Puisi Terkutuk Neraka Tomino yang Konon Membawa Petaka Jika Dibaca dengan Keras


Sabtu, 30 Agustus 2025 - 06.49 WIB
Puisi Terkutuk Neraka Tomino  yang Konon Membawa Petaka Jika Dibaca dengan Keras
Misteri Puisi Neraka Tomino (Foto oleh The Cleveland Museum of Art di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Di sudut-sudut tergelap internet dan dalam bisikan para pencari sensasi, ada sebuah nama yang diucapkan dengan nada hati-hati: Neraka Tomino. Ini bukan sekadar rangkaian kata di atas kertas, melainkan sebuah gerbang menuju kengerian yang tak terucap.

Legenda urban Jepang ini berpusat pada sebuah puisi yang konon dikutuk, sebuah karya sastra yang membawa bencana bagi siapa pun yang berani melafalkannya dengan suara keras. Kata-kata di dalamnya dikatakan memiliki kekuatan untuk melepaskan nasib buruk, penyakit, atau bahkan kematian.

Namun, di balik reputasinya yang mengerikan, tersembunyi sebuah sejarah yang jauh lebih kompleks dan misterius, sebuah perjalanan dari pena seorang penyair ternama hingga menjadi hantu digital yang menghantui dunia maya.

Kisah Neraka Tomino adalah bukti nyata bagaimana sebuah karya seni dapat melampaui niat penciptanya dan hidup sebagai entitasnya sendiri, ditenagai oleh ketakutan dan rasa penasaran manusia.

Asal-usul Gema Kutukan: Siapa Saijō Yaso?

Sebelum menjadi benih dari sebuah legenda urban Jepang yang menakutkan, "Tomino no Jigoku" atau Neraka Tomino, adalah sebuah puisi yang lahir dari imajinasi Saijō Yaso (西條 八十).

Ironisnya, Yaso, yang lahir pada tahun 1892, lebih dikenal sebagai sosok yang lembut, seorang penyair liris dan penulis lirik lagu anak-anak yang populer di Jepang pada era Taishō dan Shōwa. Karya-karyanya sering kali membangkitkan nostalgia dan kehangatan, sangat kontras dengan citra gelap yang melekat pada puisi terkutuk ini.

Puisi Neraka Tomino sendiri pertama kali diterbitkan pada tahun 1919 dalam koleksi puisinya yang ke-27, berjudul "Sakin" (砂金, atau Debu Emas). Pada masa itu, tidak ada catatan sedikit pun yang mengindikasikan bahwa puisi ini memiliki aura supernatural atau membawa kutukan. Ia hanyalah satu dari sekian banyak karya Yaso yang mengeksplorasi tema-tema surealis dan imajinasi kelam.

Tidak ada bukti bahwa Saijō Yaso sendiri pernah menganggap Neraka Tomino sebagai karya yang berbahaya.

Kutukan yang kini kita kenal bukanlah warisan dari sang penyair, melainkan sebuah narasi yang dibangun puluhan tahun setelah kematiannya, menunjukkan betapa sebuah teks dapat diinterpretasikan ulang oleh generasi berikutnya hingga memiliki makna yang sama sekali baru.

Mengurai Bait-Bait Kelam: Apa Isi 'Neraka Tomino'?

Membaca terjemahan Neraka Tomino adalah seperti terjun ke dalam lukisan surealis yang mengerikan.

Puisi ini tidak menyajikan narasi horor yang linear, melainkan serangkaian citra yang fragmentaris dan mengganggu tentang perjalanan seseorang bernama Tomino ke dalam neraka terdalam dalam mitologi Buddha, Avici (無間地獄, Mugen Jigoku), tempat para pendosa menderita tanpa henti. Bait-baitnya melukiskan gambaran yang menyakitkan:

Perjalanan Menuju Kegelapan

Tomino digambarkan sebagai sosok yang kesepian dan tersiksa.

