IKN Dibangun, Hutan Kalimantan Terancam? Ini Fakta di Balik Janji 'Forest City'

VOXBLICK.COM - Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur bukan sekadar memindahkan pusat pemerintahan, tetapi juga sebuah pertaruhan besar terhadap salah satu ekosistem paling vital di planet ini.
Di tengah janji sebuah 'Forest City' yang futuristik dan ramah lingkungan, ada tantangan lingkungan serius yang mengintai, mulai dari deforestasi hingga nasib keanekaragaman hayati yang tak ternilai. Proyek raksasa ini menjadi ujian nyata bagi komitmen Indonesia terhadap pembangunan berkelanjutan. Konsep IKN sebagai kota hutan yang cerdas dan hijau terdengar sangat ideal.
Pemerintah, melalui Otorita IKN, berjanji akan mempertahankan 75% dari total area sebagai kawasan hijau. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana janji ini diwujudkan di lapangan, di tengah laju konstruksi masif yang tak terhindarkan akan mengubah bentang alam secara drastis. Tantangan lingkungan ini bukan sekadar isu sampingan, melainkan inti dari keberhasilan atau kegagalan IKN.
Ancaman Nyata di Balik Proyek Ambisius IKN
Pembangunan IKN berlangsung di sebuah area yang merupakan bagian dari jantung keanekaragaman hayati Borneo. Skala proyek ini secara inheren membawa risiko besar terhadap ekosistem yang sudah rapuh. Memahami risiko ini adalah langkah pertama untuk merumuskan langkah konservasi dan mitigasi yang efektif.Deforestasi dan Hilangnya Ruang Hidup
Kekhawatiran utama yang disuarakan banyak pihak adalah deforestasi. Meskipun pemerintah mengklaim hanya akan mengonversi lahan hutan produksi yang sudah terdegradasi, kenyataannya lebih kompleks. Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN saja membutuhkan pembukaan lahan yang signifikan. Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menunjukkan bahwa area IKN mencakup konsesi kehutanan, pertambangan, dan perkebunan sawit.Artinya, pembangunan ini berpotensi mempercepat laju perubahan tutupan lahan. Menurut analisis yang dipublikasikan oleh Mongabay, pembangunan infrastruktur seperti jalan tol dan bendungan telah membuka koridor baru yang memicu deforestasi lebih lanjut di sekitar kawasan IKN.
Ini adalah tantangan lingkungan yang nyata, di mana setiap hektar hutan yang hilang berarti hilangnya jasa ekosistem penting, termasuk penyerapan karbon dan pengaturan tata air. Upaya mitigasi seperti reforestasi memang direncanakan, namun memulihkan ekosistem hutan tropis yang kompleks membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun.
Surga Keanekaragaman Hayati yang Terancam
Kawasan di sekitar Teluk Balikpapan, lokasi IKN, adalah rumah bagi berbagai spesies flora dan fauna endemik dan terancam punah. Ini adalah habitat bagi orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus), beruang madu (Helarctos malayanus), dan bekantan (Nasalis larvatus). Fragmentasi habitat akibat pembangunan jalan, gedung, dan infrastruktur lainnya menjadi ancaman langsung bagi kelangsungan hidup satwa-satwa ini.Koridor satwa yang terputus akan mengisolasi populasi, membuat mereka rentan terhadap perkawinan sedarah dan kepunahan lokal. Dedy Dwi Prastyo, seorang peneliti dari BRIN, dalam sebuah diskusi publik menekankan bahwa pembangunan IKN harus benar-benar memperhatikan konektivitas lanskap. Tanpa koridor ekologis yang memadai, satwa liar akan terdesak dan konflik antara manusia dan satwa liar berisiko meningkat.
Upaya konservasi harus lebih dari sekadar melindungi beberapa petak hutan, tetapi memastikan seluruh lanskap tetap terhubung. Keanekaragaman hayati adalah aset yang harus dijaga dalam setiap tahap pembangunan IKN.
Krisis Air Bersih dan Risiko Bencana Hidrometeorologi
Perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi kawasan terbangun secara langsung berdampak pada siklus hidrologi.Hutan berfungsi sebagai 'spons' raksasa yang menyerap air hujan, menyimpannya, dan melepaskannya secara perlahan, sekaligus mencegah erosi dan banjir. Pembangunan IKN yang masif berisiko mengurangi kapasitas serapan air di wilayah tersebut. Pembangunan Bendungan Sepaku-Semoi memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air baku, namun ini tidak menyelesaikan masalah di tingkat lanskap.
Potensi peningkatan limpasan permukaan dapat memicu banjir di daerah hilir dan tanah longsor di area dengan topografi curam. Ini bukan hanya tantangan lingkungan, tetapi juga tantangan sosial dan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan di IKN harus memastikan keamanan air dan ketahanan terhadap bencana bagi penduduknya di masa depan.
Meneropong Konsep 'Forest City': Utopia atau Solusi Nyata?
