Kesalahan-kesalahan yang Bikin Pendaki Pemula Rentan Celaka di Gunung

VOXBLICK.COM - Minggu pagi di kawasan Gunung Gede Pangrango, puluhan wajah muda bersemangat memulai perjalanan mereka menembus kabut tipis hutan pegunungan. Siapa pun bisa jadi pendaki pemula: mahasiswa, pekerja kantoran, bahkan pelajar SMA.
Tujuannya beragam, dari mencari udara segar, healing, hingga membuktikan diri bahwa mereka bisa menaklukkan alam. Namun, di balik foto-foto indah di Instagram, data menunjukkan banyak pendaki pemula justru terjebak dalam euforia tanpa persiapan matang.
Laporan Basarnas tahun 2023 mencatat, lebih dari 60% kasus evakuasi pendaki di Indonesia melibatkan pemula yang abai pada hal-hal mendasar.
Kenapa kesalahan fatal ini terus berulang, dan bagaimana cara cerdas menghindarinya? Mari kita telaah lebih dalam mengenai kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan pendaki pemula dan bagaimana cara menghindarinya agar pendakian menjadi pengalaman yang aman dan menyenangkan. Penting untuk diingat bahwa gunung bukanlah tempat untuk bermain-main, melainkan lingkungan alam yang memiliki risikonya tersendiri.
Persiapan yang matang adalah kunci utama untuk keselamatan dan keberhasilan pendakian.Â
Kesalahan Fatal Pendaki Pemula dan Cara Menghindarinya
Riset yang dilakukan oleh Nature Indonesia mengungkap bahwa 7 dari 10 pendaki pemula mengaku hanya membaca blog atau menonton vlog sebelum naik gunung, tanpa benar-benar memahami kebutuhan fisik dan logistik.
Banyak yang berpikir hiking itu cuma “jalan kaki naik bukit”, padahal, tekanan fisik, perubahan cuaca ekstrem, dan medan yang licin bisa jadi mimpi buruk. Seorang pendaki senior dari komunitas Indonesia Outdoor pernah mengatakan, “Gunung itu bukan playground, tapi ruang ujian mental dan fisik.” Pernyataan ini sangat tepat menggambarkan realita pendakian gunung.
Persiapan mental sama pentingnya dengan persiapan fisik. Pendaki harus siap menghadapi tantangan dan kesulitan yang mungkin timbul selama pendakian. Selain itu, pemahaman tentang navigasi dasar dan pertolongan pertama juga sangat penting untuk dimiliki.
Apa implikasinya? Tubuh yang tidak terlatih akan lebih cepat lelah, risiko hipotermia atau cedera meningkat, bahkan bisa berujung pada kecelakaan fatal.
Studi dari Universitas Gadjah Mada juga menyoroti bahwa pendaki yang berlatih minimal 2 minggu sebelum pendakian memiliki peluang 40% lebih kecil mengalami masalah kesehatan di gunung. Latihan fisik yang teratur, seperti jogging, bersepeda, atau latihan kekuatan, dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh dan mengurangi risiko cedera.
Selain itu, penting juga untuk melakukan simulasi pendakian dengan membawa beban yang sama dengan yang akan dibawa saat pendakian sebenarnya. Dengan demikian, tubuh akan lebih siap menghadapi tekanan fisik yang akan dialami di gunung.
Selain persiapan fisik, persiapan logistik juga sangat penting. Pendaki harus memastikan membawa perlengkapan yang sesuai dengan kondisi gunung dan durasi pendakian.
Perlengkapan tersebut meliputi pakaian yang sesuai, makanan dan minuman yang cukup, peralatan navigasi, peralatan pertolongan pertama, dan peralatan pendukung lainnya. Pastikan semua perlengkapan dalam kondisi baik dan berfungsi dengan baik sebelum memulai pendakian. Periksa kembali semua perlengkapan sebelum berangkat untuk memastikan tidak ada yang tertinggal.
Kurangnya persiapan juga bisa berdampak pada psikologis pendaki.
Pendaki yang tidak siap secara mental cenderung lebih mudah panik dan membuat keputusan yang salah saat menghadapi situasi sulit. Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan mental sebelum mendaki gunung. Caranya adalah dengan mempelajari informasi tentang gunung yang akan didaki, memahami risiko yang mungkin timbul, dan mengembangkan strategi untuk menghadapinya.
