Jangan Langgar Aturan Trick or Treat di Kota Tua Ini
VOXBLICK.COM - Angin Oktober berembus dingin, membawa aroma daun kering dan sesuatu yang lebih tua, lebih gelap. Di kota kecil kami, yang dijuluki "Kota Tua" karena bangunan-bangunan batu kuno dan jalanan berliku yang tak pernah berubah sejak ratusan tahun lalu, Halloween bukanlah sekadar perayaan kostum dan permen. Ini adalah ritual. Sebuah malam di mana batas antara dunia kita dan yang lain menipis, dan setiap langkah, setiap ketukan di pintu, harus sesuai dengan serangkaian aturan yang tak tertulis. Melanggarnya? Itu bukan hanya tabu itu bisa berakibat fatal.
Aku masih ingat malam itu, malam Trick or Treat yang mengubah segalanya. Langit kelabu di atas atap genting tua tampak seperti sebuah luka menganga, dan bayangan-bayangan yang menari dari lentera labu di setiap ambang pintu terasa seperti mata-mata yang mengawasi. Sejak kecil, kami telah diajarkan tentang aturan tak tertulis ini oleh para tetua, sebuah bisikan peringatan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Bukan hanya sekadar etiket, melainkan sebuah panduan untuk bertahan hidup di Kota Tua ini selama perayaan Halloween.
Bisikan Peringatan dan Tradisi Kuno
Sahabatku, Rian, selalu menjadi yang paling skeptis. "Ayolah, ini cuma cerita hantu untuk menakut-nakuti anak-anak agar tidak terlalu serakah," ujarnya sambil tertawa, suaranya memantul di gang sempit yang gelap. Aku, di sisi lain, merasakan kegelisahan yang sama seperti setiap tahun. Ada sesuatu di udara, sebuah beban yang menekan, yang membuatku tak bisa menganggap enteng tradisi kuno ini. Kami sudah tahu aturannya di luar kepala, seolah terukir di tulang kami:
- Jangan Pernah Ketuk Pintu Lebih dari Dua Kali: Ketukan ketiga, kata mereka, bukan untuk manusia.
- Ambil Hanya Satu Permen: Tidak lebih, tidak kurang. Keserakahan akan menarik perhatian yang tidak diinginkan.
- Jangan Pernah Berbalik Badan Sebelum Melewati Tiga Rumah: Jika kau mendengar namamu dipanggil, abaikan. Jika kau berbalik, kau akan melihat sesuatu yang tak bisa kau lupakan.
- Hindari Rumah di Ujung Jalan Ravenwood: Rumah tua itu, dengan jendelanya yang pecah dan aura dingin yang menusuk, adalah tempat terlarang.
- Selalu Ucapkan "Terima Kasih, Arwah Baik": Bukan hanya "Terima kasih." Itu adalah sebuah penghormatan, sebuah permohonan agar kau dibiarkan lewat.
Malam itu, kami mulai perjalanan Trick or Treat kami dari rumah ke rumah, kantung permen kami mulai terisi. Setiap langkah terasa penuh ketegangan. Ketika kami sampai di persimpangan menuju Jalan Ravenwood, Rian berhenti. Matanya menatap rumah di ujung jalan, yang diselimuti bayangan tebal. "Kau tahu," katanya, suaranya sedikit lebih rendah dari biasanya, "Aku selalu ingin tahu apa yang ada di sana."
Melanggar Batas yang Tak Terlihat
Jantungku berdebar kencang. "Jangan, Rian. Kau tahu aturannya."
"Aturan? Itu cuma takhayul," ia mencibir, tapi ada nada ragu di suaranya. Lalu, tanpa peringatan, ia mengambil langkah pertamanya menuju rumah itu. Aku mematung, kengerian merayapi punggungku.
Aku memanggilnya, "Rian! Hentikan!" Tapi ia terus berjalan, seolah ada kekuatan tak terlihat yang menariknya. Setiap langkahnya terasa seperti menabrak dinding tipis yang memisahkan dunia. Ia mencapai pintu yang lapuk, dan dengan seringai menantang, ia mengangkat tangannya.
