Strategi Investasi Piggybacking Ternyata Bisa Melanggar Hukum dan Hak Cipta

Oleh Ramones

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 06.15 WIB
Strategi Investasi Piggybacking Ternyata Bisa Melanggar Hukum dan Hak Cipta
Aspek Hukum Investasi Piggybacking (Foto oleh Infrarate.com di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Membuka media sosial hari ini seringkali terasa seperti masuk ke sebuah seminar keuangan tanpa diundang. Seorang 'influencer' dengan percaya diri memamerkan layar hijau portofolionya, bercerita tentang keuntungan ribuan persen dari saham antah berantah, dan mengajak pengikutnya untuk ikut 'meroket'.

Godaan untuk langsung meniru langkah mereka, membeli saham yang sama persis, dan berharap kecipratan untung tentu sangat besar.

Fenomena inilah yang dikenal dengan istilah strategi investasi piggybacking, atau dalam bahasa sederhananya, 'ikut-ikutan' atau 'nebeng' portofolio investor lain yang dianggap lebih ahli.

Konsepnya sederhana: daripada pusing menganalisis ratusan laporan keuangan atau grafik yang rumit, kenapa tidak meniru saja langkah para profesional atau investor sukses?

Anggap saja ini seperti saat kita tidak tahu mau makan di mana di kota baru. Pilihan paling aman adalah mencari warung yang paling ramai, dengan asumsi makanan di sana pasti enak. Dalam dunia investasi, 'warung ramai' itu adalah portofolio investor besar seperti Warren Buffett atau rekam jejak seorang trader yang sering dibagikan di internet.

Namun, seperti halnya memilih warung, strategi investasi ini tidak sesederhana kelihatannya. Di balik potensi keuntungan, ada lapisan risiko dan aspek hukum piggybacking yang sering diabaikan, terutama oleh investor pemula yang tergiur jalan pintas.

Pertanyaannya bukan lagi sekadar 'apakah strategi ini akan untung?', tetapi bergeser menjadi 'apakah cara saya meniru ini legal?'.

Batasan antara mencari inspirasi dan melakukan pelanggaran hak cipta atau bahkan terlibat dalam praktik ilegal lainnya ternyata sangat tipis. Memahami di mana garis batas itu berada adalah kunci untuk memastikan perjalanan keuangan pribadi kita tidak hanya menguntungkan, tetapi juga aman dan sesuai aturan main.

Sisi Terang Piggybacking: Kenapa Banyak yang Tertarik?

Popularitas strategi investasi piggybacking bukanlah tanpa alasan.

Bagi banyak profesional muda dan Gen-Z yang baru terjun ke dunia pasar modal, metode ini menawarkan beberapa keuntungan yang sangat menarik. Ini adalah jalan pintas yang terlihat cerdas di tengah lautan informasi finansial yang seringkali membingungkan.

Jalan Pintas untuk Belajar

Bagi seorang pemula, dunia investasi bisa terasa sangat mengintimidasi.

Istilah seperti P/E ratio, ROE, moving average, hingga analisis fundamental yang mendalam bisa membuat siapa pun merasa kewalahan. Piggybacking menawarkan titik awal yang lebih mudah. Dengan mengamati dan meniru langkah investor berpengalaman, pemula bisa belajar sambil praktik. Mereka bisa melihat jenis aset apa yang dipilih, kapan waktu membeli atau menjual, dan secara bertahap mulai memahami logika di baliknya.

Ini seperti belajar memasak dengan mengikuti resep dari koki ternama; Anda mungkin belum paham semua tekniknya, tapi setidaknya Anda bisa menghasilkan hidangan yang layak sambil belajar prosesnya.

Menghemat Waktu dan Tenaga

Riset investasi yang komprehensif membutuhkan dedikasi waktu yang tidak sedikit. Anda perlu membaca laporan tahunan, mengikuti berita ekonomi, menganalisis tren industri, dan memantau pergerakan pasar.

Bagi seorang profesional muda dengan jadwal padat, meluangkan waktu berjam-jam setiap hari untuk riset adalah sebuah kemewahan. Strategi investasi ini memotong proses panjang tersebut. Anda cukup melihat apa yang dilakukan oleh investor panutan Anda dan mengikutinya.

