Pekerja Amazon Saudi Arabia Menuntut Keadilan, Gaji Belum Dibayar

Oleh VOXBLICK

Rabu, 15 Oktober 2025 - 09.20 WIB
Pekerja Amazon Saudi Arabia Menuntut Keadilan, Gaji Belum Dibayar
Pekerja Amazon tuntut keadilan (Foto oleh Brett Jordan)

VOXBLICK.COM - Kisah pilu datang dari para pekerja gudang Amazon di Arab Saudi. Mereka adalah buruh migran, mayoritas dari negara-negara Asia, yang kini harus berjuang menuntut keadilan karena gaji mereka belum dibayar dan janji kompensasi finansial tak kunjung ditepati. Situasi ini bukan hanya soal uang, tapi juga tentang martabat dan hak asasi manusia yang terenggut.

Awalnya, para pekerja ini datang ke Arab Saudi dengan harapan besar. Mereka dijanjikan pekerjaan yang layak di fasilitas Amazon, dengan gaji yang cukup untuk menopang keluarga di kampung halaman. Namun, kenyataannya jauh panggang dari api.

Banyak dari mereka kini terdampar, tanpa penghasilan, dan terjerat utang akibat biaya perekrutan yang mencekik. Perusahaan raksasa e-commerce yang dikenal dengan efisiensi logistiknya ini kini menghadapi sorotan tajam atas perlakuan terhadap pekerjanya di salah satu pasar terbesarnya.

Pekerja Amazon Saudi Arabia Menuntut Keadilan, Gaji Belum Dibayar
Pekerja Amazon Saudi Arabia Menuntut Keadilan, Gaji Belum Dibayar (Foto oleh Brett Jordan)

Jerat Biaya Perekrutan Predatoris

Salah satu akar masalah utama yang dihadapi para buruh migran ini adalah sistem biaya perekrutan yang seringkali bersifat predatoris.

Para pekerja ini, yang sebagian besar berasal dari negara-negara seperti Bangladesh, India, dan Filipina, harus membayar sejumlah besar uang kepada agen perekrutan di negara asal mereka. Biaya ini bisa mencapai ribuan dolar, jumlah yang sangat besar bagi mereka, dan seringkali harus mereka pinjam dengan bunga tinggi.

Menurut laporan dari organisasi hak asasi manusia seperti Equidem, praktik ini telah lama menjadi masalah di Teluk. Para pekerja Amazon Saudi Arabia ini datang dengan harapan bisa melunasi utang tersebut dan mengirim uang ke keluarga.

Namun, ketika gaji tidak dibayar atau kontrak diputus secara sepihak, mereka terjebak dalam lingkaran setan utang yang tidak bisa dilunasi. "Saya membayar sekitar $3.000 kepada agen di Dhaka. Saya pinjam dari tetangga dan bank. Sekarang saya tidak punya uang untuk makan, apalagi melunasi utang," keluh seorang pekerja dari Bangladesh yang meminta namanya tidak disebutkan.

Suara Pekerja yang Terpinggirkan

Kisah-kisah para pekerja gudang Amazon ini hampir seragam: janji manis di awal, realitas pahit di kemudian hari.

Mereka melaporkan berbagai masalah, mulai dari kondisi kerja yang buruk, jam kerja yang tidak sesuai, hingga yang paling krusial, penundaan dan bahkan penghentian pembayaran gaji. Beberapa di antara mereka mengaku sudah berbulan-bulan tidak menerima upah, padahal mereka memiliki keluarga yang bergantung pada kiriman uang tersebut.

Sejumlah pekerja mengutarakan bahwa ketika mereka mencoba menuntut hak mereka, mereka dihadapkan pada birokrasi yang rumit atau bahkan ancaman. Beberapa bahkan dilaporkan dipecat atau kontraknya diputus tanpa pesangon yang layak.

Ini menciptakan ketakutan di kalangan pekerja lainnya untuk bersuara, meskipun mereka juga mengalami nasib serupa. "Kami hanya ingin gaji kami dibayar. Kami sudah bekerja keras, kami punya hak," kata seorang pekerja Filipina, suaranya terdengar putus asa.

Tanggapan Amazon dan Pihak Berwenang

Menanggapi tuduhan ini, Amazon secara global menyatakan komitmennya terhadap praktik ketenagakerjaan yang adil dan etis. Mereka mengklaim memiliki kebijakan ketat terhadap biaya perekrutan yang tidak pantas dan menjamin hak-hak pekerja.

Namun, realitas di lapangan, khususnya di Arab Saudi, tampaknya jauh berbeda. Sejauh ini, tanggapan konkret terhadap keluhan spesifik dari para pekerja Amazon Saudi Arabia ini masih minim atau belum memuaskan.

Pihak berwenang Arab Saudi juga menghadapi tekanan untuk menindaklanjuti kasus ini.

Sistem kafala (sponsor) yang berlaku di negara tersebut seringkali membuat buruh migran sangat bergantung pada majikan, membatasi kemampuan mereka untuk berganti pekerjaan atau menuntut keadilan tanpa risiko deportasi. Organisasi buruh internasional dan aktivis hak asasi manusia terus mendesak pemerintah Saudi untuk mereformasi sistem ini dan memastikan perlindungan yang lebih baik bagi buruh migran.

Dampak Jangka Panjang dan Seruan Keadilan

Kasus para pekerja Amazon di Arab Saudi ini bukan hanya insiden terpisah, melainkan cerminan dari masalah yang lebih luas dalam rantai pasok global dan perlakuan terhadap buruh migran.

Jika perusahaan sebesar Amazon tidak dapat menjamin hak-hak dasar pekerjanya, ini menimbulkan pertanyaan serius tentang akuntabilitas korporasi besar.

Beberapa dampak jangka panjang dari masalah ini meliputi:

  • Kerugian Finansial dan Psikologis: Pekerja tidak hanya kehilangan gaji, tetapi juga mengalami tekanan mental dan emosional yang berat akibat ketidakpastian dan utang.
  • Erosi Kepercayaan: Kepercayaan terhadap perusahaan multinasional dan sistem perekrutan tenaga kerja di Timur Tengah dapat terkikis.
  • Panggilan untuk Reformasi: Meningkatnya desakan dari aktivis dan organisasi internasional untuk reformasi hukum ketenagakerjaan dan sistem kafala.
  • Tuntutan Akuntabilitas: Perusahaan seperti Amazon dituntut untuk lebih transparan dan bertanggung jawab atas kondisi kerja di seluruh operasi global mereka, termasuk yang dioperasikan oleh kontraktor pihak ketiga.

Perjuangan para buruh migran Asia ini adalah seruan keras bagi keadilan.

Mereka hanya menginginkan apa yang menjadi hak mereka: gaji yang telah mereka hasilkan dengan kerja keras, kompensasi yang dijanjikan, dan perlindungan dari praktik perekrutan yang eksploitatif. Kisah mereka mengingatkan kita bahwa di balik kemudahan berbelanja online, ada wajah-wajah pekerja yang berjuang menuntut martabat dan hak asasi mereka.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0