Terjebak di Sekolah Saat Malam Lalu Psikopat Itu Datang

VOXBLICK.COM - Pintu besi ruang kelas itu mengeluarkan derit pelan saat kututup. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 21.30, dan hanya sisa cahaya lampu lorong yang menemani langkahku di antara barisan meja kosong. Aku, Rian, tak pernah menyangka bahwa tugas piket malam yang kupikir hanya akan jadi cerita membosankan, malam itu berubah menjadi mimpi buruk yang tak pernah kulupakan.
Semua berawal dari keputusan bodohku untuk kembali ke sekolah setelah jam pulang. Ada buku catatan yang tertinggal di kelas, dan besok ada ujian matematika. Aku pikir, masuk sebentar, ambil buku, lalu langsung pulang. Namun, nasib berkata lain.
Penjaga sekolah sudah pergi, gerbang depan terkunci. Aku terjebak. Ponselku mati. Aku sendirian di sekolah tua yang selalu jadi bahan cerita seram di kalangan siswa.

Suara Langkah di Lorong Gelap
Aku mencoba tetap tenang, berharap masih ada celah untuk keluar. Namun, lorong-lorong sekolah tampak lebih panjang dan asing saat malam. Setiap bayangan di dinding seolah bergerak, mengikuti setiap langkahku.
Tiba-tiba, dari balik ruang UKS terdengar suara langkah kaki. Bukan suara sepatu penjaga sekolah, bukan pula suara teman yang iseng. Suara itu berat, menyeret, dan seolah menahan napas di antara langkahnya.
Kakiku membeku. Aku menahan napas, menempelkan tubuh ke dinding. Seseorang muncul dari balik pintu UKSseorang pria bertubuh tinggi, mengenakan jaket lusuh, wajahnya tertutup masker kain.
Tangannya memegang sesuatu yang panjang dan berkilat di bawah cahaya temaram. Pisau. Dalam sekejap, naluri bertahan hidupku mengambil alih. Aku mundur perlahan, berharap pria itu tidak melihatku. Tapi dia berhenti. Perlahan menoleh ke arahku.
Perburuan di Tengah Bayangan
Jantungku berdegup kencang, hampir melompat keluar dari dada. Pria itu melangkah mendekat, pisaunya mencakar tembok, menciptakan suara mengerikan yang menggema di lorong. Aku berbalik dan berlari, pintu demi pintu kututup di belakangku.
Suara langkahnya semakin cepat, diselingi tawa kecil yang dingin dan menusuk telinga.
- Aku mencoba bersembunyi di ruang laboratorium, bersembunyi di balik lemari bahan kimia.
- Kutatap ke luar lewat celah pintu, pria itu berjalan pelan, matanya mencari-cari mangsa di antara bayangan meja dan kursi.
- Setiap kali ia melewati lorong, aku menahan napas, berharap kegelapan menjadi pelindungku.
Namun, suara langkahnya seolah tahu ke mana aku pergi. Setiap detik bagai jampanjang, menegangkan, dan penuh teror. Aku bahkan sempat mendengar suara lirihnya memanggil, "Ayo, keluar... Aku tahu kamu di sini."
Teror yang Nyata
Waktu terasa berhenti. Aku memutuskan untuk keluar dari persembunyian dan mencari jalan keluar lewat jendela kelas di lantai dua. Namun, suara kaca yang retak tiba-tiba terdengar dari ujung lorong.
Pria itu memecahkan salah satu kaca, dan kini langkahnya terdengar semakin dekat. Aku berlari secepat mungkin, tak peduli pada suara berisik yang kutimbulkan. Ketika sampai di ujung lorong, aku menolehdan pria itu sudah berdiri di sana, hanya beberapa meter dariku.
Tangannya terulur, pisaunya berkilat di bawah lampu. "Kenapa buru-buru pulang?" katanya, suaranya parau dan penuh kegilaan. Aku mundur, tubuhku menempel pada jendela. Tidak ada lagi jalan keluar. Namun, tiba-tiba alarm sekolah berbunyi keras.
Lampu-lampu lorong menyala terang. Pria itu terkejut, melirik ke sekeliling. Dalam sekejap, ia berlari ke arah berlawanan dan menghilang di balik bayangan, meninggalkan jejak darah di lantai.
Bayangan yang Tak Pernah Pergi
Beberapa menit setelah itu, petugas keamanan datang, membantuku keluar dari sekolah. Aku gemetar, tak mampu berkata apa-apa. Ketika kutunjukkan jejak darah itu, mereka hanya menemukan noda samar dan kaca yang pecah. Tak ada tanda-tanda pria itu.
Sejak malam itu, setiap kali aku melewati lorong sekolah, bayangan panjang dan suara langkah berat itu masih menghantui pikiranku.
Kabarnya, malam itu bukan kali pertama sosok asing masuk ke sekolah. Namun anehnya, tak ada rekaman CCTV yang menangkap wujudnya. Hanya aku yang melihat, hanya aku yang selamat.
Dan malam ini, saat aku mengetik cerita ini di kamarku, kudengar suara langkah berat di luar jendela. Pisau berkilat di bawah cahaya lampu jalan. Apakah aku benar-benar sudah keluar dari sekolah malam itu, atau... aku masih terjebak dalam mimpi buruk yang tak berujung?
Apa Reaksi Anda?