Efisiensi ini menjadi daya tarik utama, memungkinkan orang untuk tetap berpartisipasi di pasar modal tanpa harus mengorbankan seluruh waktu luang mereka.

Akses ke Keahlian Profesional

Investor besar atau manajer investasi profesional memiliki tim analis, akses ke data premium, dan pengalaman puluhan tahun yang tidak dimiliki investor ritel.

Melakukan piggybacking pada portofolio mereka terasa seperti mendapatkan nasihat dari seorang ahli tanpa harus membayar mahal. Misalnya, ketika seorang investor legendaris membeli saham di sektor teknologi, banyak yang menganggap ini sebagai sinyal bahwa sektor tersebut memiliki prospek cerah, berdasarkan analisis mendalam yang telah dilakukan oleh sang ahli.

Ini memberikan rasa percaya diri, karena keputusan investasi yang diambil terasa didukung oleh riset kelas dunia, meskipun dilakukan secara tidak langsung.

Red Flag! Sisi Gelap dan Aspek Hukum Piggybacking

Di balik kemudahan dan daya pikatnya, strategi investasi piggybacking menyimpan sisi gelap yang penuh dengan risiko finansial dan jerat hukum.

Mengabaikan aspek ini sama saja seperti mengemudi di jalan tol dengan mata tertutup, berharap mobil di depan tahu jalan. Ini adalah area di mana keuangan pribadi bertemu dengan etika dan regulasi, dan ketidaktahuan bisa berakibat fatal.

Bukan Cuma Soal Cuan, Tapi Juga Aturan Main

Pasar modal bukanlah arena bebas tanpa aturan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Indonesia, misalnya, memiliki serangkaian peraturan ketat untuk memastikan pasar berjalan adil, transparan, dan melindungi semua investor. Saat kita melakukan piggybacking, kita masuk ke dalam ekosistem yang diatur ini. Tindakan yang kita anggap sepele seperti 'ikut-ikutan teman' bisa jadi memiliki implikasi serius jika sumber informasi atau cara kita menirunya melanggar peraturan yang ada.

Ini bukan lagi sekadar soal untung rugi, tapi juga soal legalitas dan integritas.

Kapan Piggybacking Menjadi Ilegal?

Batas antara piggybacking yang etis dan ilegal bisa menjadi sangat kabur. Berikut adalah beberapa skenario di mana strategi investasi yang tampaknya cerdas ini bisa menyeret Anda ke dalam masalah hukum:

  • Perdagangan Orang Dalam (Insider Trading): Ini adalah pelanggaran paling serius.

    Bayangkan Anda punya teman yang bekerja di departemen keuangan sebuah perusahaan publik. Dia memberitahu Anda bahwa perusahaan akan segera mengumumkan akuisisi besar yang belum diumumkan ke publik, yang kemungkinan besar akan menaikkan harga sahamnya. Anda kemudian membeli saham itu berdasarkan informasi 'bocoran' tersebut. Tindakan ini, dan jika Anda menyebarkannya ke orang lain untuk ditiru, adalah ilegal.

    Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal secara tegas melarang penggunaan informasi non-publik untuk keuntungan pribadi. Aspek hukum piggybacking di sini sangat jelas: jika sumber yang Anda tiru menggunakan informasi orang dalam, Anda bisa dianggap turut serta dalam kejahatan pasar modal.

  • Pelanggaran Hak Cipta (Copyright Infringement): Di sinilah konsep pelanggaran hak cipta masuk.

    Sebuah ide atau strategi umum untuk berinvestasi tidak bisa dipatenkan atau dilindungi hak cipta. Namun, cara penyajian atau ekspresi dari ide tersebut bisa. Contohnya, jika seorang analis menjual laporan riset mendalam, buletin investasi berbayar, atau sebuah perangkat lunak (trading bot) dengan algoritma khusus, maka konten tersebut dilindungi oleh Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

    Mengakses, menyalin, dan menggunakan materi berbayar tersebut tanpa izin, misalnya dengan membeli versi bajakan atau mendapatkannya dari grup ilegal, adalah bentuk pelanggaran hak cipta. Anda tidak hanya meniru strateginya, tetapi juga mencuri kekayaan intelektual yang menjadi produknya.

  • Manipulasi Pasar (Pump and Dump): Skema ini sangat marak di era media sosial.

