CBDC Mengguncang Asia: Apa Itu Rupiah Digital dan Bagaimana Nasib Uang Tunai Anda?


Senin, 25 Agustus 2025 - 00.45 WIB
CBDC Mengguncang Asia: Apa Itu Rupiah Digital dan Bagaimana Nasib Uang Tunai Anda?
Kebangkitan CBDC di Asia (Foto oleh famingjia inventor di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Dunia keuangan sedang berada di ambang revolusi senyap. Bukan lagi soal saham yang meroket atau kejatuhan pasar kripto yang dramatis, melainkan tentang evolusi dari uang itu sendiri.

Di seluruh Asia, bank sentral bergerak cepat mengembangkan sesuatu yang disebut mata uang digital bank sentral atau CBDC. Di Indonesia, inisiatif ini dikenal sebagai Proyek Garuda untuk Rupiah Digital. Ini bukan sekadar versi digital dari uang yang sudah kita kenal; ini adalah perombakan fundamental yang akan memengaruhi stabilitas keuangan, cara kita menabung, berbelanja, dan berinteraksi dengan ekonomi digital.

Kebangkitan CBDC bukan terjadi dalam ruang hampa. Ini adalah respons langsung terhadap dua kekuatan besar: pesatnya digitalisasi ekonomi dan kemunculan aset kripto serta stablecoin swasta. Bank sentral melihat potensi sekaligus ancaman. Di satu sisi, ada peluang untuk menciptakan sistem pembayaran yang lebih efisien dan inklusif.

Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa jika mata uang swasta mendominasi, bank sentral akan kehilangan kendali atas kebijakan moneter alat paling vital untuk menjaga stabilitas keuangan.

Apa Sebenarnya Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) Itu?

Untuk memahaminya, mari kita bedakan CBDC dari bentuk uang digital lain yang sudah akrab di telinga.

Ketika Anda menggunakan GoPay, OVO, atau transfer antarbank, Anda sebenarnya tidak memegang uang digital yang diterbitkan langsung oleh Bank Indonesia. Anda memegang 'klaim' atau janji bayar dari penyedia layanan tersebut. Uang Anda disimpan di bank komersial, dan aplikasi tersebut hanyalah perantara. Sederhananya, itu adalah uang swasta dalam bentuk digital. Lalu ada aset kripto seperti Bitcoin.

Ini adalah aset digital yang sepenuhnya terdesentralisasi, tidak diatur oleh entitas pusat mana pun, dan nilainya sangat fluktuatif, menjadikannya lebih mirip aset spekulatif daripada alat tukar yang stabil. Mata uang digital bank sentral atau CBDC adalah sesuatu yang sama sekali berbeda.

CBDC adalah versi digital dari mata uang fiat resmi suatu negara (seperti Rupiah), yang merupakan kewajiban langsung dari bank sentral. Bayangkan Anda memiliki dompet digital di ponsel Anda, tetapi isinya bukan saldo dari pihak ketiga, melainkan Rupiah Digital yang dijamin langsung oleh Bank Indonesia. Ini setara dengan memegang uang kertas, tetapi dalam bentuk digital.

Secara umum, ada dua jenis CBDC yang sedang dieksplorasi:

CBDC Grosir (Wholesale)

Bentuk mata uang digital bank sentral ini dirancang untuk digunakan oleh lembaga keuangan, seperti bank dan lembaga kliring. Tujuannya adalah untuk membuat transaksi bernilai besar antar-bank menjadi lebih cepat, lebih murah, dan lebih aman.

Ini adalah langkah untuk memodernisasi infrastruktur tulang punggung sistem keuangan, mengurangi risiko penyelesaian (settlement risk), dan meningkatkan efisiensi pasar keuangan secara keseluruhan. Sebagian besar negara, termasuk Indonesia melalui Proyek Garuda, memulai eksplorasi CBDC dari tingkat grosir ini.

CBDC Ritel (Retail)

Inilah bentuk CBDC yang akan dirasakan langsung oleh masyarakat umum.