Selain itu, penting juga untuk memiliki sikap positif dan optimis selama pendakian. Sikap positif akan membantu pendaki tetap termotivasi dan mengatasi tantangan yang mungkin timbul.
Gear Sekadarnya: Salah Kostum Bisa Fatal
Tak sedikit pendaki pemula yang datang hanya dengan hoodie tipis, celana jeans, atau sepatu sneakers.
“Yang penting gaya,” pikir mereka, padahal, salah perlengkapan adalah akar banyak tragedi di gunung. Data dari Mountain Guides Indonesia mencatat, 34% kasus hipotermia pada pendaki pemula terkait dengan penggunaan pakaian yang tidak sesuai standar outdoor. Jeans menahan air dan membuat tubuh cepat dingin, sneakers licin di jalur berlumpur.
Sebuah kasus tragis di Semeru tahun lalu memperlihatkan pendaki muda yang terjebak hujan deras, hanya mengenakan jaket fashion tanpa pelapis tahan air , mereka harus dievakuasi dengan gejala hipotermia berat. Pemilihan pakaian yang tepat sangat krusial untuk menjaga suhu tubuh dan mencegah hipotermia. Pakaian berbahan katun sebaiknya dihindari karena menyerap keringat dan sulit kering, sehingga membuat tubuh cepat dingin.
Pilihlah pakaian berbahan sintetis atau wol yang memiliki kemampuan menyerap keringat dan cepat kering.
Solusinya sederhana tapi sering diabaikan: gunakan pakaian berbahan quick-dry, bawa jaket windproof dan waterproof, serta sepatu hiking yang mencengkeram. Analoginya seperti main basket pakai sandal jepit , bukan cuma nggak nyaman, tapi juga berbahaya. Selain pakaian, sepatu hiking juga merupakan perlengkapan yang sangat penting.
Sepatu hiking yang baik harus memiliki sol yang kuat dan mencengkeram, serta memberikan dukungan yang baik untuk pergelangan kaki. Hindari menggunakan sepatu sneakers atau sepatu olahraga biasa karena tidak dirancang untuk medan yang berat dan licin.
Selain pakaian dan sepatu, perlengkapan lain yang juga penting adalah topi, sarung tangan, dan buff.
Topi berfungsi untuk melindungi kepala dari sinar matahari dan hujan, sarung tangan untuk melindungi tangan dari dingin dan goresan, dan buff untuk melindungi leher dan wajah dari angin dan debu. Jangan lupa juga membawa kacamata hitam untuk melindungi mata dari sinar UV yang kuat di ketinggian.
Investasi pada perlengkapan yang berkualitas adalah investasi pada keselamatan diri sendiri.
Jangan tergiur dengan harga murah, karena perlengkapan yang murah biasanya tidak memiliki kualitas yang baik dan tidak dapat diandalkan. Pilihlah perlengkapan dari merek yang terpercaya dan memiliki reputasi yang baik. Baca ulasan dari pengguna lain sebelum membeli untuk memastikan perlengkapan tersebut sesuai dengan kebutuhan Anda.
Perlengkapan yang baik tidak hanya membuat pendakian lebih aman, tetapi juga lebih nyaman.
Dengan perlengkapan yang tepat, Anda dapat fokus menikmati keindahan alam tanpa harus khawatir tentang masalah kesehatan atau keselamatan. Oleh karena itu, luangkan waktu untuk memilih perlengkapan yang sesuai dengan kebutuhan Anda dan pastikan semua perlengkapan dalam kondisi baik sebelum memulai pendakian.
Overconfidence: Merasa Paling Tangguh, Lupa Batas Diri
Fenomena FOMO (Fear of Missing Out) dan budaya pamer di media sosial membuat banyak Gen-Z merasa harus tampil keren di puncak, apapun risikonya. Hasil survei Kompas Muda 2022 menyebutkan, 54% pendaki pemula mengaku memaksakan diri melanjutkan pendakian meski tubuh sudah menunjukkan tanda kelelahan atau sakit, hanya demi mendapatkan momen foto di puncak.
