Misteri Mahluk Gunung Punggungan Mengintai di Tengah Malam

Oleh VOXBLICK

Selasa, 14 Oktober 2025 - 03.00 WIB
Misteri Mahluk Gunung Punggungan Mengintai di Tengah Malam
Mahluk Gunung Mengintai Malam (Foto oleh ROMAN ODINTSOV)

VOXBLICK.COM - Udara malam di lereng Gunung Punggungan selalu membawa hawa dingin yang menusuk tulang. Namun, malam itu, ada sesuatu yang berbeda. Angin tak sekadar membawa kabut tipis ia juga membawa bisikan aneh, seolah-olah ada sesuatu yang bergerak di antara pepohonan, mengendap-endap, mengintai. Aku menahan napas, mencoba menenangkan jantung yang berdegup semakin kencang. Api unggun di depanku hampir padam, menyisakan nyala kecil yang menari-nari di permukaan kayu bakar. Aroma tanah basah dan dedaunan menambah suasana mencekam, membuat setiap helaan napas terasa berat dan penuh waspada.

Kata orang, Gunung Punggungan menyimpan misteri yang tak pernah terpecahkan. Sudah banyak orang yang mengaku melihat bayangan hitam berkelebat di antara pepohonan, atau mendengar suara langkah berat di malam hari.

Namun, tak ada yang benar-benar tahu seperti apa rupa makhluk itu. Hanya desas-desus, bisikan ketakutan, dan kisah-kisah yang membuat bulu kuduk berdiri.

Misteri Mahluk Gunung Punggungan Mengintai di Tengah Malam
Misteri Mahluk Gunung Punggungan Mengintai di Tengah Malam (Foto oleh Emre Mavi)

Jam sudah menunjukkan lewat tengah malam ketika aku mendengar suara ranting patah di kejauhan. Aku terdiam, telinga mencoba menangkap apapun yang bisa menjelaskan suara itu.

Suasana di sekitar tenda begitu sunyi, hanya suara detak jantungku yang terdengar terlalu nyaring. Aku menoleh ke arah Riko, teman seperjalanan yang tampak sama tegangnya. Dengan bisikan lirih, ia berkata, “Kau dengar itu, kan?”

Malam yang Tak Pernah Benar-Benar Sepi

Ketika malam semakin larut, kabut turun lebih pekat, menutupi pandangan sejauh satu lengan. Bau anyir samar-samar mulai tercium, membuat bulu kudukku berdiri.

Beberapa kali, aku mendengar suara menggeram lirih, seperti binatang buas yang menahan lapar. Namun, suara itu terlalu berat dan dalam untuk seekor serigala atau anjing hutan. Tak ada burung hantu malam itu, seolah-olah semua makhluk hidup memilih bersembunyi dari sesuatu yang lebih mengerikan.

Beberapa hal aneh yang kurasakan malam itu:

  • Suara langkah berat mengitari tenda, namun tak pernah menampakkan sosoknya.
  • Hawa dingin yang terasa menekan, seperti kehadiran sesuatu yang sangat besar.
  • Cahaya obor yang tiba-tiba redup, seolah-olah diserap oleh kegelapan yang tak wajar.

Riko menggenggam pisau lipatnya erat-erat. “Jangan keluar, apapun yang terjadi,” bisiknya. Aku mengangguk, meski rasa ingin tahu nyaris mengalahkan rasa takutku. Aku menempelkan telinga ke dinding tenda, mencoba mendengar lebih jelas.

Suara itu semakin dekat, kini diiringi dengan napas berat seperti deru angin tua yang lelah. Lalu tiba-tiba, segalanya menjadi hening. Terlalu hening.

Bayangan di Antara Pepohonan

Tak tahan dengan ketegangan, aku mengintip lewat celah tenda. Apa yang kulihat membuat darahku membeku. Di bawah sinar rembulan yang pucat, tampak sosok tinggi besar berdiri membelakangi kami.

Bulunya hitam lebat, tangannya panjang menjuntai hampir menyentuh tanah. Matanya, dua titik merah menyala, menatap tajam ke arah semak-semak seakan tahu kami sedang memperhatikannya. Tubuhnya bergerak pelan, membungkuk, mengendus-endus tanah seperti sedang mencari sesuatu.

Jantungku hampir berhenti ketika sosok itu tiba-tiba menoleh. Matanya menatap lurus ke arahku, seolah menembus tenda tipis yang menjadi satu-satunya pelindungku malam itu. Aku menahan napas, berharap makhluk itu pergi.

Namun, ia justru melangkah pelan, mendekat, hingga akhirnya hanya berjarak beberapa meter dari tempat kami bersembunyi.

Ketegangan yang Memuncak

Riko menutup mulutku, menahan agar aku tidak berteriak. Aku bisa merasakan getaran tangannya yang dingin dan basah oleh keringat. Di luar, makhluk itu berhenti. Ia mengangkat kepala, mengeluarkan suara raungan pelan yang membuat bumi seolah bergetar.

Lalu, dengan gerakan cepat tak terduga, ia menghilang ke dalam kegelapan, meninggalkan jejak kaki besar yang samar di tanah basah.

Kami berdua terdiam cukup lama, terlalu takut untuk bergerak. Tak ada suara, tak ada tanda kehidupan. Aku hanya bisa menatap Riko, mencari jawaban dalam sorot matanya yang kosong dan penuh teror.

  • Apakah makhluk itu benar-benar pergi?
  • Apa yang sebenarnya dicari oleh sosok gelap dari punggungan gunung itu?
  • Dan... apakah ia akan kembali?

Pagi harinya, saat matahari mulai menyorot lembut dari balik dahan, kami memberanikan diri keluar. Jejak kaki aneh itu masih jelas, mengarah ke dalam hutan lebat, menghilang di antara kabut pagi yang belum terangkat.

Tak ada suara burung, tak ada tanda-tanda kehidupan. Hanya rasa dingin yang tertinggal, dan pertanyaan yang tak pernah terjawab. Sejak malam itu, aku tak pernah lagi berani bermalam di Gunung Punggungan. Tapi kadang, di malam-malam tertentu, aku masih bisa mendengar raungan itu... dari kejauhan, menembus sunyi, memanggil-manggil namaku.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0