"Kakak perempuannya muntah darah, adik perempuannya meludahkan api," tulis Yaso, menciptakan suasana keluarga yang hancur dan penuh penderitaan. Tomino sendiri kemudian "memuntahkan permata berwarna," sebuah citra ambigu yang bisa berarti kehilangan kemurnian atau mengeluarkan sesuatu yang berharga dalam penderitaan. Perjalanannya ke neraka bukanlah perjalanan penebusan, melainkan penurunan tanpa akhir ke dalam keputusasaan.

Puisi terkutuk ini menggunakan bahasa yang sengaja dibuat membingungkan, membuat pembaca bertanya-tanya: Siapa Tomino? Apa dosanya? Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah diberikan.

Simbolisme yang Menyakitkan

Setiap baris dalam Neraka Tomino sarat dengan simbolisme yang brutal. Ada gambaran tentang cambuk yang berbunyi, darah yang mengalir, dan tangisan yang tak terjawab.

Tomino berjalan melintasi "gunung jarum" (針の山, hari no yama), sebuah gambaran umum tentang siksaan di neraka dalam cerita rakyat Jepang. Namun, Saijō Yaso menggambarkannya dengan sentuhan pribadi yang membuatnya lebih personal dan mengerikan. Salah satu bait yang paling terkenal berbunyi, "Jika mereka ada di neraka ini, bunga apa yang akan mekar?" Ini adalah pertanyaan retoris yang menggarisbawahi ketiadaan harapan.

Tidak ada keindahan atau kelegaan di Neraka Tomino, hanya siklus penderitaan abadi.

Kekuatan puisi ini terletak pada kemampuannya untuk membangkitkan emosi primitif berupa ketakutan dan ketidakberdayaan melalui citra-citra yang menghantui.

Lahirnya Sebuah Legenda Urban: Dari Buku ke Forum Daring

Popularitas Neraka Tomino sebagai puisi terkutuk tidak berasal dari era Saijō Yaso, melainkan meledak di penghujung abad ke-20. Katalisator utamanya adalah seorang penulis dan kritikus film bernama Yomota Inuhiko.

Dalam bukunya yang terbit tahun 1998, "Kokoro wa Korogaru Ishi no you ni" (Hati itu Bagaikan Batu yang Menggelinding), Inuhiko menulis sebuah esai yang menganalisis puisi tersebut. Di dalamnya, ia mengisahkan sebuah anekdot tentang sutradara film Terayama Shūji, yang meninggal pada usia 47 tahun karena sirosis hati.

Inuhiko secara spekulatif mengaitkan kematian dini Terayama dengan proyek filmnya yang terinspirasi oleh Neraka Tomino, menciptakan narasi bahwa sang sutradara adalah "korban" pertama dari kutukan puisi tersebut. Meskipun kemungkinan besar ini adalah interpretasi sastra yang dramatis oleh Inuhiko, kisah ini menjadi fondasi bagi legenda urban Jepang modern. Dari sinilah mitos kutukan Neraka Tomino mulai menyebar luas.

Pada awal tahun 2000-an, kisah ini menemukan medium yang sempurna: forum internet Jepang anonim seperti 2channel. Di sana, para pengguna mulai berbagi cerita, saling menantang untuk membaca puisi itu dengan suara keras, dan melaporkan pengalaman-pengalaman aneh setelahnya, mulai dari sakit kepala ringan hingga perasaan diawasi. Seperti yang sering terjadi pada creepypasta, setiap cerita baru menambahkan lapisan baru pada mitos tersebut.

Narasi tentang orang yang menghilang atau meninggal setelah membaca puisi terkutuk ini menjadi viral, mengubah karya sastra avant-garde menjadi momok digital. Kebenaran faktual menjadi tidak relevan; yang penting adalah kengerian kolektif yang berhasil diciptakannya.

Analisis di Balik Mitos: Psikologi dan Simbolisme

Di luar aura supernaturalnya, kekuatan Neraka Tomino dapat dijelaskan melalui lensa sastra dan psikologi.

Dari sudut pandang sastra, beberapa analis berpendapat bahwa puisi ini bukanlah tentang kutukan, melainkan sebuah alegori yang mendalam. Ditulis tak lama setelah Perang Dunia I, puisi ini bisa jadi merupakan cerminan dari trauma perang atau penderitaan manusia yang tak terkatakan.

