Menyingkap Evolusi Aksara Prasasti Kutai dan Tarumanegara

Oleh VOXBLICK

Rabu, 15 Oktober 2025 - 03.25 WIB
Menyingkap Evolusi Aksara Prasasti Kutai dan Tarumanegara
Evolusi aksara kuno Nusantara (Foto oleh Renato Danyi)

VOXBLICK.COM - Dunia sejarah penuh dengan kisah menarik, konflik, dan transformasi yang membentuk peradaban kita. Di antara hamparan waktu yang panjang itu, tersimpan jejak-jejak peradaban yang tak ternilai, diukir dalam batu, perunggu, atau lempengan logam, yang kita kenal sebagai prasasti. Artefak-artefak ini bukan sekadar peninggalan bisu mereka adalah saksi bisu evolusi aksara dan bahasa, jendela menuju pemahaman kita tentang awal mula peradaban di Nusantara. Dua di antara yang paling signifikan adalah prasasti dari Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan Tarumanegara di Jawa Barat, yang menawarkan narasi mendalam tentang bagaimana aksara India mulai menancapkan akarnya dan berkembang di bumi pertiwi.

Menyingkap evolusi aksara pada prasasti-prasasti ini bukan hanya tentang mengenali bentuk huruf, melainkan menyelami perjalanan intelektual dan budaya yang membentuk identitas bangsa.

Kita akan menyelami detail paleografi, menganalisis perbedaan-perbedaan halus yang menunjukkan perkembangan, serta memahami konteks historis dan linguistik yang melingkupinya.

Kutai: Jejak Aksara Tertua di Nusantara

Perjalanan kita dimulai di pedalaman Kalimantan Timur, di mana pada sekitar abad ke-4 hingga ke-5 Masehi, Kerajaan Kutai Martadipura menorehkan namanya dalam sejarah melalui tujuh buah Yupa (tiang batu kurban). Prasasti-prasasti ini, yang ditemukan di Muara Kaman, adalah bukti tertulis tertua tentang keberadaan kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Nusantara. Yupa Kutai ditulis menggunakan aksara Pallawa awal (Early Pallava script) dan bahasa Sanskerta.

Menyingkap Evolusi Aksara Prasasti Kutai dan Tarumanegara
Menyingkap Evolusi Aksara Prasasti Kutai dan Tarumanegara (Foto oleh Atlantic Ambience)

Aksara Pallawa sendiri berasal dari India Selatan, dan kehadirannya di Kutai menunjukkan adanya kontak budaya dan keagamaan yang intens antara Nusantara dan India.

Bentuk aksara pada Yupa Kutai memiliki ciri-ciri kuno yang khas: garis-garis yang relatif kaku, bentuk huruf yang masih sangat mirip dengan prototipe India Selatan, dan belum menunjukkan banyak modifikasi lokal. Beberapa ciri khas yang bisa diamati meliputi:

  • Huruf ka (क): Masih berbentuk sederhana, seringkali dengan garis vertikal lurus dan lengkungan kecil di kanan.
  • Huruf sa (स): Biasanya digambarkan dengan lengkungan terbuka di bagian atas.
  • Huruf ya (य): Terlihat dengan garis vertikal dan lengkungan di tengah yang belum terlalu rumit.

Bahasa Sanskerta yang digunakan adalah Sanskerta Veda, yang mengindikasikan tingkat keilmuan yang tinggi di kalangan penulis prasasti.

Isi prasasti Yupa sebagian besar berupa pujian kepada Raja Mulawarman yang dermawan, yang telah menyumbangkan ribuan ekor sapi kepada para brahmana. Ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga cerminan sistem kepercayaan dan struktur sosial pada masa itu.

Tarumanegara: Transformasi di Tanah Jawa

Bergeser ke barat, di Jawa Barat, kita menemukan jejak Kerajaan Tarumanegara yang berkuasa sekitar abad ke-5 hingga ke-7 Masehi.

Tarumanegara meninggalkan sejumlah prasasti penting, antara lain Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu, dan Cidanghiang. Meskipun masih menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta, aksara pada prasasti Tarumanegara menunjukkan sedikit perkembangan dibandingkan dengan Kutai.

Prasasti-prasasti Tarumanegara, terutama yang berasal dari masa Raja Purnawarman, seperti Prasasti Ciaruteun, sudah menunjukkan bentuk aksara Pallawa yang sedikit lebih maju.

Para ahli paleografi mencatat adanya ciri-ciri transisi yang mengarah pada bentuk aksara yang lebih lokal. Ini terlihat dari:

  • Garis yang lebih luwes: Dibandingkan Kutai, beberapa huruf mulai menunjukkan garis yang lebih melengkung dan tidak sekaku sebelumnya.
  • Modifikasi bentuk: Beberapa huruf seperti ma atau na mulai menunjukkan sedikit perbedaan dari bentuk aslinya di India.
  • Keteraturan penulisan: Secara umum, penulisan terlihat lebih rapi dan teratur, mungkin karena pengalaman yang lebih panjang dalam menggunakan aksara tersebut.

