Iklan 1970-an: Potret Peran Ganda Perempuan di Indonesia

VOXBLICK.COM - Dekade 1970-an di Indonesia adalah sebuah panggung di mana modernitas mulai bersanding dengan tradisi, pembangunan ekonomi berpacu dengan konsolidasi identitas nasional. Di tengah pusaran perubahan ini, perempuan Indonesia berdiri di persimpangan jalan, dihadapkan pada tuntutan yang semakin kompleks. Bukan hanya sebagai penjaga api rumah tangga, namun juga sebagai partisipan aktif dalam geliat pembangunan bangsa. Iklan media massa pada era tersebut, dengan segala visual dan narasi yang dibawanya, menjadi sebuah cermin yang tak hanya memantulkan realitas, tetapi juga turut membentuk persepsi masyarakat tentang peran ganda perempuan.
Menganalisis iklan-iklan dari periode ini menawarkan sebuah jendela unik untuk memahami dinamika sosial, budaya, dan ekonomi yang melingkupi kehidupan perempuan.
Dari majalah-majalah populer hingga televisi nasional yang mulai menjangkau lebih banyak rumah tangga, pesan-pesan komersial ini secara halus atau terang-terangan menggambarkan posisi perempuan yang terjebak antara idealisasi domestikasi dan dorongan untuk berkarya di ranah publik. Sebuah potret yang kompleks, melukiskan paradoks yang mendefinisikan perjuangan dan eksistensi perempuan di era Orde Baru.

Era Orde Baru dan Konstruksi Ideal Perempuan
Pada dekade 1970-an, Indonesia berada di bawah pemerintahan Orde Baru yang kuat, dengan visi pembangunan yang ambisius.
Dalam konteks ini, peran perempuan sering kali didefinisikan melalui lensa ideologi negara, terutama melalui konsep "lima peran wanita" atau Panca Dharma Wanita. Konsep ini menekankan perempuan sebagai:
- Pendamping suami yang setia.
- Pengurus rumah tangga.
- Pendidik dan pembina anak.
- Pencari nafkah tambahan (jika diperlukan).
- Anggota masyarakat yang berguna.
Meskipun poin keempat memberikan ruang bagi perempuan untuk beraktivitas ekonomi, penekanan utama tetap pada peran domestik dan reproduktif.
Kebijakan ini, yang disebarkan melalui berbagai kanal termasuk media massa, membentuk citra ideal perempuan yang terampil di dapur, rapi dalam berbusana, dan bijak dalam mendidik anak, namun juga mampu memberikan kontribusi ekonomi tanpa mengabaikan tugas utamanya di rumah. Iklan-iklan pada era tersebut secara jeli menangkap dan mereproduksi citra ini, menjadikannya norma yang diidealkan.
Iklan Sebagai Cermin Sosial: Antara Dapur dan Kantor
Analisis terhadap iklan-iklan 1970-an mengungkapkan sebuah narasi ganda yang menarik. Di satu sisi, perempuan secara dominan digambarkan dalam konteks domestik.
Iklan sabun cuci, deterjen, minyak goreng, margarin, dan produk makanan lainnya menampilkan perempuan sebagai sosok ibu dan istri yang cekatan, selalu siap menyajikan hidangan lezat atau memastikan kebersihan rumah. Visualisasi ini seringkali disertai dengan slogan-slogan yang mengaitkan kebahagiaan keluarga dengan kemampuan perempuan mengelola rumah tangga dengan baik.
Namun, seiring dengan meningkatnya partisipasi perempuan dalam sektor pendidikan dan ekonomi, muncul pula iklan yang merefleksikan peran perempuan di luar rumah.
Iklan kosmetik, produk perawatan kulit, fashion, hingga produk perkantoran mulai menampilkan perempuan sebagai individu yang aktif, modern, dan mandiri. Mereka digambarkan sebagai profesional yang berkarir, mahasiswi yang cerdas, atau sosialita yang modis. Iklan-iklan ini seringkali menonjolkan aspek kepercayaan diri, kecantikan, dan ambisi, seolah menawarkan "solusi" bagi perempuan untuk tampil prima di dua ranah yang berbeda.
Narasi Ganda dalam Visual dan Teks Iklan
Perpaduan dua citra yang bertolak belakang ini menciptakan sebuah narasi ganda yang kompleks.
Perempuan dalam iklan 1970-an dituntut untuk menjadi superwoman yang dapat menjalankan peran domestik dengan sempurna sambil tetap tampil menarik dan kompeten di ranah publik. Misalnya, iklan deterjen mungkin menampilkan seorang ibu yang tersenyum puas karena pakaian bersihnya, sementara iklan kosmetik menampilkan perempuan yang siap menghadapi tantangan hari kerja dengan wajah segar. Jarang sekali kedua peran ini ditampilkan secara bersamaan dalam satu iklan, melainkan secara terpisah, menekankan spesialisasi peran yang berbeda.
Pilihan kata dalam teks iklan juga sangat penting. Slogan-slogan yang menyasar perempuan domestik seringkali menggunakan kata-kata seperti "kebahagiaan keluarga", "cinta ibu", atau "hemat dan praktis".
Sementara itu, iklan yang menyasar perempuan modern menggunakan kata-kata seperti "pesona", "percaya diri", "sukses", atau "gaya hidup". Perbedaan narasi ini menunjukkan bagaimana pasar dan pembuat iklan berusaha menargetkan segmen perempuan yang berbeda atau, lebih sering, menawarkan solusi yang membantu perempuan menavigasi tuntutan ganda tersebut.
Dampak dan Warisan Representasi Iklan 1970-an
Representasi perempuan dalam iklan 1970-an memiliki dampak yang signifikan terhadap pembentukan pandangan masyarakat. Iklan tidak hanya menjual produk, tetapi juga ide dan nilai-nilai.
Dengan secara konsisten menampilkan perempuan dalam peran ganda, iklan-iklan ini secara tidak langsung melegitimasi dan menormalisasi harapan bahwa perempuan harus unggul di kedua ranah tersebut. Hal ini menciptakan tekanan sosial yang besar bagi perempuan untuk memenuhi standar yang seringkali tidak realistis.
Warisan dari iklan-iklan ini masih terasa hingga kini. Meskipun peran perempuan telah berkembang jauh lebih kompleks dan beragam, stereotip tentang "perempuan ideal" yang mahir di rumah tangga dan sukses di karir masih seringkali menghantui.
Iklan 1970-an menjadi bukti visual bagaimana masyarakat pada masa itu bergulat dengan definisi modernitas, kesetaraan gender, dan peran perempuan dalam pembangunan. Mereka adalah artefak sejarah yang berharga, yang menunjukkan bagaimana media massa berperan aktif dalam membentuk dan mencerminkan realitas sosial.
Memahami bagaimana iklan 1970-an merefleksikan peran ganda perempuan di Indonesia mengajarkan kita tentang evolusi nilai-nilai masyarakat dan tekanan yang dihadapi perempuan dalam berbagai era.
Sejarah, dengan segala lapisan dan nuansanya, senantiasa menawarkan pelajaran berharga tentang bagaimana masa lalu membentuk kita, dan bagaimana perjalanan waktu terus mengubah definisi peran dan identitas. Mengapresiasi dinamika ini adalah langkah penting untuk memahami kompleksitas masyarakat kita hari ini.
Apa Reaksi Anda?