    Seorang influencer dengan banyak pengikut membeli saham yang tidak likuid (saham 'gorengan') dalam jumlah besar. Kemudian, mereka mempromosikan saham tersebut secara masif, meyakinkan pengikutnya untuk ikut membeli. Aksi beli massal ini (pump) akan menaikkan harga saham secara artifisial.

    Begitu harga mencapai puncaknya, influencer tersebut akan menjual semua sahamnya (dump), meraup keuntungan besar, dan meninggalkan para pengikutnya dengan saham yang harganya anjlok. Jika Anda melakukan piggybacking pada influencer semacam ini, Anda bukan investor, melainkan korban.

    Pihak berwenang seperti OJK secara aktif mengawasi dan menindak praktik manipulasi pasar semacam ini karena merusak integritas pasar dan merugikan investor ritel.

Studi Kasus: Membedah Legalitas di Dunia Nyata

Untuk memahami aspek hukum piggybacking dengan lebih baik, mari kita lihat beberapa contoh konkret dari yang sepenuhnya legal hingga yang jelas-jelas melanggar hukum.

Contoh Legal: Mengikuti Jejak Warren Buffett

Perusahaan investasi Warren Buffett, Berkshire Hathaway, diwajibkan oleh hukum di Amerika Serikat untuk melaporkan kepemilikan sahamnya setiap kuartal dalam sebuah dokumen yang disebut Laporan 13F.

Laporan ini tersedia untuk publik. Siapa pun dapat mengaksesnya dan melihat saham apa saja yang dibeli atau dijual oleh Buffett. Meniru portofolio Buffett berdasarkan data publik ini adalah investasi legal seratus persen. Anda menggunakan informasi yang memang sengaja disediakan untuk umum.

Namun, perlu diingat, laporan ini dirilis 45 hari setelah akhir kuartal, jadi informasi tersebut mungkin sudah tidak relevan lagi. Ini adalah contoh piggybacking yang etis dan sah secara hukum.

Contoh Abu-abu: Meniru Trader di Media Sosial

Seorang trader membagikan analisis dan portofolionya secara gratis di Twitter atau Instagram. Anda melihat salah satu saham yang ia rekomendasikan dan memutuskan untuk membelinya.

Apakah ini legal? Umumnya, ya. Selama informasi itu dibagikan secara publik dan bukan hasil dari informasi orang dalam, tidak ada hukum yang dilanggar. Namun, area ini disebut abu-abu karena penuh dengan risiko investasi. Anda tidak tahu motif sebenarnya dari trader tersebut. Apakah dia benar-benar percaya pada saham itu, atau dia sedang melakukan skema 'pump and dump'?

Apakah dia menunjukkan seluruh portofolionya atau hanya yang untung saja? Ketergantungan pada sumber yang tidak terverifikasi seperti ini sangat berisiko bagi keuangan pribadi Anda.

Contoh Ilegal: Menggunakan Grup Sinyal Saham Ilegal

Anda bergabung dengan sebuah grup Telegram 'VIP' berbayar yang menjanjikan 'sinyal' atau 'bocoran' saham pasti untung.

Admin grup tersebut mengklaim mendapatkan informasi dari 'orang dalam' atau menjual kembali analisis dari laporan riset premium tanpa izin. Dalam skenario ini, Anda berpotensi melakukan dua pelanggaran. Pertama, jika informasi tersebut benar-benar dari orang dalam, Anda terlibat dalam insider trading. Kedua, jika sinyal tersebut adalah hasil saduran dari riset berbayar, Anda terlibat dalam pelanggaran hak cipta.

Praktik semacam ini sering menjadi target pengawasan regulator seperti OJK karena merugikan investor dan perusahaan sekuritas yang sah. Ini adalah contoh nyata di mana strategi investasi yang mudah berubah menjadi masalah hukum yang serius.

Cerdas Berinvestasi: Cara Aman Melakukan 'Piggybacking'

Meskipun penuh risiko, bukan berarti konsep piggybacking harus dihindari sepenuhnya.

Jika dilakukan dengan benar, ini bisa menjadi alat bantu yang berguna dalam perjalanan investasi Anda. Kuncinya adalah mengubah pola pikir dari 'meniru buta' menjadi 'mencari inspirasi yang terverifikasi'. Berikut adalah cara cerdas untuk menerapkan strategi investasi ini secara aman dan legal.