Sikap overconfidence atau terlalu percaya diri adalah salah satu penyebab utama kecelakaan di gunung. Banyak pendaki pemula yang meremehkan risiko dan memaksakan diri untuk mencapai puncak, meskipun tubuh sudah memberikan sinyal peringatan. Penting untuk diingat bahwa gunung tidak akan lari, tetapi nyawa hanya ada satu.
Jangan korbankan keselamatan diri sendiri demi sebuah foto di puncak. Kompas Muda secara berkala melakukan survei terkait perilaku generasi muda, termasuk dalam aktivitas pendakian.
Padahal, gunung bukan tempat adu kuat. Di ketinggian 2.000 meter ke atas, tekanan oksigen berkurang drastis.
Data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, cuaca gunung bisa berubah dalam hitungan menit , dari cerah ke badai. Banyak pendaki muda menyepelekan sinyal tubuh: pusing, mual, atau kram dianggap hal kecil, padahal bisa jadi tanda awal Acute Mountain Sickness (AMS) yang berbahaya. AMS adalah kondisi yang disebabkan oleh kurangnya oksigen di ketinggian.
Gejala AMS meliputi pusing, mual, muntah, sakit kepala, dan kelelahan. Jika mengalami gejala AMS, segera turun ke ketinggian yang lebih rendah dan istirahat. Jangan memaksakan diri untuk melanjutkan pendakian. BMKG menyediakan informasi cuaca yang akurat dan terpercaya, sangat berguna bagi pendaki gunung.
Kuncinya: kenali batas fisik sendiri, jangan sungkan untuk berkata “cukup” dan turun jika kondisi memburuk. Gunung nggak akan ke mana-mana, tapi nyawa cuma satu. Penting untuk mendengarkan tubuh sendiri dan tidak memaksakan diri. Jika merasa lelah, sakit, atau tidak nyaman, segera istirahat atau turun. Jangan malu untuk mengakui bahwa Anda tidak mampu melanjutkan pendakian.
Lebih baik turun dan kembali lagi di lain waktu daripada mengalami kecelakaan yang fatal.
Selain itu, penting juga untuk memiliki sikap rendah hati dan menghormati alam. Jangan merasa paling kuat atau paling hebat di gunung. Ingatlah bahwa Anda hanyalah tamu di alam liar. Jaga kebersihan lingkungan, jangan merusak flora dan fauna, dan hormati adat istiadat masyarakat setempat.
Dengan bersikap rendah hati dan menghormati alam, Anda akan mendapatkan pengalaman pendakian yang lebih bermakna dan berkesan.
Sebelum mendaki, lakukan riset tentang gunung yang akan didaki. Cari tahu tentang ketinggian, medan, cuaca, dan risiko yang mungkin timbul. Persiapkan diri secara fisik dan mental. Bawa perlengkapan yang sesuai dan pastikan semua perlengkapan dalam kondisi baik.
Selama pendakian, perhatikan kondisi tubuh Anda dan jangan memaksakan diri. Jika merasa tidak nyaman, segera istirahat atau turun. Jaga kebersihan lingkungan dan hormati alam. Dengan persiapan yang matang dan sikap yang benar, Anda dapat menikmati keindahan alam dan mencapai puncak dengan selamat.
Asal Pilih Jalur: Mengandalkan Insting, Nyasar Jadi Akhir Cerita
Keberanian tanpa pengetahuan justru jadi bumerang.
Banyak pendaki pemula asal memilih jalur tanpa riset mendalam, hanya mengandalkan GPS dari smartphone atau mengikuti jejak rombongan lain. Padahal, jalur gunung seringkali bercabang dan minim penanda. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkap, 1 dari 5 kasus hilangnya pendaki di Indonesia disebabkan oleh penyimpangan jalur karena minimnya pemahaman medan.
Memilih jalur pendakian yang tepat adalah hal yang sangat penting. Jangan hanya mengandalkan insting atau mengikuti jejak orang lain. Lakukan riset mendalam tentang jalur yang akan Anda lalui. Pelajari peta jalur, baca deskripsi jalur, dan cari tahu tentang kondisi jalur terbaru.
Jika memungkinkan, gunakan jasa pemandu lokal yang berpengalaman.Â
GPS bisa salah baca, baterai habis, atau sinyal hilang , terutama di hutan lebat. Ironisnya, banyak yang meremehkan pentingnya membawa peta cetak dan kompas. Analogi sederhananya: seperti main escape room tanpa tahu petunjuk, akhirnya cuma muter-muter tanpa arah.
