Apa Itu BESS dan Mengapa Ia Begitu Penting Bagi PLTS Indonesia?

VOXBLICK.COM - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sering disebut sebagai masa depan energi bersih Indonesia. Potensinya luar biasa besar, tapi ada satu masalah klasik yang menghantuinya: matahari tidak bersinar 24 jam. Saat malam tiba atau cuaca mendung, produksi listrik langsung anjlok.
Inilah yang membuat integrasi PLTS dalam skala besar menjadi tantangan serius bagi stabilitas jaringan listrik kita. Listrik yang naik-turun secara drastis bisa membuat pusing operator jaringan dan berisiko menyebabkan pemadaman. Namun, kini ada solusi yang digadang-gadang sebagai tandem sempurnanya, yaitu teknologi penyimpanan baterai atau yang lebih dikenal sebagai Battery Energy Storage System (BESS).
Kombinasi PLTS dan teknologi penyimpanan baterai ini bukan lagi sekadar konsep, melainkan sebuah keharusan untuk menyukseskan agenda transisi energi nasional.
Tanpa BESS, mimpi untuk memanfaatkan energi terbarukan secara maksimal akan sulit terwujud, dan kita akan terus bergantung pada pembangkit fosil yang mahal dan tidak ramah lingkungan.
Kenapa Matahari Saja Ternyata Tidak Cukup?
Bayangkan sebuah keran air yang alirannya tidak bisa diatur. Kadang deras sekali, kadang menetes pelan, bahkan kadang mati total. Begitulah sifat dasar PLTS.
Saat tengah hari bolong, produksinya melimpah ruah, seringkali melebihi permintaan listrik pada jam tersebut. Sebaliknya, saat sore hari menjelang malam ketika orang-orang pulang kerja dan menyalakan lampu serta perangkat elektronik beban puncak terjadi produksi PLTS justru sudah nol. Ketidaksesuaian antara waktu produksi dan waktu permintaan inilah yang disebut masalah intermitensi.
Masalah ini menciptakan fenomena yang oleh para ahli kelistrikan disebut 'duck curve'. Grafiknya memang mirip bebek: saat siang hari kurva permintaan listrik 'melengkung ke bawah' karena dipasok oleh PLTS, lalu 'menanjak tajam' di sore hari saat matahari terbenam dan pembangkit konvensional harus bekerja ekstra keras untuk mengisi kekosongan. Lonjakan permintaan yang tiba-tiba ini memberikan tekanan hebat pada stabilitas jaringan listrik.
Operator harus sigap menyalakan dan mematikan pembangkit lain (biasanya pembangkit diesel atau gas yang boros) hanya untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan dalam hitungan menit. Ini tidak efisien, mahal, dan jelas menghambat laju pemanfaatan energi terbarukan.
BESS: Power Bank Raksasa Penjaga Stabilitas Jaringan Listrik
Di sinilah teknologi penyimpanan baterai (BESS) berperan sebagai 'game changer'.
Anggap saja BESS ini adalah power bank raksasa untuk jaringan listrik. Fungsinya sederhana tapi sangat vital: menyimpan kelebihan energi listrik yang dihasilkan PLTS pada siang hari, lalu melepaskannya kembali ke jaringan saat dibutuhkan, misalnya pada malam hari atau saat beban puncak. Dengan BESS, energi matahari yang tadinya fluktuatif dan tidak bisa diandalkan, kini bisa diatur dan dikirim kapan saja (dispatchable).
Aliran listrik dari sumber energi terbarukan menjadi lebih mulus dan terkendali. Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, dalam beberapa kesempatan menyebutkan bahwa pengembangan BESS menjadi salah satu pilar utama dalam strategi transisi energi PLN. Menurutnya, BESS tidak hanya mengatasi intermitensi tetapi juga secara fundamental mengubah cara kita mengelola sistem kelistrikan yang didominasi oleh energi terbarukan.
Sinergi PLTS dan teknologi penyimpanan baterai ini adalah kunci untuk menciptakan sistem kelistrikan yang andal, efisien, dan berkelanjutan.
Manfaat Nyata Kolaborasi PLTS dan Baterai untuk Indonesia
Integrasi antara PLTS dan BESS menawarkan serangkaian keuntungan konkret yang sangat relevan dengan kondisi kelistrikan di Indonesia.
Manfaat ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga berdampak langsung pada ekonomi dan lingkungan.
Mengubah Energi Intermiten Menjadi Andal 24/7
Fungsi utama BESS adalah memastikan pasokan listrik tetap tersedia meskipun matahari sudah terbenam. Bagi daerah-daerah terpencil atau kepulauan di Indonesia yang selama ini bergantung pada Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), kombinasi PLTS dan teknologi penyimpanan baterai ini adalah sebuah revolusi.
Mereka bisa mendapatkan akses listrik yang lebih stabil dan bersih selama 24 jam, sekaligus mengurangi biaya operasional yang tinggi akibat harga bahan bakar diesel.
Meningkatkan Kualitas dan Stabilitas Jaringan Listrik
BESS memiliki kemampuan respons yang sangat cepat, dalam hitungan milidetik. Kemampuan ini memungkinkannya memberikan layanan pendukung jaringan (ancillary services) yang krusial, seperti regulasi frekuensi dan stabilisasi tegangan.
