Stablecoin: Teman Aman di Badai Kripto atau Bom Waktu yang Siap Meledak? Ini Jawabannya!


Minggu, 31 Agustus 2025 - 00.20 WIB
Stablecoin: Teman Aman di Badai Kripto atau Bom Waktu yang Siap Meledak? Ini Jawabannya!
Stablecoin: Stabilitas vs Risiko (Foto oleh Traxer di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Di tengah pasar aset kripto yang naik turun seperti roller coaster, stablecoin sering dianggap sebagai oase yang tenang. Nilainya yang dipatok ke aset dunia nyata, seperti dolar AS, menjanjikan stabilitas harga yang sangat dibutuhkan. Bayangkan saja, kamu bisa menyimpan nilai aset digitalmu tanpa perlu khawatir harganya anjlok 50% dalam semalam. Inilah pesona utama stablecoin, menjadikannya jembatan vital antara dunia keuangan tradisional dan ekosistem aset kripto yang liar. Tapi, apakah ia benar-benar pelabuhan aman yang selama ini kita kira? Atau, ada risiko tersembunyi yang membuatnya lebih mirip bom waktu finansial?

Apa Itu Stablecoin dan Kenapa Kamu Membutuhkannya?

Secara sederhana, stablecoin adalah sebuah aset kripto yang nilainya dirancang untuk tetap stabil karena dipatok (pegged) ke aset lain yang lebih stabil.

Aset acuan ini paling umum adalah mata uang fiat seperti Dolar AS (USD), tetapi bisa juga berupa komoditas seperti emas. Tujuannya adalah menggabungkan keunggulan aset kriptotransaksi cepat, tanpa batas, dan transparan di blockchaindengan stabilitas harga dari aset tradisional. Inilah yang membuatnya berbeda dari Bitcoin atau Ethereum yang harganya sangat fluktuatif.

Dalam ekosistem investasi kripto, stablecoin memiliki beberapa fungsi krusial. Pertama, sebagai alat lindung nilai (hedging).

Saat pasar sedang bergejolak, para trader bisa dengan cepat menukarkan aset kripto mereka yang volatil ke stablecoin untuk mengamankan keuntungan atau menghindari kerugian lebih lanjut, tanpa harus keluar dari ekosistem kripto (proses cash-out ke rekening bank bisa memakan waktu dan biaya). Kedua, sebagai unit hitung. Banyak bursa aset kripto menggunakan stablecoin seperti USDT atau USDC sebagai pasangan dagang utama, membuatnya lebih mudah untuk menghitung untung dan rugi. Ketiga, untuk pembayaran dan pengiriman uang lintas batas dengan biaya lebih rendah dan kecepatan lebih tinggi dibandingkan sistem perbankan tradisional.

Mengupas Tuntas 4 Jenis Stablecoin Utama

Tidak semua stablecoin diciptakan sama. Di balik janji stabilitas harga, ada mekanisme berbeda yang menopangnya. Memahami perbedaan ini adalah kunci pertama untuk mengelola risiko stablecoin.

Secara umum, ada empat jenis utama yang perlu kamu ketahui.

Stablecoin Beragun Fiat (Fiat-Collateralized)


Ini adalah jenis yang paling umum dan mudah dipahami. Setiap unit stablecoin yang beredar dijamin oleh satu unit mata uang fiat yang setara (misalnya, 1 USDC = 1 USD) yang disimpan di rekening bank oleh perusahaan penerbitnya. Contoh paling populer adalah Tether (USDT), USD Coin (USDC), dan Binance USD (BUSD). Kepercayaan pada stablecoin jenis ini sangat bergantung pada transparansi dan integritas penerbitnya. Apakah mereka benar-benar memiliki cadangan 1:1? Untuk menjawab ini, perusahaan seperti Circle (penerbit USDC) secara rutin merilis laporan atestasi dari firma audit independen untuk membuktikan cadangan mereka. Transparansi inilah yang menjadi pilar utama stabilitas harga mereka.

