Kenapa Masyarakat Pilih Bendera One Piece Saat Turun ke Jalan?


Selasa, 19 Agustus 2025 - 04.55 WIB
Kenapa Masyarakat Pilih Bendera One Piece Saat Turun ke Jalan?
Bendera One Piece sebagai bahasa baru dalam demonstrasi publik

VOXBLICK.COM - Di tengah kepulan gas air mata dan lautan jaket almamater, sebuah pemandangan tak terduga mencuri perhatian. Bukan bendera organisasi atau spanduk tuntutan biasa, melainkan sebuah tengkorak bertopi jerami dengan tulang bersilang di belakangnya.

Inilah Jolly Roger dari kelompok Bajak Laut Topi Jerami, simbol utama dari manga dan anime populer, One Piece. Kemunculannya yang masif dalam berbagai demonstrasi Indonesia beberapa tahun terakhir memicu satu pertanyaan besar: mengapa sebuah simbol dari dunia fiksi Jepang bisa menjadi bendera perjuangan bagi aktivisme mahasiswa di jalanan ibu kota dan kota-kota besar lainnya?

Fenomena ini lebih dari sekadar tren, ini adalah cerminan pergeseran bahasa dalam sebuah aksi publik.

Jejak Jolly Roger: Dari Manga ke Aksi Publik di Jalanan

Kehadiran bendera Jolly Roger dalam skala signifikan pertama kali terekam secara luas selama gelombang demonstrasi Indonesia pada September 2019. Gerakan yang dikenal dengan tagar #ReformasiDikorupsi ini menentang sejumlah rancangan undang-undang kontroversial, termasuk revisi UU KPK dan RKUHP.

Di antara ribuan mahasiswa yang turun ke jalan, bendera One Piece berkibar dengan gagah. Ini bukan insiden terisolasi. Dari Jakarta, Yogyakarta, Makassar, hingga kota-kota lain, bendera ikonik ini menjadi pemandangan umum, menandai sebuah babak baru dalam visual aktivisme mahasiswa.

Penggunaan simbol budaya pop dalam aksi publik bukanlah hal baru, namun konsistensi dan makna yang dilekatkan pada bendera One Piece membuatnya menjadi sebuah studi kasus yang menarik.

Ia menjadi simbol perlawanan yang mudah dikenali, melintasi batas-batas geografis dan demografis di dalam negeri, disatukan oleh narasi yang sama dari sebuah karya fiksi.

Membedah Simbolisme: Mengapa Bendera Bajak Laut Topi Jerami?

Untuk memahami mengapa bendera One Piece begitu beresonansi, kita perlu menyelami narasi yang dibangun oleh penciptanya, Eiichiro Oda, selama lebih dari dua dekade.

Ceritanya bukan hanya tentang petualangan mencari harta karun, melainkan sebuah epik tentang perlawanan, kebebasan, dan persahabatan.

Inilah yang membuatnya menjadi medium yang sempurna untuk disadur ke dalam konteks demonstrasi Indonesia.

Melawan 'Pemerintah Dunia' yang Korup

Musuh utama dalam semesta One Piece adalah Pemerintah Dunia (World Government), sebuah entitas penguasa absolut yang digambarkan penuh kebusukan, menutupi sejarah kelam, dan menindas siapa pun yang menentang mereka.

Di puncak kekuasaannya, ada kaum Naga Langit (Tenryuubito) yang sewenang-wenang dan kebal hukum. Narasi perlawanan terhadap otoritas yang korup dan tidak adil ini sangat relevan dengan apa yang dirasakan oleh para pengunjuk rasa. Bagi mereka, Pemerintah Dunia adalah metafora dari kekuatan oligarki atau elite politik yang dianggap mengabaikan suara rakyat.

Dengan mengibarkan bendera Jolly Roger, para mahasiswa secara simbolis memposisikan diri mereka sebagai kelompok Bajak Laut Topi Jerami yang berani menantang status quo, menjadikannya simbol perlawanan yang kuat dan jelas.

Ini adalah bentuk ekspresi ketidakpercayaan terhadap institusi yang seharusnya melindungi mereka.

Ikatan 'Nakama': Solidaritas di Atas Segalanya

Salah satu pilar utama dalam cerita One Piece adalah konsep 'Nakama', yang sering diterjemahkan sebagai kawan atau rekan, namun memiliki makna yang jauh lebih dalam sebuah ikatan persaudaraan yang tak tergoyahkan.

Kru Topi Jerami adalah kumpulan individu dari latar belakang berbeda yang bersatu demi tujuan dan mimpi yang sama, saling melindungi tanpa pamrih. Semangat inilah yang diadopsi dalam konteks aktivisme mahasiswa. Dalam sebuah aksi publik yang penuh risiko, solidaritas adalah segalanya. Bendera One Piece menjadi pengingat visual akan kekuatan kolektif dan persatuan.

Ia menyiratkan bahwa mereka yang turun ke jalan bukanlah individu yang bergerak sendiri, melainkan sebuah 'kru' yang solid, sebuah kelompok 'Nakama' yang berjuang bersama. Ini menguatkan moral dan semangat di tengah tekanan aparat.

Pengejaran Mimpi dan Kebebasan Mutlak

Tujuan akhir Monkey D. Luffy, sang kapten, adalah menemukan harta karun One Piece dan menjadi Raja Bajak Laut.

Namun, gelar itu sendiri adalah simbol dari pencapaian tingkat kebebasan tertinggi di dunia. Esensi petualangan mereka adalah pengejaran mimpi dan kebebasan dari segala bentuk penindasan. Filosofi ini selaras dengan aspirasi generasi muda Indonesia yang mendambakan masa depan lebih baik, sebuah negara yang adil, transparan, dan bebas dari korupsi. Bendera Jolly Roger menjadi representasi dari mimpi kolektif tersebut.

