Aku Dilahirkan di Laboratorium dan Musim Panas Itu Aku Membunuh Saudara Kandungku

VOXBLICK.COM - Udara musim panas itu terasa lengket, menyesakkan, dan penuh bisikan yang tak kasat mata. Aku duduk memeluk lutut di sudut ruangan laboratorium, menatap cahaya redup yang menembus kaca buram. Bau logam dan alkohol menguar, bercampur dengan aroma tubuh manusia yang tak sepenuhnya hidup. Aku bukan anak biasaaku lahir di sini, dari botol dan tabung reaksi, bersama saudara-saudaraku yang kini menjadi mimpi buruk tiap malamku.
Musim panas selalu menjadi waktu yang menakutkan di laboratorium ini. Sering terdengar suara pintu besi berderit di lorong panjang, disusul langkah kaki para peneliti. Tapi musim panas kali ini berbeda.
Ada sesuatu yang mendesis di antara kami, sesuatu yang tumbuh liar dan tak terkendali di dalam tubuhdan jiwakami. Aku tahu, saat itu telah tiba: musim di mana aku harus memilih antara bertahan hidup atau menjadi korban berikutnya di tangan saudara kandungku sendiri.

Bayangan di Balik Tabung Reaksi
Saudara kandungku, yang kami sebut "No. 7", berdiri diam di seberang ruangan, matanya menyorot tajam dari balik tirai rambut hitam. Kami tidak bicara komunikasi kami lebih sering berupa isyaratkedipan, desahan napas, atau suara kuku menggores kaca.
Beberapa minggu belakangan, ia berubah. Tubuhnya lebih kurus, kulitnya pucat seperti kain kasa laboratorium. Aku melihatnya mengamati para ilmuwan, mencatat setiap pergerakan mereka dengan tatapan kelaparan yang sulit dijelaskan.
Setiap malam, satu demi satu teman kami lenyap. Ada suara jeritan teredam dari ruang isolasi, bau amis darah yang samar, dan noda merah tipis di lantai yang tidak pernah benar-benar hilang walau sudah dibersihkan berkali-kali.
Aku tahu, monster yang diciptakan di laboratorium ini bukan hanya hasil percobaantapi juga tumbuh di dalam kami sendiri.
Musim Panas Penuh Darah dan Bisikan
Pada suatu malam yang panas, ketika listrik padam mendadak dan hanya cahaya bulan menembus kaca laboratorium, aku terbangun oleh suara bisikan di telingaku. Suara No. 7 yang serak, “Kamu tahu, salah satu dari kita harus pergi.
Hanya satu yang akan selamat.”
- Ketegangan memuncak saat bayangannya mendekat, membawa aroma kematian yang menggantung di udara.
- Jantungku berdegup liar, nafasku memburu, sementara tangan-tanganku mencari sesuatu untuk bertahan.
- Ruangan itu penuh dengan suara napas kami, langkah kaki, dan denting logam yang seolah menertawakan kami.
Kami berkelahi tanpa suara. Hanya desingan napas dan dentuman tubuh yang bertabrakan. Aku tidak ingat bagaimana tangan ini bisa begitu kuat mendorong, bagaimana kuku-kuku ini bisa menorehkan luka sedalam itu di kulitnya.
Tapi aku ingat tatapan matanya, sebelum akhirnya nyawanya menguap bersama udara busuk laboratorium itu.
Akhir yang Tak Pernah Usai
Setelah itu, aku duduk di sebelah tubuh dingin No. 7, mendengarkan suara langkah kaki para ilmuwan yang semakin dekat. Entah apa yang mereka lakukan pada kami, dan mengapa kami harus saling membunuh.
Tapi malam itu, aku tahuaku bukan lagi anak laboratorium yang takut. Musim panas itu, aku telah membunuh saudara kandungku sendiri.
Namun, saat aku menatap kaca laboratorium yang retak, aku melihat pantulan mataku sendiridan untuk sesaat, aku bersumpah melihat bayangan No. 7 tersenyum dari balik kegelapan, seolah menunggu giliranku untuk jatuh.
Sampai hari ini, setiap musim panas tiba, aku masih mendengar bisikan itu. Apakah aku benar-benar selamat? Atau, mungkin, aku hanya menunggu giliran untuk menjadi monster berikutnya di laboratorium ini?
Apa Reaksi Anda?