Yang lain menafsirkannya sebagai penggambaran surealis dari pelecehan anak atau rasa sakit psikologis yang mendalam, di mana "neraka" adalah metafora untuk kondisi mental yang hancur. Yomota Inuhiko sendiri, dalam analisisnya, lebih fokus pada efek fonetik dan ritmis dari puisi tersebut.

Ia berpendapat bahwa irama dan pengulangan kata dalam bahasa Jepang aslinya, ketika dibaca keras, dapat menciptakan keadaan seperti trans atau ketidaknyamanan psikologis yang mendalam pada pembaca. Efek ini, yang dirasakan secara fisik, kemudian dapat disalahartikan sebagai manifestasi dari sebuah kutukan.

Tentu saja, kisah-kisah yang menyebar dari mulut ke mulut dan di forum internet sering kali dibumbui dramatisasi, dan sulit untuk memverifikasi kebenaran setiap klaim tentang kutukan Neraka Tomino. Fenomena ini sangat terkait dengan apa yang dikenal sebagai efek nocebo kebalikan dari plasebo.

Jika seseorang sangat percaya bahwa membaca puisi terkutuk ini akan membawa celaka, pikiran mereka dapat memicu gejala fisik nyata seperti kecemasan, paranoia, atau sakit kepala. Dengan demikian, kutukan itu diaktifkan oleh keyakinan pembaca itu sendiri.

Apakah Benar-Benar Berbahaya?

Kesaksian dan Fakta

Meskipun legenda urban Jepang ini sangat populer, hingga hari ini tidak ada satu pun bukti konkret yang dapat diverifikasi secara independen yang menunjukkan bahwa seseorang meninggal atau menderita celaka parah hanya karena membaca puisi Neraka Tomino. Semua cerita tentang korban adalah anekdot tanpa nama, tanggal, atau lokasi yang jelas ciri khas sebuah mitos urban.

Di platform seperti YouTube dan Nico Nico Douga, banyak orang Jepang dan dari seluruh dunia yang telah merekam diri mereka membaca puisi itu dengan lantang, sering kali sebagai bagian dari "tantangan keberanian". Sebagian besar dari mereka tidak melaporkan efek samping apa pun, sementara beberapa mengalami perasaan tidak enak yang kemungkinan besar disebabkan oleh autosugesti dan suasana yang mereka ciptakan sendiri.

Arsip cerita horor Jepang seperti Kowabana mengumpulkan berbagai kesaksian dan terjemahan, namun tetap menyajikannya dalam konteks cerita rakyat, bukan laporan faktual. Apa yang membuat Neraka Tomino tetap bertahan bukanlah bukti nyata dari kutukannya, melainkan daya pikat dari misteri itu sendiri. Pertanyaan "bagaimana jika?" jauh lebih kuat daripada kepastian apa pun.

Misteri kutukan ini menjadi kanvas bagi imajinasi kolektif untuk melukiskan ketakutan tergelapnya.

Pada akhirnya, warisan Neraka Tomino bukanlah sebagai pembawa malapetaka, melainkan sebagai sebuah studi kasus yang menarik tentang bagaimana sebuah cerita lahir, bermutasi, dan menyebar dalam budaya manusia. Ia bertransformasi dari puisi avant-garde menjadi legenda urban, dari cetakan buku menjadi kode biner di server internet global.

Kisah ini menunjukkan kekuatan kata-kata bukan untuk mengutuk secara gaib, tetapi untuk memprovokasi emosi, memicu imajinasi, dan menyentuh ketakutan universal kita akan hal yang tidak diketahui. Apakah kutukan Neraka Tomino itu nyata, ataukah kita sendiri yang memberinya kekuatan melalui rasa takut dan keyakinan kita?

Legenda seperti ini mengingatkan kita bahwa terkadang, horor paling mengerikan bukanlah yang datang dari dunia lain, melainkan yang bersemayam dalam labirin pikiran kita sendiri, menunggu kata yang tepat untuk membangunkannya.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0