Stablecoin Beragun Kripto (Crypto-Collateralized)


Jenis stablecoin ini sedikit lebih rumit. Alih-alih dijamin oleh dolar di bank, nilainya dijamin oleh aset kripto lain yang disimpan dalam sebuah smart contract.

Contoh paling terkenal adalah DAI dari MakerDAO. Untuk menjaga stabilitas harga di tengah volatilitas agunan kriptonya (seperti Ethereum), stablecoin ini menggunakan sistem agunan berlebih (over-collateralization). Artinya, untuk mencetak DAI senilai $100, kamu mungkin perlu mengunci Ethereum senilai $150 atau lebih. Jika harga Ethereum turun, sistem akan secara otomatis melikuidasi agunan untuk memastikan nilai DAI tetap stabil. Model ini lebih terdesentralisasi tetapi juga membawa risiko terkait volatilitas agunan dan kerentanan smart contract.

Stablecoin Beragun Komoditas (Commodity-Collateralized)


Mekanismenya mirip dengan yang beragun fiat, tetapi jaminannya bukan uang, melainkan komoditas fisik seperti emas.

Setiap token mewakili sejumlah tertentu komoditas tersebut yang disimpan di tempat yang aman. Contohnya adalah Pax Gold (PAXG), di mana satu token dijamin oleh satu troy ons emas fisik yang disimpan di brankas di London. Ini adalah cara menarik untuk berinvestasi pada komoditas fisik dengan kemudahan dan portabilitas aset kripto. Namun, stabilitas harga stablecoin ini akan mengikuti pergerakan harga komoditas acuannya.

Stablecoin Algoritmik (Algorithmic)


Inilah jenis stablecoin yang paling kontroversial dan sering dianggap berisiko tinggi. Stablecoin algoritmik tidak memiliki jaminan aset apa pun.

Sebaliknya, ia menggunakan algoritma dan smart contract untuk menjaga stabilitas harga. Mekanismenya adalah dengan mengatur pasokan token secara otomatis. Jika harga stablecoin naik di atas patokannya (misalnya, $1.01), algoritma akan mencetak lebih banyak token untuk menurunkannya. Jika harga turun di bawah patokan (misalnya, $0.99), algoritma akan mengurangi pasokan. Model ini sangat bergantung pada kepercayaan pasar dan desain algoritmanya, yang terbukti bisa sangat rapuh.

Studi Kasus: Belajar dari Keruntuhan TerraUSD (UST)


Kisah keruntuhan TerraUSD (UST) pada Mei 2022 adalah pelajaran paling pahit tentang risiko stablecoin algoritmik. UST dirancang untuk menjaga patokan 1:1 dengan dolar AS melalui mekanisme algoritma yang terhubung dengan token saudaranya, LUNA. Ketika tekanan jual masif melanda UST, mekanismenya gagal total. Algoritma mulai mencetak LUNA dalam jumlah triliunan untuk mencoba menopang harga UST, namun ini justru menyebabkan hiperinflasi dan kejatuhan harga LUNA hingga nyaris nol. Akibatnya, UST kehilangan patokannya secara permanen dan investor kehilangan miliaran dolar dalam hitungan hari. Peristiwa yang sering disebut death spiral ini menjadi bukti nyata bahwa stabilitas harga yang hanya didukung oleh algoritma dan sentimen pasar bisa runtuh seketika. Seperti yang dijelaskan dalam banyak analisis pasca-kejadian, model ini tidak memiliki lantai atau jaminan aset nyata untuk menahan kejatuhan saat kepercayaan investor hilang. Insiden ini, seperti yang didokumentasikan oleh media industri kripto, menjadi pemicu utama seruan regulasi kripto yang lebih ketat di seluruh dunia.

Risiko Tersembunyi di Balik Stabilitas: Apa Saja yang Perlu Kamu Waspadai?


Selain kegagalan model algoritmik, ada beberapa risiko lain yang perlu kamu pertimbangkan sebelum menjadikan stablecoin sebagai bagian dari strategi investasi kripto kamu.

