WMO Prediksi La Niña Lemah 2025, Tapi Kenapa Suhu Global Justru Makin Panas?

VOXBLICK.COM - Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) baru saja merilis pembaruan iklim globalnya, dan pesannya cukup membingungkan: ada kemungkinan besar fenomena La Niña akan kembali muncul di akhir tahun ini hingga berlanjut ke 2025, namun jangan berharap Bumi akan mendingin secara signifikan.
Sebaliknya, tren pemanasan global 2025 diperkirakan akan terus berlanjut, membuat suhu global menghangat dan bahkan berpotensi memecahkan rekor panas baru. Ini adalah sebuah paradoks yang menyoroti betapa kuatnya cengkeraman perubahan iklim jangka panjang terhadap planet kita.
Setelah setahun lebih didominasi oleh El Niño yang kuat yang berkontribusi pada lonjakan suhu global dan cuaca ekstrem di seluruh dunia kondisi Pasifik tengah El Niño kini menunjukkan tanda-tanda transisi. Menurut WMO climate update terbaru, ada kemungkinan sekitar 60% La Niña akan berkembang antara Juli dan September, dan meningkat menjadi 70% antara Agustus dan November.
Kondisi ini diperkirakan akan bertahan hingga periode cuaca Agustus Oktober 2025. Namun, prediksi kembalinya La Niña kali ini datang dengan sebuah catatan penting: kemungkinan besar ini akan menjadi La Niña lemah 2025. Secara historis, La Niña dikenal sebagai fase 'dingin' dari siklus El Niño-Southern Oscillation (ENSO), yang seharusnya memberikan efek pendinginan sementara pada suhu rata-rata global.
Tapi, para ilmuwan di WMO menekankan bahwa efek pendinginan dari La Niña lemah ini kemungkinan besar tidak akan cukup untuk menghentikan laju tren pemanasan global secara keseluruhan. Panas yang sudah terperangkap di atmosfer akibat emisi gas rumah kaca selama puluhan tahun telah menciptakan fondasi suhu yang jauh lebih tinggi.
Artinya, tahun dengan La Niña sekarang bisa jadi lebih hangat daripada tahun dengan El Niño yang kuat di masa lalu.
Membedah La Niña: Apa Artinya "Lemah" dan Kenapa Tetap Berdampak?
Untuk memahami situasinya, kita perlu tahu dulu apa itu La Niña. Bayangkan Samudra Pasifik tropis sebagai mesin iklim raksasa.Biasanya, angin pasat bertiup dari timur ke barat, mendorong air permukaan yang hangat ke arah Indonesia dan Australia. Saat El Niño terjadi, angin ini melemah, membuat air hangat menumpuk di Pasifik tengah dan timur, melepaskan banyak panas ke atmosfer dan memicu suhu global menghangat. La Niña adalah kebalikannya.
Angin pasat menjadi lebih kuat dari biasanya, mendorong lebih banyak air hangat ke barat dan menyebabkan air dingin dari laut dalam naik ke permukaan di Pasifik timur. Proses ini menyerap panas dari atmosfer, sehingga secara teori mendinginkan planet.
Kekuatan La Niña lemah, sedang, atau kuat ditentukan oleh seberapa dingin suhu permukaan laut di wilayah kunci Pasifik ini dibandingkan dengan rata-rata jangka panjang. Prediksi La Niña lemah 2025 berarti anomali suhu permukaan laut ini tidak akan sedingin pada episode La Niña yang kuat. Namun, jangan salah, "lemah" bukan berarti "tidak berdampak". Fenomena cuaca ekstrem tetap menjadi ancaman serius.
Dampak La Niña sangat bervariasi tergantung lokasi. Bagi Indonesia dan sebagian besar Asia Tenggara serta Australia, La Niña biasanya berarti peningkatan curah hujan. Ini bisa menjadi kabar baik untuk sektor pertanian yang bergantung pada air, tetapi juga meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor, yang memerlukan langkah mitigasi bencana iklim yang efektif.
Di belahan dunia lain, seperti Amerika Serikat bagian selatan dan sebagian Amerika Selatan, La Niña justru sering membawa kondisi yang lebih kering dan risiko kekeringan yang lebih tinggi. Prediksi iklim WMO ini menjadi acuan penting bagi pemerintah dan lembaga di seluruh dunia untuk mempersiapkan diri menghadapi pergeseran pola cuaca ini.
Informasi dari proyeksi cuaca global ini sangat vital untuk perencanaan sumber daya air, pertanian, dan manajemen risiko bencana.
Paradoks Pemanasan Global: Saat Pendingin Alami Tak Lagi Cukup
Inilah inti dari peringatan WMO: kehadiran La Niña tidak lagi menjadi jaminan suhu global akan turun di bawah rata-rata.Koen Smout, Kepala Divisi Pemantauan Iklim WMO, menyatakan bahwa berakhirnya El Niño tidak berarti jeda dalam perubahan iklim jangka panjang. Planet ini akan terus memanas karena gas rumah kaca yang memerangkap panas. Suhu permukaan laut yang sangat tinggi akan terus memainkan peran penting dalam beberapa bulan mendatang.
Ini adalah manifestasi nyata dari tren pemanasan global 2025. Pikirkan seperti ini: La Niña adalah pendingin ruangan alami Bumi. Dulu, menyalakan AC ini bisa membuat 'ruangan' (planet kita) terasa sejuk. Namun, sekarang 'ruangan' itu juga memiliki pemanas raksasa (efek gas rumah kaca) yang menyala permanen dan semakin panas setiap tahun.