Peta cetak dan kompas adalah alat navigasi yang sangat penting, terutama di daerah yang tidak ada sinyal GPS. Pelajari cara menggunakan peta dan kompas sebelum mendaki. Latih kemampuan navigasi Anda di lingkungan yang familiar sebelum mencoba mendaki gunung.
Cara cerdasnya: sebelum mendaki, pelajari jalur resmi, simpan peta offline, dan diskusikan rute dengan petugas basecamp.
Jangan malu bertanya, karena satu langkah salah bisa berarti berjam-jam tersesat. Berkomunikasi dengan petugas basecamp adalah hal yang sangat penting. Mereka memiliki informasi tentang kondisi jalur terbaru, cuaca, dan potensi bahaya. Jangan ragu untuk bertanya kepada mereka tentang rute yang akan Anda lalui. Mereka akan dengan senang hati memberikan informasi dan saran yang berguna.
Selain itu, penting juga untuk membawa alat komunikasi yang dapat diandalkan, seperti radio HT atau satelit. Alat komunikasi ini dapat digunakan untuk menghubungi bantuan jika terjadi keadaan darurat. Pastikan Anda memiliki baterai yang cukup dan tahu cara menggunakan alat komunikasi tersebut.
Sebelum memulai pendakian, beritahu keluarga atau teman tentang rencana perjalanan Anda.
Berikan informasi tentang jalur yang akan Anda lalui, perkiraan waktu tempuh, dan tanggal kembali. Dengan demikian, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, mereka dapat menghubungi pihak berwenang untuk mencari Anda.
Selama pendakian, perhatikan tanda-tanda jalur dan jangan menyimpang dari jalur yang sudah ditentukan. Jika Anda merasa tersesat, jangan panik. Tetap tenang dan coba cari tanda-tanda jalur.
Jika Anda tidak dapat menemukan jalur, segera hubungi bantuan.
Keselamatan adalah prioritas utama. Jangan mengambil risiko yang tidak perlu. Jika Anda merasa tidak yakin tentang jalur yang akan Anda lalui, lebih baik kembali dan mencari jalur lain. Lebih baik aman daripada menyesal.
Mengabaikan Etika Alam: Bukan Sekadar Selfie, Tapi Tanggung Jawab
Kesalahan fatal lain yang sering terjadi , justru karena faktor “tidak kelihatan” , adalah abai pada etika lingkungan. Sampah plastik, bekas makanan, dan tisu basah sering ditemukan di jalur pendakian populer.
Studi WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) menemukan, rata-rata 2 ton sampah dibawa turun relawan setiap musim pendakian di Jawa Barat. Menjaga kelestarian alam adalah tanggung jawab setiap pendaki. Jangan hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga berkontribusi untuk menjaganya. Bawa turun semua sampah Anda, jangan membuang sampah sembarangan.
Gunakan tempat sampah yang tersedia atau bawa kantong sampah sendiri. WALHI aktif dalam isu-isu lingkungan hidup di Indonesia.
Bukan cuma soal sampah, banyak yang seenaknya memetik bunga edelweis, membuat api unggun di sembarang tempat, bahkan memutar musik keras hingga mengganggu fauna liar. Ini bukan sekadar soal “menjaga keindahan”, tapi juga soal kelestarian ekosistem gunung.
Jika perilaku ini dibiarkan, risikonya bukan hanya rusaknya estetika, tapi juga bencana ekologis: longsor, punahnya flora khas, hingga kebakaran hutan. Jangan memetik bunga atau tanaman lain, jangan merusak bebatuan atau formasi alam lainnya. Jangan membuat api unggun di sembarang tempat, gunakan kompor portabel untuk memasak. Jangan memutar musik keras atau membuat kebisingan yang dapat mengganggu fauna liar.
Solusi?
Praktikkan prinsip Leave No Trace. Bawa turun semua sampah, jangan ambil apapun kecuali foto, dan hormati makhluk hidup di sekitar jalur. Kelestarian gunung lebih penting dari likes di media sosial. Hormati satwa liar dan habitatnya. Jangan memberi makan satwa liar, karena dapat mengubah perilaku alami mereka. Jaga jarak aman dari satwa liar dan jangan mengganggu mereka.