Mata uang digital bank sentral ritel dirancang untuk digunakan dalam transaksi sehari-hari oleh individu dan bisnis, layaknya uang tunai atau kartu debit. Ini adalah konsep yang paling transformatif karena berpotensi mengubah cara kita semua berinteraksi dengan uang.

Implementasinya jauh lebih kompleks karena melibatkan isu-isu seperti privasi, keamanan siber, dan dampaknya terhadap model bisnis bank komersial.

Mengapa Bank Sentral di Asia Begitu Tertarik dengan CBDC?

Benua Asia, dengan tingkat adopsi digital yang sangat tinggi dan populasi 'unbanked' yang besar, menjadi lahan subur bagi inovasi CBDC.

Motivasi setiap negara mungkin sedikit berbeda, tetapi ada beberapa benang merah yang mendorong kebangkitan mata uang digital bank sentral di kawasan ini. Menurut laporan dari Bank for International Settlements (BIS), lebih dari 90% bank sentral di dunia sedang menjajaki CBDC, dengan negara-negara di Asia menunjukkan kemajuan yang signifikan.

Salah satu pendorong utamanya adalah untuk mempertahankan relevansi uang publik di tengah maraknya uang swasta dalam ekonomi digital. China, dengan e-CNY atau Yuan Digital-nya, adalah salah satu yang terdepan, telah melakukan uji coba skala besar yang melibatkan jutaan warga.

Langkah ini dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan efisiensi pembayaran domestik sekaligus menantang dominasi sistem pembayaran global yang ada.

Mendorong Inklusi Keuangan

Di banyak negara berkembang di Asia, jutaan orang masih belum memiliki akses ke layanan perbankan formal. Namun, banyak dari mereka memiliki ponsel. CBDC menawarkan jalan untuk memberikan layanan keuangan dasar kepada populasi ini.

Dengan dompet Rupiah Digital, misalnya, seseorang dapat menerima bantuan sosial dari pemerintah, mengirim uang ke keluarga, atau membayar tagihan tanpa perlu memiliki rekening bank. Ini adalah lompatan besar dalam mewujudkan stabilitas keuangan yang lebih merata.

Efisiensi Sistem Pembayaran dan Transaksi Lintas Batas

Pencetakan, distribusi, dan pengelolaan uang tunai memakan biaya yang sangat besar. CBDC berpotensi memangkas biaya ini secara signifikan.

Lebih dari itu, CBDC dapat merevolusi pembayaran lintas batas (cross-border payments) yang saat ini masih lambat, mahal, dan tidak transparan. Proyek seperti mBridge, kolaborasi antara bank sentral China, Hong Kong, Thailand, UEA, dan BIS, sedang menguji coba platform CBDC grosir untuk membuat transaksi internasional secepat dan semudah mengirim email.

Ini akan sangat berdampak pada stabilitas keuangan regional dengan memfasilitasi perdagangan dan investasi.

Menjaga Kedaulatan Moneter dan Stabilitas Keuangan

Kebangkitan stablecoin global yang didukung oleh perusahaan teknologi besar menimbulkan kekhawatiran nyata bagi bank sentral.

Jika mata uang digital swasta ini diadopsi secara luas, otoritas moneter bisa kehilangan kemampuan untuk mengendalikan pasokan uang dan menetapkan suku bunga alat utama untuk mengelola inflasi dan stabilitas keuangan.

Dengan menerbitkan CBDC sendiri, bank sentral memastikan bahwa uang publik yang aman dan terpercaya tetap menjadi jangkar sistem keuangan di era ekonomi digital.

Proyek Garuda: Wajah Rupiah Digital di Indonesia

Bank Indonesia (BI) tidak tinggal diam dalam menghadapi tren global ini. Melalui 'Proyek Garuda', BI secara aktif merancang dan mempersiapkan penerbitan Rupiah Digital.

