Rahasia Kelam Protokol Discrepancy: Beranikah Kamu Ikuti Tantangan Saklar Lampu?
VOXBLICK.COM - Udara malam itu terasa dingin, bahkan di dalam kamarku yang biasanya hangat. Aku masih ingat betul bagaimana jemariku menari di atas keyboard, menjelajahi forum-forum gelap yang menyimpan kisah-kisah paling mengerikan. Itulah saat pertama kali aku tersandung pada "Protokol Discrepancy" – sebuah nama yang terdengar begitu akademis, namun menyembunyikan inti dari kengerian purba yang jauh melampaui logika.
Awalnya, aku menganggapnya hanya sebagai bualan internet biasa, sebuah cerita seram untuk menakut-nakuti anak-anak muda yang terlalu banyak waktu luang.
Namun, ada sesuatu dalam deskripsinya, dalam peringatan-peringatan keras yang menyertai setiap utas, yang mengusik rasa ingin tahuku. Mereka menyebutnya juga sebagai "Tantangan Saklar Lampu." Sederhana, bukan? Terlalu sederhana untuk menjadi benar-benar berbahaya. Atau begitulah pikirku.
Rayuan Kegelapan
Kisah-kisah yang beredar menceritakan bagaimana seseorang bisa "menghubungi" sesuatu yang lain, sesuatu yang berada di balik tirai realitas kita, hanya dengan serangkaian tindakan yang tampaknya tidak berbahaya.
Mematikan lampu di ruangan tertentu, mengucapkan frasa tertentu, dan menunggu. Menunggu apa? Itulah bagian yang membuat bulu kudukku merinding. Beberapa cerita berakhir dengan para peserta yang tidak pernah ditemukan, yang lain dengan mereka yang ditemukan dalam kondisi yang tidak bisa dijelaskan, mata kosong, dan bisikan-bisikan tak jelas di bibir mereka. Mereka selalu menekankan satu hal: jangan pernah mencoba ritual ini sendirian.
Peringatan itu justru menjadi pemicu terbesar. Aku sendirian malam itu. Orang tuaku pergi mengunjungi nenek di luar kota, dan rumah terasa begitu luas, begitu kosong.
Kesunyian itu seolah mengundangku untuk mengisi kekosongan tersebut dengan sesuatu yang... lain. Rasa ingin tahu yang mematikan itu mencengkeramku, mengabaikan setiap naluri untuk lari. Aku mulai mempersiapkan diri, meskipun aku tidak yakin apa yang sebenarnya aku persiapkan.
Malam Tantangan Saklar Lampu
Aku memilih kamar tidur utama orang tuaku. Ruangan itu memiliki jendela besar yang menghadap ke kebun belakang yang gelap gulita, dan sebuah saklar lampu tunggal di dekat pintu. Aku memastikan semua pintu dan jendela terkunci.
Aku bahkan meletakkan ponselku di meja, jauh dari jangkauan, seolah ingin sepenuhnya menyerah pada pengalaman ini. Detak jantungku berpacu, memompa adrenalin ke setiap sudut tubuhku. Ini bukan lagi sekadar membaca kisah horor ini adalah langkahku ke dalam kisah itu sendiri.
Aku berdiri di tengah ruangan, kegelapan yang samar dari cahaya bulan yang menembus celah gorden tipis menjadi satu-satunya penerang. Nafasku tertahan di dada. Aku tahu langkah selanjutnya.
Aku harus mematikan lampu, mengucapkan "Aku siap," dan menunggu. Menunggu dalam kegelapan yang absolut, tanpa suara, tanpa cahaya, selama sepuluh menit. Sepuluh menit yang terasa seperti keabadian.
Dalam Kegelapan yang Mencekam
Jemari dingin menyentuh saklar. Klik. Suara itu, kecil namun menggelegar di keheningan, mengakhiri dominasi cahaya. Ruangan itu langsung ditelan kegelapan yang pekat, menusuk. Aku tidak bisa melihat apa pun.
Bahkan tanganku sendiri di depan wajahku pun lenyap. Ini adalah kegelapan yang berbeda dari sekadar mematikan lampu. Ini adalah kegelapan yang terasa hidup, berdenyut, seolah-olah mengawasiku.
Aku mengucapkan frasa itu, suaraku bergetar, "Aku siap." Kata-kata itu tenggelam, diserap oleh kegelapan. Detik-detik berlalu, terasa seperti jam. Aku mencoba menenangkan diriku, meyakinkan bahwa ini hanya imajinasiku yang terlalu liar.
Tapi kemudian, aku mulai mendengar suara-suara. Awalnya, hanya bisikan samar, seperti angin yang berdesir melalui dedaunan, meskipun semua jendela tertutup rapat. Lalu, suara itu semakin dekat, terdengar seperti gesekan kain di lantai kayu. Aku menahan napas, mencoba mengidentifikasi sumbernya.
Bau aneh mulai tercium. Seperti tanah basah dan sesuatu yang busuk. Aku bisa merasakannya merayap masuk ke hidungku, membuat perutku mual. Suara gesekan itu sekarang ada di dekatku, sangat dekat.
Aku bisa merasakan udara dingin bergerak di samping telingaku, seolah-olah ada sesuatu yang berdiri di sana, bernapas.
Aku memejamkan mata erat-erat, meskipun tidak ada gunanya. Aku ingin berteriak, ingin menyalakan lampu, tetapi tubuhku membeku. Rasanya seperti ada tangan yang dingin dan kaku menyentuh bahuku, menekan. Aku tahu ini bukan imajinasi lagi. Ini nyata.
Sesuatu telah datang. Sesuatu yang telah aku undang dengan kebodohanku mengikuti "Protokol Discrepancy" ini. Aku merasakan napas busuk di belakang leherku, dan kemudian bisikan itu datang lagi, kali ini lebih jelas, lebih dekat, seolah-olah langsung di telingaku. Itu adalah namaku. Namaku sendiri, diucapkan dengan suara yang dalam, serak, dan penuh kelaparan. Dan kemudian, aku merasakan dua jari yang sangat panjang dan kurus menyentuh pipiku, perlahan menggeser rahangku ke atas, memaksaku untuk... melihatnya. Aku membuka mataku dalam kegelapan total, hanya untuk melihat dua titik merah menyala di depanku, semakin membesar, dan suara tawa yang dingin, menusuk...
Apa Reaksi Anda?
Suka
0
Tidak Suka
0
Cinta
0
Lucu
0
Marah
0
Sedih
0
Wow
0