1. Risiko Cadangan (Reserve Risk): Ini berlaku untuk stablecoin beragun fiat. Apakah cadangannya benar-benar 100% uang tunai atau juga termasuk aset lain yang kurang likuid seperti surat utang perusahaan? Komposisi cadangan ini sangat penting.

Jika pasar surat utang goyah, nilai cadangan bisa tergerus dan menggoyahkan stabilitas harga stablecoin tersebut.
2. Risiko Sentralisasi dan Sensor: Penerbit stablecoin beragun fiat adalah entitas terpusat. Mereka memiliki kemampuan untuk membekukan alamat atau transaksi yang dianggap melanggar hukum. Meskipun ini bisa baik untuk mencegah aktivitas ilegal, ini bertentangan dengan prinsip desentralisasi yang menjadi inti dari aset kripto.
3. Risiko Regulasi: Pemerintah di seluruh dunia sedang mengamati stablecoin dengan sangat cermat. Ketua Federal Reserve AS, Jerome Powell, telah berulang kali menyatakan bahwa stablecoin memerlukan kerangka regulasi yang kuat, mirip dengan yang berlaku untuk dana pasar uang atau deposito bank. Perubahan regulasi kripto di masa depan dapat secara signifikan memengaruhi cara kerja dan legalitas stablecoin.
4. Risiko De-Pegging: Bahkan stablecoin yang paling terkemuka sekalipun tidak kebal dari kehilangan patokannya sementara waktu (de-pegging) selama periode volatilitas pasar ekstrem atau krisis kepercayaan. Meskipun seringkali pulih, peristiwa ini bisa memicu kepanikan dan kerugian bagi mereka yang perlu menjual pada saat yang salah.

Bagaimana Memilih Stablecoin yang Tepat untuk Kamu?


Setelah memahami jenis dan risikonya, bagaimana cara memilih stablecoin yang paling sesuai dengan kebutuhan dan toleransi risikomu? Berikut adalah beberapa langkah praktis:

- Periksa Transparansi Cadangan: Untuk stablecoin beragun fiat, cari penerbit yang secara rutin menerbitkan laporan audit dari pihak ketiga yang independen dan terkemuka.

Pastikan kamu bisa dengan mudah mengakses informasi detail tentang komposisi cadangan mereka.
- Pahami Mekanismenya: Ketahui jenis stablecoin yang kamu pilih. Apakah ia dijamin oleh fiat, kripto, atau hanya algoritma? Semakin sederhana dan transparan mekanismenya, umumnya semakin rendah risikonya.
- Evaluasi Reputasi Penerbit: Siapa di balik stablecoin tersebut? Apakah mereka perusahaan yang memiliki rekam jejak yang baik dan patuh terhadap regulasi? Reputasi adalah segalanya di dunia investasi kripto.
- Likuiditas dan Adopsi: Pilih stablecoin yang memiliki likuiditas tinggi dan diterima secara luas di berbagai bursa dan platform DeFi. Ini memastikan kamu bisa dengan mudah menukar atau menggunakannya kapan pun kamu mau.

Pada akhirnya, stablecoin bukanlah aset kripto yang sepenuhnya tanpa risiko, tetapi merupakan alat yang sangat berguna jika digunakan dengan pemahaman yang benar.

Mereka menawarkan stabilitas harga yang sangat dibutuhkan di pasar yang bergejolak, tetapi stabilitas tersebut datang dengan serangkaian pertimbangan tersendiri, mulai dari kepercayaan pada penerbit hingga risiko regulasi kripto yang terus berkembang.

Ingat, setiap keputusan investasi di dunia aset kripto membawa risikonya sendiri. Informasi dalam artikel ini bertujuan untuk edukasi dan bukan merupakan nasihat keuangan.

Selalu lakukan riset mendalammu sendiri (DYOR) sebelum terjun ke dalam investasi stablecoin atau aset kripto lainnya.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0