Dalam buku putih (white paper) yang dirilis, Bank Indonesia menguraikan desain konseptual Rupiah Digital yang akan dikembangkan secara bertahap, dimulai dari CBDC grosir. Desain ini bertujuan untuk memastikan bahwa Rupiah Digital dapat terintegrasi secara mulus dengan infrastruktur sistem pembayaran yang ada, sambil membuka ruang untuk inovasi keuangan di masa depan. Pendekatan BI yang hati-hati ini sangat penting.

Mereka memahami bahwa pengenalan mata uang digital bank sentral bukanlah sekadar proyek teknologi, melainkan sebuah reformasi kebijakan yang kompleks dengan implikasi mendalam bagi stabilitas keuangan nasional. Fase awal akan fokus pada penerbitan, pemusnahan, dan transfer dana antar-bank menggunakan CBDC grosir. Setelah fondasi ini kokoh, pengembangan akan dilanjutkan ke arah CBDC ritel yang dapat digunakan oleh publik.

Kehadiran Rupiah Digital nantinya diharapkan dapat memperkuat posisi Rupiah sebagai satu-satunya alat pembayaran yang sah di seluruh wilayah NKRI, baik dalam bentuk fisik maupun digital.

Implikasi Besar terhadap Stabilitas Keuangan Regional

Pengenalan CBDC di negara-negara besar Asia akan menciptakan gelombang yang dirasakan di seluruh sistem keuangan global.

Implikasinya dua sisi: menjanjikan peluang besar sekaligus menghadirkan tantangan signifikan yang harus dikelola dengan cermat untuk menjaga stabilitas keuangan. Salah satu risiko yang paling sering dibicarakan adalah potensi disintermediasi perbankan.

Dalam skenario ekstrem, jika masyarakat berbondong-bondong memindahkan simpanan mereka dari bank komersial ke dompet CBDC yang dianggap super aman karena dijamin langsung oleh bank sentral, bank bisa kehilangan sumber pendanaan utama mereka. Ini akan mengurangi kapasitas bank untuk menyalurkan kredit ke sektor riil, yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengatasi ini, banyak bank sentral mempertimbangkan untuk menerapkan batasan jumlah CBDC yang bisa dimiliki individu atau memberlakukan suku bunga yang tidak menarik pada saldo CBDC di atas ambang batas tertentu. Ancaman keamanan siber juga menjadi perhatian utama. Sistem mata uang digital bank sentral yang terpusat akan menjadi target yang sangat menarik bagi peretas dan aktor jahat lainnya.

Satu serangan siber yang berhasil dapat melumpuhkan sistem pembayaran suatu negara dan merusak kepercayaan publik, yang berujung pada krisis stabilitas keuangan. Oleh karena itu, membangun arsitektur CBDC yang tangguh dan aman adalah prasyarat mutlak. Isu privasi juga tidak kalah penting. Transaksi CBDC berpotensi memberikan pemerintah akses yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap data keuangan warga.

Meskipun ini bisa sangat berguna untuk memerangi pencucian uang dan pendanaan terorisme, hal ini juga menimbulkan kekhawatiran tentang pengawasan massal. Menemukan keseimbangan yang tepat antara transparansi dan privasi individu akan menjadi salah satu tantangan kebijakan paling sulit dalam desain CBDC. Transisi menuju era mata uang digital bank sentral adalah sebuah perjalanan yang kompleks dan penuh nuansa.

Inovasi seperti Rupiah Digital dan CBDC lainnya di Asia menjanjikan sebuah sistem keuangan yang lebih efisien, inklusif, dan tangguh. Namun, jalan ke depan dipenuhi dengan tantangan kebijakan dan teknologi yang signifikan, mulai dari risiko terhadap model perbankan tradisional hingga isu keamanan siber dan privasi data. Setiap langkah dalam evolusi keuangan ini membawa serta peluang dan ketidakpastian yang melekat.

Memahami dinamika ini sangat penting bagi para pembuat kebijakan, pelaku industri, dan masyarakat luas saat kita bersama-sama menavigasi lanskap ekonomi digital yang baru ini. Informasi yang disajikan di sini bertujuan untuk memberikan gambaran umum dan edukasi, bukan sebagai landasan untuk keputusan investasi atau keuangan pribadi.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0