Partisipasi Publik IKN: Formalitas Proyek atau Suara Rakyat Benar Didengar?


Rabu, 20 Agustus 2025 - 06.20 WIB
Partisipasi Publik IKN: Formalitas Proyek atau Suara Rakyat Benar Didengar?
Partisipasi Publik Pembangunan IKN (Foto oleh muhammad arief di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Proyek pemindahan IKN ke Kalimantan Timur bukan sekadar memindahkan gedung pemerintahan, tapi sebuah mega-proyek yang mengubah lanskap sosial, ekonomi, dan lingkungan secara drastis. Pemerintah, melalui Otorita IKN (OIKN), berulang kali menegaskan komitmennya pada proses yang inklusif.

Landasan hukumnya jelas, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara secara eksplisit mengamanatkan pentingnya partisipasi publik IKN. Otorita IKN mengklaim telah menggelar berbagai forum sosialisasi dan konsultasi publik untuk menyerap aspirasi. Namun, gaung di lapangan menceritakan narasi yang lebih kompleks.

Bagi banyak pihak, terutama masyarakat adat IKN dan kelompok sipil, pertanyaan mendasarnya adalah: apakah keterlibatan ini nyata atau hanya sekadar pemenuhan syarat administratif? Proses pembangunan IKN yang super cepat seringkali dianggap meninggalkan sedikit ruang untuk dialog yang mendalam. Keterlibatan publik sejati membutuhkan waktu, sementara target penyelesaian proyek terus berjalan.

Di sinilah letak ketegangan utama antara ambisi pembangunan IKN dengan esensi dari partisipasi publik itu sendiri. Apakah proses yang berjalan sudah cukup untuk mengakomodir suara-suara yang paling terdampak? Kritik utama yang sering muncul adalah soal kualitas dari partisipasi publik IKN yang diselenggarakan.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk IKN, yang terdiri dari berbagai NGO seperti JATAM dan WALHI, menyoroti bahwa banyak sesi konsultasi publik yang bersifat satu arah. Informasi lebih banyak disampaikan dari atas ke bawah (top-down), tanpa mekanisme yang jelas bagi warga untuk memberikan masukan yang benar-benar dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

Dampak sosial IKN terasa begitu nyata, terutama bagi mereka yang hidupnya bergantung pada lahan yang kini menjadi area proyek. Janji Otorita IKN untuk melindungi hak-hak warga seringkali dirasa belum terwujud sepenuhnya, menciptakan jurang antara retorika resmi dan pengalaman warga. Proses pemindahan IKN menjadi studi kasus menarik tentang bagaimana sebuah negara menyeimbangkan kecepatan pembangunan dengan keadilan sosial dan lingkungan.

Suara yang Terdengar dan yang Terpinggirkan

Dalam setiap proyek skala besar, selalu ada kelompok yang suaranya lebih didengar dan ada yang termarjinalkan. Dalam konteks pembangunan IKN, dinamika ini sangat terasa. Partisipasi publik IKN tidak monolitik; pengalaman setiap kelompok pemangku kepentingan sangat berbeda.

Masyarakat Adat dan Lokal

Bagi masyarakat adat IKN, seperti Suku Balik dan Suku Paser, tanah bukan sekadar aset ekonomi, melainkan ruang hidup, sumber spiritualitas, dan identitas budaya. Pembangunan IKN mengancam keberlangsungan hidup mereka.

Laporan dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) berulang kali menyoroti bagaimana proses pembebasan lahan seringkali tidak transparan dan tanpa persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA atau Free, Prior, and Informed Consent/FPIC). Masyarakat adat IKN khawatir kehilangan hutan adat, situs keramat, dan sumber air. Meskipun Otorita IKN menyatakan telah melakukan pemetaan sosial, banyak komunitas merasa tidak dilibatkan secara penuh.

Konsultasi publik yang diadakan seringkali dianggap tidak representatif, gagal menangkap kekhawatiran spesifik dari setiap komunitas. Perjuangan mereka bukan menolak pembangunan, melainkan menuntut agar pembangunan IKN menghormati hak-hak mereka sebagai penduduk asli.

Aktivis Lingkungan dan Sosial

Kelompok masyarakat sipil, terutama yang fokus pada isu lingkungan, menjadi salah satu suara paling kritis.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah merilis berbagai kajian mengenai potensi kerusakan ekologis akibat pembangunan IKN. Deforestasi masif, ancaman terhadap habitat satwa endemik seperti orangutan dan bekantan, serta potensi krisis air bersih di masa depan adalah beberapa isu utama. Mereka mempertanyakan klaim 'kota hutan berkelanjutan' yang dicanangkan pemerintah.

Partisipasi publik IKN dari perspektif mereka adalah tentang memastikan adanya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang transparan, independen, dan partisipatif. Mereka berargumen bahwa keputusan strategis terkait tata ruang dan alih fungsi hutan dibuat dengan keterlibatan publik yang minimal, membahayakan masa depan ekologis Kalimantan Timur. Dampak sosial IKN yang mereka soroti juga mencakup potensi konflik agraria yang semakin meruncing.