Selain itu, penting juga untuk menghormati adat istiadat masyarakat setempat. Jika Anda melewati desa atau pemukiman penduduk, bersikaplah sopan dan ramah. Jangan membuat keributan atau melakukan tindakan yang dapat menyinggung perasaan mereka.
Sebelum mendaki, pelajari tentang etika lingkungan dan aturan yang berlaku di gunung yang akan Anda daki. Ikuti semua aturan dan pedoman yang diberikan oleh pihak pengelola gunung.
Dengan demikian, Anda dapat berkontribusi untuk menjaga kelestarian alam dan menghormati masyarakat setempat.
Mendaki gunung bukan hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga tentang belajar menghargai dan menjaga alam. Jadilah pendaki yang bertanggung jawab dan berkontribusi untuk kelestarian lingkungan.
Mendaki Gunung Lebih dari Sekadar Petualangan
Tren hiking memang sedang naik daun, terutama di kalangan Gen-Z yang haus pengalaman autentik di tengah tekanan urban. Tapi hiking bukan sekadar “jalan-jalan” atau “healing instan.” Setiap kesalahan kecil berpotensi jadi masalah besar, baik bagi diri sendiri maupun alam.
Data-data di atas membuktikan: kegagalan memahami risiko, abai pada perlengkapan, dan mental yang overconfident hanya akan mendekatkan pendaki pada bahaya. Mendaki gunung adalah lebih dari sekadar petualangan atau aktivitas rekreasi. Ini adalah pengalaman yang dapat mengubah hidup Anda.
Mendaki gunung dapat membantu Anda mengembangkan karakter, meningkatkan kepercayaan diri, dan memperkuat hubungan dengan alam.Â
Penting untuk sadar bahwa mendaki gunung adalah simulasi kehidupan nyata: butuh strategi, kesiapan mental, dan sikap bertanggung jawab. Alih-alih sekadar mengejar eksistensi digital, jadikan pendakian sebagai ajang belajar tentang batas, respek, dan kolaborasi manusia dengan alam.
Gunung memang selalu menunggu, tapi hanya bagi mereka yang benar-benar siap dan tahu caranya bertahan di tengah ketidakpastian. Jangan sampai hiking perdana berubah jadi kisah gagal yang disesali seumur hidup. Jadikan setiap pendakian sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang. Pelajari tentang alam, tentang diri sendiri, dan tentang orang lain.
Dengan demikian, Anda akan mendapatkan pengalaman pendakian yang lebih bermakna dan berkesan.
Mendaki gunung adalah tantangan yang membutuhkan persiapan fisik dan mental yang matang. Namun, dengan persiapan yang tepat dan sikap yang benar, Anda dapat mengatasi tantangan tersebut dan mencapai puncak dengan selamat. Nikmati keindahan alam, rasakan kebebasan di puncak gunung, dan bawa pulang pengalaman yang tak terlupakan.
Ingatlah selalu untuk menjaga kelestarian alam dan menghormati masyarakat setempat. Jadilah pendaki yang bertanggung jawab dan berkontribusi untuk kelestarian lingkungan. Dengan demikian, Anda dapat menikmati keindahan alam dan berbagi pengalaman tersebut dengan generasi mendatang.
Mendaki gunung adalah perjalanan yang menantang, tetapi juga sangat bermanfaat.
Ini adalah kesempatan untuk keluar dari zona nyaman, menguji batas diri, dan menemukan kekuatan yang tidak Anda ketahui sebelumnya. Jadi, persiapkan diri Anda dengan baik, ambil langkah pertama, dan mulailah petualangan Anda!
Kesimpulannya, menjadi seorang pendaki yang bertanggung jawab membutuhkan lebih dari sekadar semangat dan keinginan untuk mencapai puncak.
Dibutuhkan persiapan yang matang, pengetahuan yang cukup, sikap yang rendah hati, dan rasa hormat terhadap alam. Dengan memenuhi semua persyaratan ini, Anda dapat menikmati keindahan alam dan mencapai puncak dengan selamat, serta berkontribusi untuk kelestarian lingkungan. Jangan lupakan, keselamatan adalah prioritas utama. Selamat mendaki!
Apa Reaksi Anda?






