Bukan Sekadar Medali: Visi Mulia Pierre de Coubertin di Balik Lahirnya Kembali Olimpiade Modern


Rabu, 20 Agustus 2025 - 06.05 WIB
Bukan Sekadar Medali: Visi Mulia Pierre de Coubertin di Balik Lahirnya Kembali Olimpiade Modern
Visi Pierre de Coubertin (Foto oleh Amsterdam City Archives di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Di penghujung abad ke-19, dunia berada di persimpangan jalan. Revolusi industri mengubah lanskap sosial, sementara ketegangan politik antarnegara membayangi masa depan.

Di tengah gejolak ini, seorang bangsawan Prancis bernama Baron Pierre de Coubertin memiliki sebuah gagasan radikal yang terinspirasi dari masa lalu: membangkitkan kembali Olimpiade kuno. Ini bukanlah sekadar nostalgia, melainkan sebuah proyek ambisius untuk membentuk masa depan. Bagi Pierre de Coubertin, olahraga adalah alat pendidikan yang kuat, sebuah filosofi yang ia yakini dapat mereformasi bangsanya dan, pada akhirnya, dunia.

Peran sentralnya dalam membentuk Olimpiade Modern adalah sebuah kisah tentang visi, kegigihan, dan keyakinan teguh pada kekuatan olahraga untuk menyatukan umat manusia. Kekalahan Prancis dalam Perang Franco-Prusia pada tahun 1871 meninggalkan luka mendalam bagi de Coubertin. Ia berpendapat bahwa salah satu penyebab kekalahan tersebut adalah kurangnya kebugaran fisik dan kekuatan moral di kalangan pemuda Prancis.

Pengamatannya ini mendorongnya untuk berkeliling dunia, mencari model pendidikan yang lebih baik. Perjalanannya ke Inggris dan Amerika Serikat membukakan matanya terhadap peran sentral olahraga dalam kurikulum sekolah. Ia terpesona oleh bagaimana institusi seperti Rugby School menggunakan olahraga terorganisir untuk membangun karakter, disiplin, dan semangat juang.

Ia melihat olahraga bukan sebagai pengisi waktu luang, tetapi sebagai fondasi untuk mengembangkan individu yang utuh. Gagasan ini, yang dipadukan dengan kekagumannya pada peradaban Yunani kuno atau Hellenisme, menjadi cikal bakal dari apa yang kelak kita kenal sebagai Olimpiade Modern. Baginya, Olimpiade kuno adalah perayaan keunggulan manusia fisik, mental, dan artistik dan ia yakin semangat ini relevan untuk zamannya.

Kongres Sorbonne 1894: Detik-Detik Kelahiran Kembali Olimpiade Modern

Visi besar Pierre de Coubertin mulai mengambil bentuk nyata pada 23 Juni 1894. Di auditorium megah Universitas Sorbonne di Paris, ia menyelenggarakan Kongres Internasional Atletik. Meskipun agenda resminya membahas isu-isu seperti amatirisme dalam olahraga, tujuan utama de Coubertin jauh lebih besar.

Di hadapan 79 delegasi dari 12 negara, ia dengan penuh semangat memaparkan proposalnya untuk menghidupkan kembali Olimpiade. Presentasinya begitu meyakinkan sehingga para delegasi dengan suara bulat menyetujui kebangkitan pesta olahraga global tersebut. Momen bersejarah ini tidak hanya menandai kelahiran kembali Olimpiade Modern, tetapi juga pembentukan badan pengaturnya.

Sebagaimana yang didokumentasikan oleh Komite Olimpiade Internasional, kongres ini secara resmi mendirikan International Olympic Committee atau Komite Olimpiade Internasional (IOC), dengan Demetrios Vikelas dari Yunani sebagai presiden pertama dan Pierre de Coubertin sebagai sekretaris jenderal. Keputusan penting lainnya adalah menetapkan Athena, Yunani, sebagai tuan rumah Olimpiade Modern pertama pada tahun 1896, sebagai penghormatan terhadap asal-usulnya.

Ini adalah langkah pertama dalam perjalanan panjang yang mengubah wajah olahraga dunia selamanya.

Lebih dari Sekadar Kompetisi: Filosofi di Balik Cincin Olimpiade

Bagi Pierre de Coubertin, Olimpiade Modern jauh melampaui sekadar kompetisi dan perebutan medali. Di jantung gagasannya terdapat sebuah filosofi yang ia sebut "Olympism" sebuah cara hidup yang mengagungkan keseimbangan antara tubuh, kemauan, dan pikiran.

Visi Olimpiade ini adalah tentang menggunakan olahraga sebagai sarana untuk pembangunan manusia dan perdamaian dunia. Ia merancang berbagai simbol untuk mewakili semangat Olimpiade ini. Cincin Olimpiade yang ikonik, dengan lima warna yang saling bertautan, melambangkan persatuan lima benua yang berpenghuni, terjalin dalam semangat persaingan yang sehat dan persahabatan.

Ini adalah manifestasi visual dari tujuan utama gerakan Olimpiade: untuk mengumpulkan atlet dari seluruh dunia tanpa memandang ras, agama, atau ideologi politik. Sejarah Olimpiade sejak awal dibentuk oleh idealisme ini.

Filosofi ini juga terangkum dalam kredo Olimpiade yang terkenal, yang diadaptasi oleh de Coubertin dari pidato Uskup Pennsylvania, Ethelbert Talbot: "Hal terpenting dalam Olimpiade bukanlah untuk menang, tetapi untuk ikut serta; hal terpenting dalam hidup bukanlah kemenangan, tetapi perjuangan." Pesan ini menggarisbawahi bahwa partisipasi, usaha maksimal, dan sportivitas adalah nilai-nilai yang lebih tinggi daripada kemenangan itu sendiri.

