawa konsekuensi, dan tidak ada jaminan keuntungan dalam investasi. Penting untuk selalu melakukan riset mendalam dan mempertimbangkan kondisi pribadi Anda sebelum mengambil langkah finansial apa pun.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0