Misteri Sepatu Berdarah di Barak Tua Membayangi Malamku

Oleh VOXBLICK

Sabtu, 11 Oktober 2025 - 00.30 WIB
Misteri Sepatu Berdarah di Barak Tua Membayangi Malamku
Misteri sepatu berdarah barak tua (Foto oleh Lindeboom Jean-Bapt)

VOXBLICK.COM - Angin malam menyusup melalui celah-celah papan barak tua, membawa aroma tanah lembap dan sesuatu yang asingseperti bau besi karat yang samar, menusuk hidungku di antara gelap dan diam yang menyesakkan. Aku menatap langit-langit reyot, lampu bohlam gantung berayun pelan, menggores bayangan-bayangan aneh di sudut ruangan. Malam itu, rasa kantukku lenyap, digantikan kecemasan yang tak beralasan, seolah ada sesuatu yang menunggu di balik gelap, siap menyapa dalam keheningan.

Sudah tiga hari aku tinggal di barak tua peninggalan era perang ini, menumpang pada seorang kerabat jauh yang bekerja sebagai penjaga malam. Ia sering memperingatkanku soal suara-suara aneh, tapi aku selalu menertawakannya.

Sampai malam itumalam ketika aku benar-benar merasakannya sendiri. Dari lorong panjang yang remang, samar-samar terdengar langkah kaki, berat dan terseret, berbeda dengan suara langkah manusia biasa. Setiap langkah disertai bunyi berdecit pelan, seperti sepatu karet yang basah menginjak lantai kayu lapuk.

Misteri Sepatu Berdarah di Barak Tua Membayangi Malamku
Misteri Sepatu Berdarah di Barak Tua Membayangi Malamku (Foto oleh Joe Kritz)

Langkah Misterius di Tengah Malam

Jantungku berdegup keras ketika langkah itu berhenti tepat di depan pintuku. Aku menahan napas, berusaha mengatur detak jantung yang seolah berlomba dengan waktu. Suara napas berat terdengar jelas, bercampur dengan gemeretak kayu yang diinjak.

Tak ada suara lain, hanya bunyi getar genting dan napas yang tercekat. Aku ingin berteriak, tapi lidahku kelu. Perlahan, suara itu menjauh, menyusuri lorong, lalu hilang begitu saja. Namun, aroma besi karat itu semakin kuat, menusuk dan membuatku mual.

Pagi harinya, aku menemukan sesuatu yang membuat bulu kudukku berdiri. Di depan pintu kamarku, tergeletak satu sepatu tua berwarna putih, kini berlumuran darah segar yang masih menetes hingga membentuk jejak ke arah ujung lorong gelap.

Tak ada siapa pun di barak selain aku dan kerabatku, yang pagi itu masih tertidur pulas di ujung lain bangunan. Aku mendekat, lututku gemetar. Darah itu begitu nyata, warnanya merah pekat, dan baunyabau besi karatmasih melekat kuat di udara.

Jejak Sepatu Berdarah

Keberanian mengalahkan rasa takutku. Aku mengikuti jejak darah yang membentuk pola aneh di lantai kayu. Setiap langkah semakin berat, lorong seolah-olah memanjang tanpa ujung.

Di tengah lorong, jejak itu tiba-tiba hilang, lenyap begitu saja di depan pintu sebuah kamar yang selalu terkunci. Aku menempelkan telinga ke daun pintu, berharap tidak mendengar apa pun. Tapi yang kudengar justru bisikan lirih, suara yang serak dan penuh kecemasan, seolah meminta pertolongan. Aku mundur perlahan, menggenggam sepatu berdarah itu, dan kembali ke kamar, menutup pintu rapat-rapat.

Duka dan Teror yang Tak Berujung

Sejak malam itu, tidurku tak pernah nyenyak. Setiap malam, suara langkah dan aroma darah kembali menyapaku. Kadang, aku mendengar suara tangis lirih, kadang suara tertawa yang dingin dan menggema dari lorong.

Kerabatku mulai berubah, matanya sering kosong, dan ia tak pernah lagi bicara padaku soal suara aneh. Aku hanya bisa menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi di barak ini.

  • Sepatu berdarah itu selalu kembali, tak peduli berapa kali aku membuangnya.
  • Jejak darah selalu berhenti di depan kamar yang terkunci, seolah menunggu seseorang membukanya.
  • Tak ada penghuni lain, tapi suara langkah itu terus mengelilingi malam-malamku.

Pernah suatu malam aku memberanikan diri menatap ke cermin tua yang tergantung di lorong. Di sana, di belakangku, aku melihat sosok samar dengan sepatu berdarah, menunduk, dan tangisnya memenuhi seluruh ruangan.

Ketika aku berbalik, ruangan kosong, tapi sepatu itu kembali ada di tanganku, kini darahnya terasa hangat dan menetes ke lantai.

Bayang-bayang yang Membayangi Malamku

Barak tua itu kini terasa semakin sempit, seolah menelan semua cahaya dan harapan. Setiap aku mencoba pergi, suara langkah itu menahan kaki, aroma darah makin kuat, dan sepatu berdarah selalu menunggu di depan pintu.

Aku tak tahu berapa lama lagi aku bisa bertahan di siniatau apakah aku benar-benar masih di sini. Malam-malamku kini dipenuhi bayangan sepatu berdarah, langkah-langkah misterius, dan suara napas yang tak pernah pergi.

Sampai suatu malam, saat aku terbangun oleh bunyi pintu terbuka perlahan, aku melihat sepatu berdarah itu bergerak sendiri, melangkah ke arahku, meninggalkan jejak basah di lantai.

Aku membeku, tak bisa berteriak, hanya bisa menatap saat pintu kamar yang selalu terkunci itu perlahan terbuka, menampakkan kegelapan yang pekatdan sesuatu di dalamnya bergerak, menyapaku dengan suara lirih, "Sudah waktunya..."

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0