Selain itu, motto Olimpiade "Citius, Altius, Fortius" (Lebih Cepat, Lebih Tinggi, Lebih Kuat) yang ia usulkan, mendorong setiap individu untuk berjuang menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri. Pada tahun 2021, Komite Olimpiade Internasional menambahkan kata "Communiter" (Bersama), memperkuat pesan solidaritas yang selalu menjadi inti dari visi Olimpiade Pierre de Coubertin.

Seluruh kerangka kerja ini menunjukkan bahwa olahraga, dalam pandangannya, adalah sekolah kehidupan.

Tantangan dan Realitas: Perjuangan di Olimpiade Awal

Meskipun Olimpiade Athena 1896 dianggap sukses, perjalanan awal gerakan Olimpiade Modern penuh dengan rintangan. Pierre de Coubertin, yang menjabat sebagai presiden Komite Olimpiade Internasional dari tahun 1896 hingga 1925, harus berjuang keras untuk menjaga visinya tetap hidup.

Olimpiade Paris 1900 dan St. Louis 1904, misalnya, diadakan sebagai bagian dari Pameran Dunia (World's Fair) yang jauh lebih besar. Akibatnya, acara olahraga ini sering kali terpinggirkan, dengan organisasi yang kacau dan partisipasi yang minim. Banyak kompetisi yang berlangsung berbulan-bulan dan kurang mendapat perhatian publik, sebuah situasi yang sangat membuat de Coubertin frustrasi.

Ia merasa semangat Olimpiade yang sakral telah direduksi menjadi sekadar tontonan sampingan. Tantangan tidak berhenti di situ. Kurangnya pendanaan, skeptisisme publik, dan ketegangan politik internasional terus mengancam kelangsungan Olimpiade Modern. Perang Dunia I memaksa pembatalan Olimpiade Berlin 1916, sebuah pukulan telak bagi gerakan yang mempromosikan perdamaian. Namun, di tengah semua kesulitan ini, kegigihan Pierre de Coubertin tidak pernah goyah.

Ia menggunakan pengaruh pribadinya, menulis banyak artikel, dan terus melobi untuk menjaga agar api Olimpiade tetap menyala. Kemampuannya untuk menavigasi lanskap politik yang rumit dan menginspirasi orang lain untuk percaya pada visi Olimpiade adalah kunci keberlangsungan gerakan ini. Sejarah Olimpiade di masa-masa awal adalah bukti nyata dari dedikasi luar biasa seorang pria terhadap mimpinya.

Warisan Abadi Pierre de Coubertin: Pengaruh yang Melampaui Arena

Warisan Pierre de Coubertin hari ini terasa di seluruh dunia, jauh melampaui stadion dan arena olahraga. Olimpiade Modern telah berkembang menjadi acara global terbesar, sebuah panggung di mana atlet dari lebih dari 200 negara berkumpul setiap empat tahun sekali untuk merayakan kemanusiaan.

Ini adalah realisasi termegah dari visi Olimpiade yang ia perjuangkan dengan begitu gigih. Komite Olimpiade Internasional, lembaga yang ia dirikan, terus menjadi penjaga semangat Olimpiade, memastikan bahwa prinsip-prinsip persahabatan, keunggulan, dan rasa hormat tetap menjadi pusat dari setiap pertandingan.

Meskipun Olimpiade modern menghadapi tantangan baru seperti komersialisasi, doping, dan politisasi, fondasi filosofis yang diletakkan oleh de Coubertin tetap menjadi kompas moralnya. Pengaruhnya juga meresap ke dalam sistem pendidikan di seluruh dunia. Idenya tentang pentingnya pendidikan jasmani sebagai komponen integral dari pengembangan karakter telah diadopsi secara luas.

Ia percaya bahwa pelajaran yang didapat di lapangan olahraga seperti kerja sama tim, ketekunan, dan menghormati aturan sama pentingnya dengan yang dipelajari di dalam kelas. Dengan demikian, setiap kali seorang anak belajar sportivitas dalam permainan sekolah, atau setiap kali bendera berbeda dikibarkan bersama dalam sebuah upacara pembukaan, warisan Pierre de Coubertin terus hidup.

Ia tidak hanya menghidupkan kembali sebuah acara kuno; ia memberikan dunia sebuah platform abadi untuk perdamaian dan pemahaman melalui bahasa universal bernama olahraga. Perjalanan hidup dan dedikasi Pierre de Coubertin mengajarkan kita bahwa semangat sejati tidak selalu tentang mencapai puncak podium.

Esensi dari filosofinya, semangat Olimpiade yang ia tanamkan, justru terletak pada prosesnya: keberanian untuk memulai, disiplin untuk berlatih, dan kemauan untuk terus maju meskipun menghadapi kegagalan. Gema dari keyakinan ini dapat kita temukan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Energi yang sama yang mendorong seorang atlet untuk berlari lebih cepat atau melompat lebih tinggi dapat kita salurkan untuk menjaga kesehatan tubuh dan pikiran. Olahraga, dalam bentuk apa pun baik itu lari pagi yang menenangkan, permainan futsal bersama teman, atau sekadar berjalan kaki di taman adalah cara kita untuk berpartisipasi dalam olimpiade pribadi kita sendiri.

Ini adalah sebuah perayaan atas kemampuan tubuh kita dan sebuah investasi tak ternilai bagi ketenangan jiwa, sebuah cara untuk menghormati warisan bahwa perjuangan itu sendiri adalah kemenangan.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0