Pemerintah menjawab berbagai kekhawatiran dengan konsep 'Forest City' yang ambisius. Konsep ini menjanjikan kota modern yang hidup berdampingan secara harmonis dengan alam. Namun, seberapa realistis janji ini? Implementasi di lapangan akan menjadi penentu utama apakah ini hanya jargon pemasaran atau sebuah model pembangunan berkelanjutan yang sesungguhnya.Komitmen 75% Ruang Hijau dan Reforestasi Masif
Janji untuk mendedikasikan 75% area IKN sebagai ruang hijau adalah pilar utama dari konsep 'Forest City'. Dari total luas lahan sekitar 256.142 hektar, hanya 25% atau sekitar 64.000 hektar yang akan dibangun. Sisanya akan dipertahankan sebagai kawasan lindung dan area restorasi hutan.Otorita IKN telah memulai program reforestasi besar-besaran, termasuk pembangunan persemaian modern di Mentawir yang mampu memproduksi jutaan bibit pohon endemik setiap tahunnya. Langkah ini patut diapresiasi sebagai upaya mitigasi deforestasi. Namun, para ahli mengingatkan bahwa reforestasi bukan sekadar menanam pohon. Memulihkan fungsi ekologis hutan tropis yang kompleks, dengan segala keanekaragaman hayati di dalamnya, adalah proses yang sangat panjang dan rumit.
Tantangan lingkungan terbesarnya adalah memastikan pohon yang ditanam dapat tumbuh dan membentuk kembali ekosistem yang berfungsi.
Membangun Koridor Satwa dan Perlindungan Spesies Kunci
Untuk mengatasi masalah fragmentasi habitat, rencana tata ruang IKN mencakup desain koridor satwa. Koridor ini berupa jalur hijau yang menghubungkan kantong-kantong hutan yang terpisah, memungkinkan satwa liar untuk bergerak bebas, mencari makan, dan berkembang biak.Menurut Kepala Otorita IKN, Bambang Susantono, desain IKN secara eksplisit mengintegrasikan jalur-jalur ini, termasuk pembangunan jembatan atau terowongan khusus bagi satwa untuk melintasi jalan raya. Inilah wujud konkret dari upaya konservasi keanekaragaman hayati. Implementasi yang sukses dari koridor ini akan menjadi kunci untuk mengurangi konflik manusia-satwa dan menjaga populasi spesies ikonik Kalimantan.
Ini adalah bagian krusial dari strategi mitigasi dampak pembangunan.
Suara Kritis dan Jalan Tengah Pembangunan Berkelanjutan
Di tengah optimisme pemerintah, suara-suara kritis dari aktivis lingkungan dan akademisi terus bergema, mengingatkan bahwa niat baik harus diiringi dengan implementasi yang ketat dan transparan.Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) secara konsisten menyoroti bahwa pembangunan IKN berisiko menggusur masyarakat adat dan memperparah krisis ekologis yang sudah ada di Kalimantan Timur akibat industri ekstraktif. Menurut WALHI, klaim 'zero deforestation' perlu dipertanyakan, karena definisi hutan yang digunakan seringkali tidak mencakup hutan sekunder atau lahan terdegradasi yang masih memiliki nilai ekologis tinggi.
Pembangunan berkelanjutan sejati harus menempatkan keadilan ekologis dan sosial sebagai prioritas utama. Jalan tengah terletak pada pengawasan yang ketat dan penegakan hukum lingkungan tanpa kompromi. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) harus menjadi dokumen hidup yang terus diperbarui dan dijadikan acuan utama dalam setiap tahap konstruksi.
Partisipasi publik, terutama dari masyarakat lokal dan adat yang memiliki pengetahuan turun-temurun tentang ekosistem setempat, harus dijamin. Tanpa keterlibatan mereka, upaya konservasi dan mitigasi akan kehilangan basis sosialnya. Meskipun pemerintah telah menyusun rencana mitigasi yang komprehensif, implementasi di lapangan akan menjadi penentu utama keberhasilan proyek ini dalam menjaga keseimbangan ekologis.
Informasi yang disajikan di sini dirangkum dari berbagai sumber terverifikasi untuk memberikan gambaran yang seimbang. Pada akhirnya, pembangunan IKN adalah sebuah eksperimen berskala raksasa. Keberhasilannya tidak hanya akan diukur dari megahnya gedung-gedung pemerintahan atau canggihnya teknologi yang diterapkan, tetapi dari kemampuannya untuk membuktikan bahwa pembangunan modern dapat berjalan seiring dengan konservasi alam.
Dunia akan mengamati apakah Indonesia mampu mengubah ambisi 'Forest City' dari sekadar konsep di atas kertas menjadi sebuah warisan pembangunan berkelanjutan yang nyata, atau justru menambah daftar panjang kerusakan lingkungan atas nama kemajuan.
Apa Reaksi Anda?






