Agensi dan Kreator Membentuk Citra Perempuan di Iklan TV Indonesia 70-an

VOXBLICK.COM - Pada suatu masa di mana layar kaca masih menjadi barang mewah, sebuah jendela baru terbuka bagi masyarakat Indonesia. Era 1970-an, periode yang sarat akan perubahan dan konsolidasi kekuasaan Orde Baru, menyaksikan televisi bertransformasi dari sekadar alat informasi menjadi medium ampuh pembentuk opini dan budaya. Di tengah gelombang modernisasi yang perlahan merayap, iklan televisi mulai menancapkan kukunya, bukan hanya sebagai sarana promosi produk, tetapi juga sebagai cermin sekaligus penentu citra sosial. Khususnya, representasi citra perempuan dalam iklan televisi Indonesia di era ini menjadi sebuah kanvas yang dilukis oleh tangan-tangan agensi periklanan dan para kreator konten, sebuah lukisan yang tak hanya menghibur, namun juga secara halus mendefinisikan peran dan ekspektasi terhadap kaum hawa.
Mundur ke dekade 70-an, Indonesia berada dalam fase pembangunan yang intens. Ekonomi mulai bergerak, urbanisasi meningkat, dan kelas menengah perlahan terbentuk.
Televisi Republik Indonesia (TVRI) menjadi satu-satunya stasiun penyiaran nasional, memegang monopoli yang tak tertandingi dalam menjangkau khalayak. Dalam konteks inilah, agensi periklanan mulai menemukan pijakan. Mereka bukan sekadar menjual barang mereka menjual gaya hidup, impian, dan, yang terpenting, identitas. Citra perempuan, sebagai target pasar utama untuk banyak produk rumah tangga dan kecantikan, menjadi fokus sentral dalam narasi iklan-iklan tersebut, membentuk persepsi yang berakar kuat dalam kesadaran kolektif.

Definisi Peran dan Ekspektasi: Perempuan dalam Bingkai Iklan
Pada awal kemunculannya, representasi perempuan di iklan televisi Indonesia 70-an cenderung homogen.
Perempuan sering kali digambarkan dalam peran domestik yang stereotipikal: seorang ibu yang penuh kasih mengurus rumah tangga, seorang istri yang sabar melayani suami, atau seorang gadis muda yang fokus pada kecantikan dan daya tarik. Mereka adalah sosok yang piawai memasak dengan bumbu instan, mencuci pakaian hingga bersih cemerlang, atau menjaga keharuman tubuh dengan sabun wangi. Contohnya, iklan sabun cuci sering menampilkan ibu rumah tangga tersenyum puas melihat tumpukan pakaian bersih, sementara iklan kosmetik menonjolkan perempuan muda dengan kulit cerah dan rambut berkilau, seolah kecantikan adalah kunci kebahagiaan dan penerimaan sosial.
Peran agensi periklanan di sini sangat krusial. Mereka adalah arsitek di balik citra-citra ini. Dengan riset pasar yang sederhana namun efektif, agensi-agensi yang berkembang pada masa itu menganalisis psikologi konsumen dan tren sosial yang dominan.
Mereka memahami bahwa di era tersebut, nilai-nilai tradisional masih sangat kuat. Oleh karena itu, iklan-iklan dirancang untuk selaras dengan norma-norma tersebut, memperkuat gagasan tentang "wanita ideal" yang berorientasi pada keluarga dan penampilan. Kreator konten, termasuk penulis naskah, sutradara iklan, dan desainer visual, menerjemahkan visi ini ke dalam adegan-adegan yang akrab di mata pemirsa, menciptakan sebuah narasi visual yang berulang dan mengakar.
Dapur Kreatif: Dari Konsep hingga Layar Kaca
Proses kreatif di balik iklan-iklan ini melibatkan serangkaian tahapan yang cermat. Pertama, agensi akan berdiskusi dengan klien untuk memahami produk dan target pasar.
Kemudian, tim kreatif akan mengembangkan konsep, mulai dari slogan yang menarik hingga skenario visual yang detail. Pemilihan model juga menjadi kunci. Model-model perempuan yang dipilih biasanya memiliki paras anggun, kulit bersih, dan citra yang ramah, mencerminkan standar kecantikan yang berlaku pada masa itu. Mereka adalah figur yang mudah diidentifikasi dan diidealkan oleh banyak perempuan Indonesia, menjadi ikon-ikon yang secara tidak langsung membentuk aspirasi.
Beberapa elemen kunci yang sering muncul dalam iklan-iklan yang menampilkan perempuan meliputi:
- Setting Domestik: Dapur yang bersih, ruang keluarga yang nyaman, atau kamar mandi yang modern, menempatkan perempuan dalam lingkungan rumah tangga sebagai pengelola utama.
- Ekspresi Kebahagiaan: Senyum cerah dan ekspresi puas setelah menggunakan produk, mengasosiasikan produk dengan kebahagiaan rumah tangga dan pemenuhan peran.
- Fokus pada Penampilan: Iklan kosmetik atau perawatan tubuh menonjolkan kulit yang berseri, rambut yang berkilau, atau wajah yang mempesona sebagai tanda kesuksesan dan daya tarik.
- Narasi Nurturing: Perempuan digambarkan merawat anak, suami, atau anggota keluarga lainnya dengan penuh kasih sayang, menekankan peran pengasuhan.
Melalui pengulangan visual dan narasi yang konsisten, iklan-iklan ini secara tidak langsung menanamkan pesan tentang "apa artinya menjadi perempuan yang baik" di mata masyarakat.
Meskipun ada upaya untuk menggambarkan perempuan sebagai individu yang modern, kemodernan itu sering kali masih terbingkai dalam peran-peran tradisional. Misalnya, perempuan modern mungkin mengendarai mobil, tetapi tujuannya sering kali adalah berbelanja kebutuhan rumah tangga atau menjemput anak, bukan untuk mengejar karier di luar rumah.
Dampak dan Refleksi Sosial
Dampak dari representasi citra perempuan di iklan TV Indonesia 70-an tidak bisa dianggap remeh. Iklan-iklan ini tidak hanya menjual produk mereka turut membangun dan mengokohkan konstruksi sosial tentang gender.
Perempuan yang menonton iklan ini sering kali dihadapkan pada model peran yang disajikan, baik secara sadar maupun tidak sadar. Ini memengaruhi ekspektasi terhadap diri sendiri dan orang lain, serta membentuk persepsi kolektif tentang tempat perempuan dalam masyarakat yang sedang berkembang. Evolusi citra perempuan di media massa, dimulai dari era ini, menjadi fondasi bagi representasi yang lebih kompleks di dekade-dekade berikutnya.
Meskipun iklan pada era tersebut mungkin tampak sederhana jika dibandingkan dengan kompleksitas periklanan modern, perannya dalam membentuk kesadaran publik sangat besar.
Mereka adalah artefak budaya yang berharga, merekam bagaimana masyarakat Indonesia memandang dan mendefinisikan perempuan pada dekade penting itu. Memahami bagaimana agensi dan kreator di masa lalu membentuk citra ini memberi kita wawasan tentang evolusi peran gender dan kekuatan media dalam membentuk realitas sosial. Ini adalah sebuah perjalanan waktu yang mengajarkan kita bahwa setiap gambar, setiap narasi, memiliki kekuatan untuk meninggalkan jejak yang dalam, membentuk pemahaman kita tentang dunia dan diri kita sendiri, serta mengingatkan kita untuk selalu menghargai perjalanan panjang sebuah bangsa dalam mendefinisikan identitasnya.
Apa Reaksi Anda?