Prasasti Tugu, misalnya, adalah salah satu yang paling informatif, memberikan rincian tentang penggalian kanal oleh Purnawarman, yang menunjukkan kemajuan dalam bidang irigasi dan administrasi kerajaan.

Ini juga ditulis dalam Sanskerta dengan metrum anuṣṭubh, yang memperkuat pengaruh sastra India klasik.

Analisis Paleografi: Perbandingan Evolusi

Perbandingan antara aksara pada prasasti Kutai dan Tarumanegara mengungkapkan sebuah garis waktu evolusi yang menarik.

Meskipun keduanya menggunakan aksara Pallawa, terdapat perbedaan yang signifikan dalam detail bentuk huruf, yang mencerminkan rentang waktu dan adaptasi lokal.

  • Kutai (Abad 4-5 M): Aksara Pallawa awal, sangat mirip dengan prototipe di India Selatan. Bentuk huruf cenderung kaku, besar, dan belum menunjukkan banyak variasi. Ini adalah fase adaptasi awal.
  • Tarumanegara (Abad 5-7 M): Aksara Pallawa yang lebih berkembang. Beberapa huruf mulai menunjukkan ciri lokal, seperti goresan yang lebih halus dan proporsi yang sedikit berbeda. Ini menandakan fase penyesuaian dan awal dari indigenisasi aksara.

Sebagai contoh, perhatikan huruf ja atau la. Pada prasasti Kutai, bentuknya mungkin lebih angular.

Namun, pada prasasti Tarumanegara, kita mungkin melihat sedikit pembulatan atau modifikasi pada bagian tertentu, menunjukkan bahwa para penulis lokal mulai mengadaptasi bentuk-bentuk tersebut agar lebih sesuai dengan gaya penulisan mereka atau alat tulis yang digunakan.

Evolusi ini adalah bukti nyata bahwa aksara bukanlah entitas statis. Ia bergerak, beradaptasi, dan bertransformasi seiring dengan pergerakan manusia dan budaya.

Dari aksara Pallawa awal di Kutai hingga bentuk yang sedikit termodifikasi di Tarumanegara, kita melihat benih-benih aksara kuno Nusantara yang kelak akan berkembang menjadi aksara Kawi dan kemudian aksara-aksara daerah lainnya.

Implikasi Sejarah dan Budaya

Prasasti Kutai dan Tarumanegara adalah fondasi bagi pemahaman kita tentang sejarah awal Indonesia. Mereka tidak hanya mencatat nama-nama raja dan peristiwa penting, tetapi juga memberikan wawasan tentang:

  • Adopsi Budaya India: Penggunaan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta menunjukkan kuatnya pengaruh India dalam aspek keagamaan, politik, dan keilmuan. Ini bukan sekadar imitasi, melainkan adaptasi yang cerdas oleh elit lokal.
  • Pembentukan Kerajaan Awal: Keberadaan aksara dan bahasa tulis adalah indikator adanya sistem pemerintahan yang terorganisir, mampu mencatat dan mengabadikan kebijakan serta legitimasi kekuasaan.
  • Awal Literasi Nusantara: Prasasti-prasasti ini menandai dimulainya tradisi literasi di Nusantara, yang menjadi dasar bagi perkembangan sastra dan pengetahuan di masa-masa berikutnya.

Melalui analisis mendalam terhadap evolusi aksara ini, kita tidak hanya belajar tentang bentuk-bentuk huruf, tetapi juga tentang migrasi ide, pertukaran budaya, dan kemampuan masyarakat kuno Nusantara untuk menyerap dan mengadaptasi pengetahuan dari

luar, kemudian menjadikannya bagian integral dari peradaban mereka sendiri.

Melihat kembali jejak-jejak aksara kuno pada prasasti Kutai dan Tarumanegara, kita diingatkan betapa panjang dan berliku perjalanan peradaban manusia.

Setiap goresan pada batu adalah narasi tentang inovasi, adaptasi, dan keinginan abadi manusia untuk meninggalkan jejak. Dari sana, kita bisa memetik pelajaran berharga tentang ketekunan para leluhur dalam membangun peradaban, menghargai setiap langkah kecil dalam kemajuan, dan memahami bahwa setiap era adalah jembatan menuju masa depan. Sejarah, dengan segala kerumitan dan keindahannya, adalah pengingat bahwa masa kini adalah hasil dari akumulasi masa lalu, sebuah perjalanan waktu yang patut kita renungkan dan hargai.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0