Ketika ada gangguan mendadak di jaringan, BESS bisa langsung menyuntikkan atau menyerap daya untuk menjaga frekuensi tetap di level aman (sekitar 50 Hz di Indonesia).
Ini jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan pembangkit konvensional, sehingga secara signifikan meningkatkan stabilitas jaringan listrik secara keseluruhan.
Mempercepat Pensiun Dini Pembangkit Fosil
Salah satu penghambat utama dalam transisi energi adalah ketergantungan kita pada pembangkit 'peaker', yaitu pembangkit (seringkali diesel atau gas) yang hanya dioperasikan saat beban puncak. Pembangkit ini sangat mahal dan emisinya tinggi.
Dengan adanya BESS yang bisa memasok listrik saat beban puncak, kebutuhan terhadap pembangkit peaker ini bisa dikurangi drastis, bahkan dihilangkan.
Ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan mempercepat pensiun dini PLTU batu bara.
Membuka Jalan untuk Ekspansi Energi Terbarukan Skala Besar
Tanpa solusi penyimpanan yang memadai, ada batasan seberapa besar porsi energi terbarukan seperti PLTS yang bisa diserap oleh jaringan listrik. Jika terlalu besar, jaringan bisa kolaps karena sifat intermitensinya. Teknologi penyimpanan baterai menghilangkan batasan ini.
Dengan BESS, PLN bisa lebih percaya diri untuk membangun PLTS dalam skala gigawatt tanpa perlu khawatir akan mengganggu stabilitas jaringan listrik. Ini adalah enabler utama untuk mencapai target bauran energi terbarukan yang ambisius.
Bukan Lagi Wacana, Proyek BESS Mulai Menjamur di Indonesia
Pemerintah dan PLN serius menggarap potensi ini.
Sejumlah proyek PLTS yang dilengkapi dengan BESS sudah dan sedang dibangun di berbagai wilayah Indonesia. Proyek-proyek ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi ini adalah jalan masa depan kelistrikan nasional. PLN telah mengumumkan rencana pembangunan BESS skala besar di lima lokasi strategis, yaitu Duri (Riau), Cikarang (Jawa Barat), IKN (Kalimantan Timur), dan dua lokasi lainnya.
Seperti yang dilaporkan berbagai media nasional, proyek-proyek ini bertujuan untuk meningkatkan keandalan sistem kelistrikan setempat dan memfasilitasi penyerapan energi terbarukan yang lebih masif. Menurut data dari Institute for Essential Services Reform (IESR), potensi penerapan BESS di Indonesia sangat besar, tidak hanya untuk skala besar tetapi juga untuk sistem kelistrikan di pulau-pulau kecil.
Sebagai contoh, PLTS Likupang di Sulawesi Utara dengan kapasitas 21 MWp juga dirancang untuk dapat diintegrasikan dengan BESS di masa depan untuk memaksimalkan operasinya.
Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen kuat untuk menjadikan teknologi penyimpanan baterai sebagai tulang punggung dalam arsitektur jaringan listrik modern yang mendukung penuh transisi energi.
Tantangan yang Masih Perlu Diatasi
Meskipun prospeknya sangat cerah, jalan untuk mengimplementasikan BESS secara luas tidak sepenuhnya mulus. Ada beberapa tantangan signifikan yang perlu dihadapi bersama oleh pemerintah, regulator, dan pelaku industri.
Pertama, biaya investasi awal untuk teknologi penyimpanan baterai masih relatif tinggi. Meskipun tren harga baterai lithium-ion terus menurun secara global, untuk proyek skala besar, biayanya masih menjadi pertimbangan utama. Diperlukan skema pendanaan yang inovatif dan insentif dari pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi di sektor ini. Kedua, kerangka regulasi.
Perlu ada aturan main yang jelas mengenai bagaimana BESS bisa berpartisipasi di pasar listrik. Regulasi yang mendukung akan memberikan kepastian bagi investor dan mendorong pengembangan proyek yang lebih efisien. Ini mencakup standar teknis, model bisnis, hingga mekanisme tarif untuk layanan yang diberikan oleh BESS. Ketiga, rantai pasok dan keahlian. Ketergantungan pada impor baterai masih menjadi isu.
Namun, dengan cadangan nikel yang melimpah, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun industri baterai dalam negeri. Selain itu, diperlukan juga peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang mampu merancang, membangun, dan mengoperasikan sistem PLTS plus BESS yang kompleks ini. Mengatasi tantangan-tantangan ini adalah bagian tak terpisahkan dari perjalanan transisi energi.
Kombinasi PLTS dan teknologi penyimpanan baterai bukan lagi sekadar pilihan, melainkan sebuah keniscayaan untuk mewujudkan masa depan energi Indonesia yang bersih, andal, dan berkelanjutan. Ini adalah investasi jangka panjang yang akan menjamin stabilitas jaringan listrik dan mendukung pertumbuhan ekonomi hijau bagi generasi mendatang.
Semua informasi terkait kapasitas proyek dan target kebijakan dapat berubah seiring dengan dinamika implementasi dan penyesuaian strategi energi nasional.
Apa Reaksi Anda?