Sektor Swasta dan Investor

Berbeda dengan masyarakat lokal, partisipasi sektor swasta dan investor justru mendapat karpet merah. Forum investasi, penjajakan pasar, dan dialog bisnis rutin digelar oleh Otorita IKN dan pemerintah pusat. Keterlibatan mereka sangat terstruktur dan difasilitasi dengan baik karena investasi adalah bahan bakar utama proyek pemindahan IKN. Namun, fasilitasi yang kontras ini justru menajamkan kritik.

Ketika partisipasi investor begitu diutamakan, partisipasi publik IKN dari kelompok terdampak justru terasa seperti pelengkap. Hal ini menciptakan persepsi bahwa pembangunan IKN lebih berorientasi pada kepentingan modal ketimbang kepentingan rakyat, sebuah sentimen yang terus menguat seiring berjalannya proyek.

Mengukur 'Keterlibatan': Sekadar Konsultasi atau Kolaborasi Sejati?

Inti dari perdebatan mengenai partisipasi publik IKN adalah pada definisinya.

Apakah sekadar hadir dalam forum sosialisasi sudah bisa disebut 'berpartisipasi'? Di sinilah letak perbedaan antara keterlibatan semu (tokenism) dan partisipasi yang bermakna (meaningful participation). Pengamat kebijakan publik dan perkotaan, Yayat Supriatna, seringkali menekankan bahwa partisipasi sejati adalah ketika warga memiliki kekuatan untuk memengaruhi hasil akhir dari sebuah kebijakan atau proyek.

"Jika konsultasi hanya untuk memberitahu apa yang sudah diputuskan, itu bukan partisipasi, itu sosialisasi paksa," ujarnya dalam sebuah kesempatan. Dalam konteks pembangunan IKN, banyak yang merasa prosesnya masih berada di level terendah dalam tangga partisipasi, yaitu sekadar informasi dan konsultasi.

Proses konsultasi publik yang ideal seharusnya dialogis, di mana Otorita IKN tidak hanya memaparkan rencana, tetapi juga siap mengubahnya berdasarkan masukan dari masyarakat. Namun, laporan lapangan menunjukkan bahwa masukan kritis dari warga seringkali dicatat namun jarang ditindaklanjuti dalam perubahan desain atau kebijakan. Mekanisme umpan balik yang jelas dan transparan menjadi kunci yang hilang.

Tanpa itu, warga merasa suara mereka tidak dihargai, dan partisipasi publik IKN hanya menjadi ritual untuk melegitimasi keputusan yang sudah dibuat di ruang tertutup. Tantangan terbesar bagi Otorita IKN adalah mengubah paradigma ini, dari sekadar memenuhi kewajiban prosedural menjadi sebuah kolaborasi otentik dengan warganya.

Dampak sosial IKN yang negatif hanya bisa diminimalisir jika ada kemauan politik untuk mendengar dan bertindak atas suara-suara kritis.

Jalan ke Depan: Membangun Kepercayaan Melalui Partisipasi Publik IKN yang Inklusif

Proyek pemindahan IKN sudah berjalan, namun belum terlambat untuk memperbaiki kualitas partisipasi publik. Membangun kepercayaan adalah fondasi utama agar proyek raksasa ini tidak meninggalkan luka sosial dan ekologis yang dalam.

Beberapa langkah konkret bisa menjadi jalan ke depan untuk memastikan proses pembangunan IKN lebih adil dan inklusif. Pertama, Otorita IKN perlu menciptakan ruang dialog yang aman dan setara, di mana masyarakat adat IKN dan kelompok rentan lainnya dapat menyuarakan pendapat tanpa intimidasi.

Ini berarti forum konsultasi publik harus dirancang bersama masyarakat, diadakan di lokasi yang mudah diakses, menggunakan bahasa yang dimengerti, dan dengan waktu yang cukup. Kedua, transparansi informasi adalah mutlak. Semua dokumen terkait perencanaan, studi AMDAL, dan rencana alokasi lahan harus dapat diakses publik dengan mudah. Tanpa akses informasi yang memadai, partisipasi publik IKN akan selalu timpang.

Ketiga, perlu ada mekanisme penyelesaian sengketa dan keluhan yang independen dan kredibel. Warga yang merasa dirugikan harus memiliki jalur yang jelas untuk mencari keadilan. Ini penting untuk mengelola dampak sosial IKN secara proaktif. Keempat, paradigma harus bergeser dari konsultasi menjadi ko-kreasi.

Pada area-area tertentu, seperti pengelolaan ruang hidup komunal atau pelestarian situs budaya, masyarakat adat IKN seharusnya dilibatkan sebagai mitra setara dalam merancang dan mengelola, bukan sekadar objek pembangunan. Proyek pemindahan IKN adalah pertaruhan besar bagi masa depan Indonesia. Keberhasilannya kelak tidak hanya akan diukur dari megahnya gedung-gedung atau canggihnya teknologi, tetapi dari bagaimana prosesnya memperlakukan manusia dan alam.

Kualitas partisipasi publik IKN hari ini akan menentukan legitimasi dan keberlanjutan ibu kota baru di masa depan. Perlu diingat, berbagai kelompok memiliki perspektif yang valid mengenai efektivitas program yang ada, dan potret yang utuh hanya bisa didapat dengan menyandingkan data resmi dengan pengalaman nyata di lapangan.

Pada akhirnya, warisan IKN akan bergantung pada apakah ia berhasil menjadi rumah bagi semua, terutama bagi mereka yang telah lebih dulu menyebut tanah itu sebagai rumah.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0