Lakukan Riset Sendiri (Do Your Own Research - DYOR)

Ini adalah aturan emas dalam dunia investasi.

Anggaplah informasi dari investor lain sebagai titik awal, bukan tujuan akhir. Jika seorang investor panutan membeli saham perusahaan X, jangan langsung ikut membeli. Gunakan itu sebagai pemicu untuk melakukan riset Anda sendiri. Cari tahu tentang perusahaan X: apa model bisnisnya, bagaimana kinerja keuangannya, apa saja risikonya, dan bagaimana prospek industrinya?

Keputusan akhir untuk berinvestasi harus datang dari pemahaman dan keyakinan Anda sendiri, bukan karena ikut-ikutan. Jadikan informasi dari luar sebagai inspirasi, bukan sebagai instruksi mutlak. Ini akan melindungi Anda dari risiko investasi yang tidak perlu.

Pahami Profil Risiko Anda

Setiap orang memiliki toleransi risiko yang berbeda.

Influencer yang Anda ikuti mungkin adalah seorang 'risk taker' yang nyaman dengan volatilitas tinggi demi potensi keuntungan besar. Sementara itu, Anda mungkin seorang investor konservatif yang lebih mengutamakan keamanan modal. Meniru portofolio mereka secara membabi buta bisa membuat Anda tidak bisa tidur di malam hari saat pasar bergejolak. Kenali diri Anda: apakah Anda siap kehilangan sebagian besar modal Anda?

Berapa lama horizon investasi Anda? Pastikan setiap keputusan investasi, bahkan yang terinspirasi dari orang lain, selaras dengan profil risiko dan tujuan keuangan pribadi Anda.

Diversifikasi Portofolio

Pepatah lama 'jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang' sangat relevan di sini. Terlalu fokus meniru satu atau dua investor saja akan membuat portofolio Anda sangat terkonsentrasi dan rentan terhadap risiko.

Jika investor yang Anda tiru membuat keputusan yang salah, seluruh investasi Anda akan ikut hancur. Sebarkan investasi Anda ke berbagai jenis aset (saham, obligasi, reksa dana) dan berbagai sektor industri. Dengan begitu, jika satu bagian dari portofolio Anda berkinerja buruk, bagian lain mungkin bisa menyeimbangkannya.

Diversifikasi adalah salah satu pilar manajemen risiko investasi yang paling fundamental.

Verifikasi Sumber Informasi

Di era digital, siapa pun bisa mengaku sebagai 'pakar investasi'. Sebelum Anda memutuskan untuk 'nebeng' strategi seseorang, lakukan uji tuntas. Siapa orang ini? Apa latar belakang pendidikannya?

Apakah dia memiliki sertifikasi profesional atau lisensi sebagai Penasihat Investasi atau Manajer Investasi dari otoritas yang berwenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK)? Rekam jejak yang transparan dan dapat diverifikasi jauh lebih berharga daripada klaim keuntungan yang fantastis. Hati-hati dengan sumber anonim atau mereka yang menjanjikan keuntungan pasti, karena itu adalah tanda bahaya utama.

Memastikan sumber Anda kredibel adalah langkah pertama untuk memastikan investasi legal dan aman.

Pada akhirnya, strategi piggybacking bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia menawarkan jalan pintas untuk belajar dan berpartisipasi di pasar.

Di sisi lain, ia membuka pintu bagi risiko finansial yang besar dan bahkan konsekuensi hukum yang serius, mulai dari terjerat skema manipulasi pasar hingga melakukan pelanggaran hak cipta. Kunci untuk memanfaatkannya dengan baik adalah dengan kebijaksanaan, skeptisisme yang sehat, dan komitmen untuk terus belajar.

Jangan pernah menyerahkan kendali penuh atas masa depan keuangan Anda kepada orang lain, tidak peduli seberapa meyakinkan penampilan mereka di media sosial.

Setiap keputusan investasi membawa profil risikonya sendiri dan performa masa lalu tidak menjamin hasil di masa depan. Informasi yang dibagikan di sini bertujuan untuk edukasi dan memperluas wawasan, bukan sebagai anjuran finansial untuk membeli atau menjual aset tertentu.

Sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan perencana keuangan profesional yang terlisensi dari lembaga yang diawasi OJK untuk mendapatkan nasihat yang sesuai dengan kondisi dan tujuan keuangan pribadi Anda.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0