Seniman dan Fans Beramai-ramai Tinggalkan Spotify? Ini Alasannya!

VOXBLICK.COM - Gerakan Death to Spotify bukan lagi sekadar kicauan di media sosial. Ini adalah gaung nyata dari kekecewaan yang semakin memuncak di kalangan seniman dan penggemar musik. Pertanyaan besar yang bergema: mengapa banyak pihak mulai berpikir untuk meninggalkan aplikasi musik populer ini, dan apa dampaknya bagi ekosistem musik secara keseluruhan?
Inti permasalahan utamanya terletak pada model pembayaran royalti yang dianggap tidak adil. Banyak seniman, terutama yang independen atau dari label kecil, merasa sangat dirugikan oleh sistem bagi hasil Spotify.
Mereka menuding bahwa platform streaming raksasa ini mengambil porsi singa dari pendapatan, menyisakan remah-remah untuk para pencipta karya yang notabene adalah tulang punggung industri musik.

Royalti Minim: Pemicu Utama Kekecewaan Seniman
Bayangkan ini: lagu Anda diputar jutaan kali, tapi uang yang masuk ke kantong Anda hanya cukup untuk membeli kopi. Ini bukan hiperbola, melainkan realita pahit bagi banyak seniman di Spotify.
Menurut laporan dari beberapa organisasi advokasi musisi, seperti Union of Musicians and Allied Workers (UMAW), Spotify membayar royalti per stream yang sangat rendah, seringkali hanya berkisar antara $0.003 hingga $0.005. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan platform lain yang berani membayar lebih besar, atau bahkan model penjualan musik tradisional.
Untuk bisa hidup layak dari royalti Spotify, seorang seniman butuh puluhan juta, bahkan ratusan juta stream per bulan. Angka ini sangat sulit dicapai, terutama bagi musisi baru atau yang memiliki niche audience.
Akibatnya, banyak seniman merasa tidak dihargai, bahkan dieksploitasi oleh sistem yang justru mereka harapkan bisa menjadi jembatan menuju pendengar global.
Gerakan Death to Spotify dan Dampaknya
Kekecewaan ini kemudian melahirkan gerakan Death to Spotify yang semakin lantang. Gerakan ini bukan hanya sekadar seruan untuk berhenti menggunakan aplikasi, tapi juga upaya kolektif untuk menuntut perubahan fundamental. Seniman dan penggemar beramai-ramai menyuarakan tuntutan mereka melalui media sosial, petisi, hingga aksi nyata seperti kampanye boikot yang sempat digalakkan.
Dampak dari gerakan ini mulai terasa, meski belum menggoyahkan dominasi Spotify secara signifikan. Beberapa poin penting yang muncul antara lain:
- Kesadaran Konsumen Meningkat: Banyak penggemar yang awalnya tidak tahu tentang masalah royalti, kini menjadi lebih sadar dan mulai mencari alternatif untuk mendukung seniman favorit mereka secara langsung.
- Munculnya Platform Alternatif: Kebutuhan akan platform yang lebih adil memicu pertumbuhan aplikasi musik alternatif yang mengklaim menawarkan model pembayaran royalti yang lebih baik, seperti Bandcamp, Tidal, atau bahkan platform berbasis blockchain.
- Tekanan Terhadap Spotify: Meskipun Spotify belum membuat perubahan drastis, tekanan publik dan kritik dari industri setidaknya membuat mereka terus berdiskusi tentang bagaimana meningkatkan nilai bagi seniman.
Spotify dan Tanggapannya
Tentu saja, Spotify tidak tinggal diam. Mereka kerap berargumen bahwa model bisnis mereka adalah yang paling berkelanjutan untuk industri musik secara keseluruhan, dan bahwa mereka telah membayar miliaran dolar kepada pemegang hak cipta.
Mereka juga sering menunjuk pada kompleksitas rantai pembayaran royalti, di mana sebagian besar uang mengalir ke label rekaman dan distributor, bukan langsung ke seniman. Spotify juga sering menyoroti fitur-fitur promosi yang mereka sediakan untuk membantu seniman menjangkau audiens.
Namun, bagi banyak seniman, argumen ini terasa seperti pengalihan isu. Mereka ingin transparansi yang lebih besar dan pembagian pendapatan yang lebih adil, terlepas dari bagaimana uang itu kemudian didistribusikan oleh label.
Mereka ingin melihat Spotify mengambil tanggung jawab lebih besar terhadap kesejahteraan para kreator kontennya.
Masa Depan Industri Musik Streaming
Fenomena ini membuka diskusi penting tentang masa depan industri musik streaming.
Apakah model dominan saat ini benar-benar berkelanjutan untuk semua pihak? Atau apakah kita akan melihat pergeseran menuju model yang lebih terdesentralisasi, di mana seniman memiliki kontrol lebih besar atas karya dan pendapatannya?
Beberapa tren yang mungkin terjadi di masa depan:
- Model Langganan Langsung ke Seniman: Semakin banyak seniman yang menawarkan langganan langsung melalui platform seperti Patreon atau Substack, memungkinkan penggemar untuk mendukung mereka secara langsung dan mendapatkan konten eksklusif.
- Platform Niche dan Berbasis Komunitas: Platform yang melayani genre atau komunitas tertentu, dengan fokus pada pembayaran yang lebih adil dan interaksi langsung antara seniman dan penggemar, bisa semakin berkembang.
- Teknologi Blockchain dan NFT: Meskipun masih dalam tahap awal, teknologi blockchain dan NFT menawarkan potensi untuk menciptakan sistem royalti yang lebih transparan dan memungkinkan seniman untuk memiliki kepemilikan langsung atas karya mereka.
Gerakan Death to Spotify mungkin tidak akan membuat Spotify runtuh dalam waktu dekat, mengingat dominasinya yang begitu besar di pasar.
Namun, gerakan ini sukses memicu percakapan krusial dan menekan Spotify untuk mengevaluasi kembali model bisnis mereka. Ini adalah pertanda bahwa seniman dan penggemar tidak akan lagi pasif menerima status quo. Mereka menginginkan ekosistem musik yang lebih adil, di mana kreativitas dihargai, dan setiap stream benar-benar berarti bagi mereka yang menciptakan musiknya.
Apa Reaksi Anda?