Tok. Tok.
Ia menatapku, ekspresi kemenangan di wajahnya. "Lihat? Tidak ada yang terjadi."
Saat itulah, sebuah suara serak dan parau terdengar dari dalam, seolah berbisik dari balik lubang kunci, "Kau lupa yang ketiga, Nak."
Rian terdiam. Seringainya memudar, digantikan oleh ekspresi kebingungan, lalu ketakutan. Ia telah mengetuk dua kali, sama seperti aturan yang kami tahu. Tapi suara itu... suara itu merujuk pada ketukan ketiga yang tak pernah ia lakukan.
Atau setidaknya, yang kami tahu ia tak pernah lakukan.
Pintu itu perlahan terbuka, sedikit saja, memperlihatkan kegelapan pekat di dalamnya. Sebuah tangan kurus, pucat, dengan kuku panjang dan kotor, muncul dari celah itu.
Tangan itu memegang sebuah permen lolipop berwarna merah tua, yang tampak terlalu basah dan lengket. Rian, dalam kebingungan dan ketakutan, meraih permen itu. Ia mengambilnya. Dan saat ia melakukannya, tangannya menggenggam lebih dari satu. Tiga permen lolipop menempel di jari-jarinya yang gemetar.
"Kau telah melanggar aturan, Nak," suara itu mendesis lagi, lebih dekat, lebih menyeramkan. "Lebih dari satu."
Malam yang Berubah Menjadi Horor
Rian menjatuhkan permen-permen itu dan berbalik, wajahnya pucat pasi. Ia berlari, dan aku mengikutinya, jantungku berdentum di telingaku.
Kami tidak menoleh ke belakang, bahkan ketika kami mendengar suara langkah kaki yang menyeret di belakang kami, seolah mengikuti jejak Rian yang melanggar batas. Kami berlari melewati tiga rumah, empat, lima, tanpa henti. Udara terasa semakin dingin, dan bayangan-bayangan di setiap sudut jalan tampak memanjang, mencoba meraih kami.
Ketika kami akhirnya berhenti di bawah lampu jalan yang berkedip, Rian terengah-engah, memegangi dadanya. "Aku... aku tidak tahu," bisiknya. "Aku bersumpah aku cuma mengetuk dua kali. Dan aku cuma mengambil satu..."
Tapi kami berdua melihatnya. Tiga permen di tangannya. Dan suara yang mengatakan, "Kau lupa yang ketiga, Nak." Seolah-olah ada ketukan lain yang hanya bisa didengar oleh entitas di dalam rumah itu, ketukan yang Rian lakukan tanpa sadar.
Sejak malam Trick or Treat itu, Rian tidak pernah sama. Ia menjadi pendiam, matanya selalu tampak kosong, seolah melihat sesuatu yang tidak bisa kami lihat. Setiap malam, ia akan terbangun karena mimpi buruk, berteriak tentang sebuah tangan yang menariknya ke dalam kegelapan, tentang bisikan yang memanggil namanya. Dan setiap Halloween, ketika aturan tak tertulis kembali menghantui udara, kami semua di Kota Tua ini mengingatnya. Mengingat bagaimana sebuah pelanggaran kecil, sebuah ketukan yang tak disengaja, sebuah permen yang diambil berlebihan, bisa membuka pintu bagi kengerian yang tak terbayangkan.
Tahun ini, ketika labu-labu kembali menyala dan anak-anak mengenakan kostum mereka, aku melihat Rian. Ia duduk di beranda rumahnya, menatap kosong ke jalan. Aku berani bersumpah, dari waktu ke waktu, aku melihat bayangan tipis berdiri di belakangnya, seolah menunggu. Menunggu apa? Aku tidak tahu. Yang aku tahu hanyalah, di Kota Tua ini, jangan langgar aturan Trick or Treat. Karena beberapa pintu, sekali terbuka, tidak akan pernah bisa tertutup sepenuhnya.
Apa Reaksi Anda?
Suka
0
Tidak Suka
0
Cinta
0
Lucu
0
Marah
0
Sedih
0
Wow
0