Malam Mengerikan di Balik Kisah Urban Legend Kota Ini

VOXBLICK.COM - Langit di atas kota itu selalu tampak lebih gelap setiap kali malam turun. Udara terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah ada sesuatu yang menunggu di balik bayang-bayang jalan sempitnya. Aku masih ingat malam itu dengan jelas, saat suara serangga tiba-tiba lenyap dan keheningan menjerat kami semua dalam ketakutan yang tak terucap.
Kota kecil ini punya reputasi yang tak biasa. Siapa pun yang pernah tinggal di sana tahu, ada alasan mengapa tidak ada seorang pun yang berani keluar setelah tengah malam. Tapi bagi kamiaku, Dimas, Rani, dan Bimamalam itu adalah ujian keberanian.
Kami menantang cerita urban legend yang sering diceritakan orang tua kami, mencoba membuktikan bahwa semua itu hanya dongeng pengantar tidur. Ternyata, kami salah besar.

Awal Malam yang Terasa Biasa
Kami mulai berjalan menyusuri jalanan tua yang mengarah ke bagian kota yang jarang dilalui orang. Lampu jalan redup, bayangan pohon di kiri kanan terasa hidup, seolah mengawasi langkah kami.
Dimas menggenggam senter erat-erat, sementara Rani terus-menerus menoleh ke belakang. Bima tertawa mengejek, berusaha menyembunyikan kegugupannya dengan lelucon kering.
- Angin malam terasa menusuk, membawa bau lembab yang aneh.
- Daun-daun kering berdesir di bawah kaki kami, menimbulkan suara yang terlalu keras di keheningan malam.
- Setiap jendela rumah tua yang kami lewati tampak gelap, seperti mata-mata kosong yang mengintai.
Semakin jauh kami melangkah, suasana kota berubah. Jalanan yang tadinya akrab perlahan menjadi asing. Tak ada suara kendaraan, tak ada cahaya dari rumah. Hanya kami dan kegelapan yang seolah menelan segalanya.
Tanda-Tanda yang Tak Biasa
Di sebuah tikungan, kami menemukan sesuatu yang membuat langkah kami terhenti. Sebuah boneka tua, lusuh dan kotor, tergeletak di tengah jalan. Wajahnya retak, matanya menatap kosong ke langit.
Rani berbisik, “Siapa yang meninggalkan ini di sini?” Tak ada yang menjawab. Dimas mencoba menendangnya, tapi boneka itu tetap di tempatnya, seolah menolak untuk diganggu.
Bima menarik lenganku, “Ayo lanjut. Jangan di sini terlalu lama.” Kami berjalan lebih cepat, tapi perasaan tidak nyaman makin menebal. Aku mulai mendengar suarapelan, seperti bisikan, memanggil-manggil nama kami satu per satu.
Awalnya kupikir itu hanya imajinasi. Tapi wajah Dimas yang pucat dan tangan Rani yang gemetar meyakinkan aku: kami semua mendengarnya.
Bayangan di Balik Jendela
Kami sampai di sebuah rumah kosong yang terkenal di antara warga kota. Catnya mengelupas, pagar besinya berkarat dan terbuka sedikit. Rani menahan napas saat kami melangkah masuk ke halaman.
Aku bisa mendengar detak jantungku sendiri, begitu keras hingga terasa menyesakkan dada.
Dimas mengarahkan senter ke jendela lantai dua. Untuk sepersekian detik, aku melihat sesuatu bergerakbayangan tipis, memanjang, seolah-olah seseorang mengintip dari balik tirai kotor. Aku membekukan langkah, menahan napas.
“Kalian lihat itu?” bisikku. Tak ada yang menjawab. Kami hanya saling berpandangan, wajah-wajah kami dipenuhi ketakutan yang tak bisa disembunyikan.
- Jendela itu tertutup rapat, tapi aku yakin ada sesuatu di baliknya.
- Udara di sekitar rumah terasa lebih dingin, seperti menghisap semua kehangatan dari tubuh kami.
- Suara bisikan kini semakin jelas, seperti berasal dari dalam rumah itu.
Sesuatu yang Mengikuti Kami
Kami memutuskan untuk berbalik. Tapi ketika kami kembali ke jalan semula, boneka tua itu sudah tidak ada. Rani menjerit pelan, matanya melotot menahan tangis. Kami mempercepat langkah, hampir berlari, tapi setiap sudut kota terasa berbeda sekarang.
Jalanan yang kami lalui tampak lebih panjang, lebih gelap, dan setiap bayangan tampak bergerak mengikuti kami.
Bima tiba-tiba berhenti. “Kalian dengar itu?” Suara langkah kaki, berat dan lambat, terdengar di belakang kami. Aku menoleh, tapi tak ada siapa-siapa. Udara di sekitar kami terasa membeku.
Kami akhirnya sampai di persimpangan kota, tempat lampu jalan masih menyala. Namun, saat kami menoleh ke belakang, jalanan yang tadi kami lalui sudah lenyap, digantikan oleh lorong gelap tak berujung.
Tak ada jejak boneka, tak ada rumah tua, hanya kegelapan yang merayap semakin dekat.
Akhir Malam yang Menggantung
Sampai hari ini, tak ada di antara kami yang berani membicarakan malam itu lagi. Kota ini masih tampak sama bagi orang luar, tapi bagi kami, ada sesuatu yang berubah sejak malam mengerikan itu.
Terkadang, saat malam turun dan suara serangga menghilang, aku masih bisa mendengar bisikan namaku di antara angin. Dan di sudut mataku, aku selalu merasa ada yang mengintip dari balik jendela, menunggu saat yang tepat untuk menunjukkan dirinya.
Apa Reaksi Anda?






