Malam Mencekam di Pedalaman Misteri Urban Legend Suku Adat

Oleh VOXBLICK

Kamis, 09 Oktober 2025 - 04.40 WIB
Malam Mencekam di Pedalaman Misteri Urban Legend Suku Adat
Urban legend masyarakat adat (Foto oleh Pavel Danilyuk)

VOXBLICK.COM - Udara malam di pedalaman hutan Kalimantan begitu pekat, seolah menelan setiap suara dan langkah kaki yang berani menapaki jalur setapak. Aku dan tiga orang teman penjelajahAdi, Ririn, dan Pak Tua Mandoberjalan beriringan, hanya berbekal senter kecil dan keberanian yang mulai menipis. Malam itu, kami diundang mengikuti ritual adat oleh salah satu suku pedalaman yang terkenal dengan cerita urban legend menakutkan. Tak ada yang benar-benar siap dengan apa yang sedang menunggu kami di balik lebatnya hutan dan sunyinya malam.

Pak Tua Mando, pemandu kami yang telah puluhan tahun hidup di tengah adat dan legenda, memperingatkan agar kami tetap dalam barisan dan tidak berbicara sembarangan.

“Malam ini, jangan sekali-kali lepaskan tangan satu sama lain,” bisiknya pelan, namun nadanya menyiratkan ketegasan. Kami hanya saling menatap, menelan kecemasan yang tiba-tiba mengental di tenggorokan.

Malam Mencekam di Pedalaman Misteri Urban Legend Suku Adat
Malam Mencekam di Pedalaman Misteri Urban Legend Suku Adat (Foto oleh Leeloo The First)

Desiran Angin dan Bisikan Larangan

Langkah kami terhenti di sebuah pelataran terbuka. Di sana, api unggun kecil menyala, dikelilingi beberapa sesepuh suku. Mereka duduk bersila, wajah mereka hanya disinari cahaya oranye yang menari-nari.

Seorang perempuan tua dengan wajah penuh kerutan mulai melantunkan nyanyian lirih, seolah memanggil sesuatu yang tidak kasat mata.

  • Suara binatang malam tiba-tiba menghilang, digantikan bisikan-bisikan tak jelas dari balik pohon.
  • Api unggun mendadak membesar, lalu mengecil tanpa sebab.
  • Ririn menggenggam tanganku erat, matanya mencari-cari sosok di antara gelap.

Pak Tua Mando menunduk. “Legenda bilang, setiap malam tertentu, roh penjaga hutan akan berjalan di antara manusia. Jangan memandangnya jika tidak ingin dibawa pergi,” katanya. Aku menelan ludah, merasakan hawa dingin menelusup di balik kulit.

Ritual yang Membuka Tabir

Salah satu sesepuh mendekati kami, membawa mangkuk berisi air keruh. Ia mengoleskan cairan itu ke dahi kami. Tiba-tiba, aroma tanah basah dan bunga layu memenuhi udara. Mata sesepuh itu menatap kosong ke arah kegelapan, lalu ia berbisik tanpa suara.

Senter kami meredup, dan dari kejauhan terdengar suara ranting patahberulang-ulang, teratur, seperti langkah seseorang yang berat.

Adi, yang sejak tadi berusaha mengalihkan rasa takut dengan bercanda, tiba-tiba membisu. Ia menatap ke satu titik, matanya membelalak. “Ada… ada yang berdiri di balik pohon itu…” napasnya tercekat.

Aku menoleh, dan mataku menangkap siluet hitam, tinggi, dan berambut panjang, berdiri diam menatap kami. Detik itu juga, udara seolah membeku.

Malam Tak Berujung

Kami ingin berlari, tapi kaki begitu berat. Suara perempuan tua semakin lantang, namun kini terdengar seperti tangisan. Siluet hitam itu bergerak perlahan ke arah kami, langkahnya tak bersuara. Ririn mulai menangis.

Pak Tua Mando mengangkat tangan, mencoba melindungi kami. “Jangan bergerak… jangan menatap matanya…” katanya setengah berteriak.

  • Lampu senter tiba-tiba padam total.
  • Api unggun mati seketika, menyisakan aroma kayu terbakar dan abu dingin.
  • Hanya suara napas dan detak jantung kami yang terdengar di tengah gelap mencekam.

Sebuah tangan dingin menyentuh pundakku. Aku berbalik, namun tak ada siapa-siapa. Suara langkah semakin dekat. Siluet itu kini tepat di depan kamiwajahnya tak berbentuk, hanya kegelapan mutlak.

Ia mengangkat tangannya perlahan, seolah mengajak kami ikut bersamanya ke dalam hutan.

Sebuah Pagi Tanpa Jawaban

Entah bagaimana, aku terbangun saat fajar menembus celah dedaunan. Ririn dan Adi tergeletak tak sadarkan diri di sisiku, sementara Pak Tua Mando tak ditemukan di mana pun.

Api unggun sudah tak ada, jejak kaki kami pun lenyap seolah malam itu tak pernah terjadi.

Kami kembali ke desatanpa suara, tanpa kata. Hanya tatapan sesama warga yang penuh rahasia dan isyarat. Sejak malam itu, tak ada yang berani membicarakan apa pun tentang ritual, atau bertanya ke mana perginya Pak Tua Mando.

Di tengah malam-malam sunyi berikutnya, kadang terdengar bisikan lirih dan langkah berat dari arah hutanseolah legenda belum sepenuhnya berakhir…

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0