Jadi, meskipun AC menyala, suhu ruangan secara keseluruhan tetap hangat, bahkan mungkin lebih hangat dari suhu normal beberapa dekade lalu saat AC mati. Data mendukung narasi ini.
Sembilan tahun terakhir telah menjadi yang terpanas dalam catatan sejarah, bahkan dengan adanya pengaruh pendinginan dari La Niña yang kuat dari tahun 2020 hingga awal 2023. Suhu daratan tinggi di berbagai belahan dunia terus mencatat rekor baru. Ini menunjukkan bahwa siklus alami ENSO sekarang terjadi di atas garis dasar suhu yang jauh lebih tinggi akibat aktivitas manusia.
WMO Indonesia update dan laporan dari BMKG juga kemungkinan akan merefleksikan tren ini dalam skala lokal, menekankan perlunya adaptasi cuaca ekstrim.
Proyeksi untuk Indonesia: Bersiap Hadapi Musim Hujan yang Lebih Basah
Apa arti prediksi La Niña lemah 2025 ini bagi kita di Indonesia? Secara umum, La Niña meningkatkan potensi curah hujan di sebagian besar wilayah nusantara.Musim hujan Indonesia bisa datang lebih awal, berlangsung lebih lama, dan memiliki intensitas yang lebih tinggi. Ini adalah pedang bermata dua. Di satu sisi, ketersediaan air yang melimpah dapat mendukung pertanian, mengisi waduk, dan mengurangi risiko kebakaran hutan dan lahan yang biasanya meningkat selama musim kemarau atau El Niño.
Namun, di sisi lain, risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, banjir bandang, dan tanah longsor juga meningkat tajam, terutama di daerah yang padat penduduk dan memiliki drainase yang buruk. Oleh karena itu, informasi dari prediksi iklim WMO ini harus diterjemahkan menjadi aksi nyata. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu mengintensifkan upaya mitigasi bencana iklim.
Ini termasuk normalisasi sungai, perbaikan sistem drainase, penyiapan jalur evakuasi, dan yang terpenting, memberikan peringatan dini yang akurat dan mudah dipahami kepada masyarakat. Kolaborasi antara WMO, BMKG, dan lembaga terkait lainnya menjadi kunci. Pemahaman mendalam tentang kondisi Pasifik tengah El Niño dan transisinya ke La Niña memungkinkan peramalan yang lebih baik.
Bagi masyarakat, kesadaran akan potensi cuaca Agustus Oktober 2025 yang lebih basah berarti perlunya kewaspadaan ekstra. Memeriksa kondisi lingkungan sekitar, membersihkan saluran air, dan tidak membuang sampah sembarangan adalah langkah-langkah sederhana namun efektif untuk mengurangi risiko banjir lokal. Adaptasi cuaca ekstrim bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga peran aktif dari setiap individu.
Kebijakan Iklim Nasional dan Tantangan Adaptasi Jangka Panjang
Fenomena ini sekali lagi menggarisbawahi urgensi penerapan kebijakan iklim nasional yang kuat dan efektif. Kita tidak bisa lagi hanya bereaksi terhadap bencana. Perlu ada strategi proaktif yang mencakup baik mitigasi (mengurangi emisi) maupun adaptasi (menyesuaikan diri dengan dampak yang tak terhindarkan).Proyeksi cuaca global yang semakin canggih, sebagian berkat kemajuan dalam apa yang bisa disebut sebagai gene-analisis iklim atau pemodelan iklim resolusi tinggi, memberikan kita gambaran masa depan yang lebih jelas, namun juga lebih mengkhawatirkan. Kebijakan mitigasi iklim, seperti transisi ke energi terbarukan dan pengurangan deforestasi, adalah kunci untuk mengatasi akar masalahnya.
Tanpa pengurangan emisi gas rumah kaca secara drastis, tren suhu global menghangat akan terus berlanjut, membuat setiap episode La Niña semakin kurang efektif dalam mendinginkan planet, dan setiap El Niño menjadi semakin berbahaya. Dampak suhu global akan terasa di semua sektor, mulai dari ketahanan pangan hingga kesehatan publik. Di sisi lain, kebijakan adaptasi juga sama pentingnya.
Ini bisa berupa pembangunan infrastruktur yang tahan iklim, pengembangan varietas tanaman yang tahan terhadap cuaca ekstrem, atau pengelolaan sumber daya air yang lebih cerdas. Perubahan iklim prakiraan dari lembaga seperti WMO adalah alat yang sangat berharga untuk memandu kebijakan ini agar tepat sasaran. Perlu diingat bahwa semua prakiraan cuaca dan iklim memiliki tingkat ketidakpastian.
Model iklim terus disempurnakan, tetapi sistem iklim Bumi sangat kompleks. Informasi yang disajikan harus digunakan sebagai panduan untuk kewaspadaan dan perencanaan, bukan sebagai kepastian mutlak. Kombinasi antara La Niña lemah 2025 dan suhu global yang terus memanas adalah pengingat yang gamblang bahwa kita hidup di era iklim yang baru dan lebih tidak stabil.
Siklus alami yang telah mengatur cuaca planet selama ribuan tahun kini beroperasi dalam konteks yang sama sekali berbeda, yang didominasi oleh pengaruh manusia. Mengabaikan sinyal ini akan membawa konsekuensi yang semakin berat di masa depan. Persiapan, adaptasi, dan aksi mitigasi yang serius adalah satu-satunya jalan ke depan.
Apa Reaksi Anda?