Mengibarkannya dalam sebuah demonstrasi Indonesia adalah deklarasi bahwa mereka tidak akan berhenti berjuang untuk masa depan yang mereka impikan, sama seperti Luffy yang tak pernah menyerah pada mimpinya, menjadikan budaya pop sebagai medium aspirasi politik.

Perspektif Akademis: Ketika Budaya Pop Menjadi Senjata Perlawanan

Fenomena ini tak luput dari perhatian para pengamat sosial dan politik.

Wasisto Raharjo Jati, seorang peneliti dari Pusat Penelitian Politik BRIN (sebelumnya LIPI), dalam analisisnya yang dikutip berbagai media seperti Vice Indonesia, melihat ini sebagai bentuk "perlawanan lunak" atau 'soft resistance'. Menurutnya, generasi muda saat ini, yang tumbuh di era digital dan sangat akrab dengan budaya pop global, menggunakan simbol-simbol ini untuk beberapa alasan strategis.

Pertama, untuk menarik perhatian media dan publik yang lebih luas. Sebuah bendera anime di tengah protes politik adalah anomali yang mengundang berita. Kedua, ia menciptakan identitas kolektif yang lebih cair dan inklusif. Siapapun yang memahami referensi One Piece bisa merasa menjadi bagian dari gerakan, bahkan tanpa afiliasi organisasi formal.

Penggunaan simbol budaya pop dalam sebuah aksi publik juga menunjukkan bagaimana aktivisme mahasiswa beradaptasi, memanfaatkan bahasa visual yang dipahami oleh generasi mereka untuk menyampaikan pesan politik yang serius.

Ini adalah cara cerdas untuk mengemas kritik sosial dalam wadah yang populer dan mudah dicerna, sekaligus menunjukkan bahwa politik tidak selalu harus kaku dan formal.

Studi Kasus: Gema #ReformasiDikorupsi dan Kibaran Topi Jerami

Gelombang aksi #ReformasiDikorupsi pada 2019 menjadi panggung utama bagi bendera Jolly Roger.

Di depan Gedung DPR/MPR di Jakarta, bendera ini menjadi salah satu visual yang paling banyak didokumentasikan. Para mahasiswa tidak hanya membawanya, tetapi juga mengintegrasikannya ke dalam narasi protes. Ada spanduk yang bertuliskan "DPR lebih jahat dari Gorosei" (Gorosei adalah lima tetua pemimpin Pemerintah Dunia di One Piece).

Meme dan konten digital yang menghubungkan isu RKUHP dengan plot di anime tersebut menyebar luas di media sosial, memperkuat resonansi simbol ini. Fenomena serupa terjadi di Gejayan, Yogyakarta, melalui gerakan #GejayanMemanggil. Di sana, bendera One Piece juga berkibar di antara ribuan mahasiswa.

Ini membuktikan bahwa simbol ini bukan hanya monopoli satu daerah, melainkan telah menjadi semacam 'kode' bersama bagi gerakan mahasiswa nasional.

Kehadirannya menggarisbawahi kegagalan narasi politik konvensional untuk menginspirasi kaum muda dan bagaimana mereka beralih ke narasi budaya pop untuk menemukan inspirasi dan simbol perlawanan.

Lebih dari Sekadar Tren Sesaat: Efektivitas dan Masa Depan Simbol

Keberhasilan bendera One Piece sebagai ikon demonstrasi Indonesia terletak pada kemampuannya untuk menyederhanakan pesan yang kompleks menjadi sebuah gambar yang kuat.

Ia adalah jalan pintas visual untuk menyampaikan narasi tentang perlawanan terhadap ketidakadilan, korupsi, dan penguasa tiran. Namun, penting untuk diingat bahwa interpretasi terhadap sebuah simbol bisa beragam dan tidak selalu seragam bagi semua orang.

Sementara bagi para penggemar dan aktivis ia adalah simbol perlawanan yang mendalam, bagi sebagian kalangan lain mungkin hanya terlihat sebagai atribut kekanak-kanakan yang mengurangi keseriusan sebuah aksi publik. Efektivitas sebuah simbol pada akhirnya bergantung pada seberapa jauh ia mampu membangkitkan kesadaran dan mendorong perubahan nyata, bukan hanya menjadi viral sesaat.

Isu-isu substantif yang diperjuangkan dalam setiap demonstrasi Indonesia harus tetap menjadi fokus utama, dan simbol seperti bendera Jolly Roger ini berfungsi sebagai alat untuk memperkuat pesan, bukan menggantikannya. Kibaran bendera tengkorak bertopi jerami di jalanan Indonesia adalah bukti nyata bagaimana batas antara fiksi dan realitas bisa menjadi kabur.

Ia menunjukkan kekuatan sebuah cerita yang bagus dalam menginspirasi tindakan di dunia nyata. Fenomena One Piece dalam aktivisme mahasiswa ini bukan hanya tentang anime atau budaya pop, melainkan tentang pencarian konstan sebuah generasi akan simbol yang dapat mewakili perjuangan, harapan, dan semangat perlawanan mereka.

Selama narasi ketidakadilan dalam dunia nyata masih terasa relevan dengan apa yang digambarkan dalam cerita petualangan Luffy dan kawan-kawan, bendera Jolly Roger ini kemungkinan akan terus berkibar, menjadi pengingat bahwa perlawanan bisa datang dalam berbagai bentuk, bahkan dari selembar kain bergambar tengkorak yang terinspirasi dari komik.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0