Jangan Pernah Berhenti Menari Jika Ingin Selamat Malam Ini

Oleh VOXBLICK

Kamis, 16 Oktober 2025 - 03.50 WIB
Jangan Pernah Berhenti Menari Jika Ingin Selamat Malam Ini
Penari misterius malam hari (Foto oleh Pedro Dias)

VOXBLICK.COM - Malam itu, angin dingin menyapu gang-gang sempit kota lama, membawa serta bisikan-bisikan yang tak seharusnya kudengar. Aku baru pindah ke sini, ke apartemen kecil di ujung jalan yang katanya penuh sejarah. Sejarah, ya. Lebih tepatnya, legenda. Ada satu cerita yang selalu muncul, seperti melodi hantu yang terulang setiap senja: tentang seorang penari. Bukan penari biasa. Dia muncul saat bulan sabit menggantung, di persimpangan jalan yang selalu sepi itu, dan dia menari. Terus menari, tanpa henti, seolah hidupnya bergantung pada setiap putaran dan lengkungan tubuhnya.

Awalnya, aku menganggapnya hanya sebagai bagian dari keunikan kota ini, mungkin seniman jalanan yang eksentrik.

Namun, bisikan-bisikan itu semakin sering kudengar, dari para tetangga tua yang duduk di bangku taman, hingga penjaga toko kelontong yang selalu menatap keluar jendela setiap jam sembilan malam. Mereka semua tahu. Mereka semua takut. “Jangan pernah berhenti menari,” kata seorang nenek tua padaku suatu sore, matanya menerawang jauh. “Jika ia berhenti, tidak ada yang tahu siapa korban berikutnya.” Kalimat itu, diucapkan dengan nada serius yang menusuk, membuat bulu kudukku merinding.

Jangan Pernah Berhenti Menari Jika Ingin Selamat Malam Ini
Jangan Pernah Berhenti Menari Jika Ingin Selamat Malam Ini (Foto oleh George Shervashidze)

Ritme yang Tak Terputus

Aku mulai mengamati penari misterius itu dari balik tirai jendela kamarku setiap malam. Sosok ramping berbalut kain gelap, siluetnya bergerak anggun di bawah cahaya rembulan.

Musiknya bukan dari mana-mana, tapi terasa memenuhi udara, ritme yang menghipnotis dan mengikat. Setiap malam, tarian itu dimulai tepat pukul sepuluh dan berakhir saat fajar menyingsing. Tidak pernah ada jeda, tidak pernah ada istirahat. Gerakannya sempurna, penuh energi, namun ada sesuatu yang dingin dan hampa di balik setiap putaran. Seolah dia adalah boneka yang digerakkan oleh benang tak kasat mata, dipaksa untuk terus bergerak, demi sesuatu yang lebih besar dari dirinya.

Rasa penasaran bercampur ketakutan mulai tumbuh dalam diriku. Aku mencari tahu, bertanya-tanya, namun tak ada yang mau bicara banyak. Hanya desas-desus, cerita horor urban legend yang turun-temurun.

Konon, beberapa tahun lalu, ada seorang pemuda yang berani mendekat, menertawakan tarian sang penari. Malam itu, untuk pertama kalinya, penari itu berhenti. Hanya sesaat, namun cukup lama bagi pemuda itu untuk merasakan kengerian yang tak terlukiskan. Keesokan paginya, ia ditemukan dalam keadaan linglung, tak bisa bicara, dan matanya kosong. Beberapa hari kemudian, ia menghilang tanpa jejak. Sejak itu, semua orang tahu: Jangan Pernah Berhenti Menari. Jika ia berhenti, kau tidak akan selamat malam ini.

Ancaman di Setiap Hentakan

Ketegangan memuncak pada suatu malam ketika lampu jalan di persimpangan itu padam. Kegelapan menyelimuti penari itu, namun siluetnya masih terlihat samar, bergerak dalam irama yang semakin cepat, semakin panik.

Aku menahan napas, jantungku berdegup kencang. Apakah ini akhirnya? Apakah ia akan berhenti? Aku bisa merasakan ketakutan yang sama menyebar di seluruh blok, seolah semua mata tertuju pada sosok itu. Namun, ia tidak berhenti. Entah bagaimana, tarian itu terus berlanjut, bahkan di tengah kegelapan pekat, seolah tak ada yang bisa menghentikannya. Ketika lampu kembali menyala, ia masih menari, seolah tak ada yang terjadi.

Insiden itu membuatku sadar betapa rapuhnya batas antara dunia kita dan dunia yang tak terlihat. Bisikan-bisikan yang tadinya hanya cerita, kini terasa begitu nyata.

Aku mulai melihat bayangan di sudut mata, mendengar langkah kaki di lorong kosong, dan merasakan hawa dingin yang menusuk meskipun di dalam ruangan. Cerita tentang penari itu bukan lagi sekadar dongeng, melainkan sebuah peringatan yang hidup, sebuah ancaman yang nyata bagi siapa pun yang berani melanggar batasnya. Aku mulai bertanya-tanya, apa yang akan terjadi jika suatu malam, ia benar-benar lelah? Apa yang akan terjadi jika ia tak sanggup lagi menari?

Undangan Maut

Puncaknya terjadi seminggu yang lalu. Aku sedang menontonnya seperti biasa, dari jendela kamarku. Malam itu, ia mengenakan gaun putih bersih, berkilauan di bawah cahaya bulan purnama.

Gerakannya lebih anggun, lebih memikat, namun juga lebih menakutkan. Tiba-tiba, di tengah putaran yang cepat, matanya terangkat. Ia menatap lurus ke arah jendelaku. Jantungku serasa berhenti. Aku cepat-cepat menarik tirai, tubuhku gemetar. Tapi aku tahu, ia sudah melihatku. Ia tahu aku mengamatinya.

Malam berikutnya, aku tidak berani melihat. Aku membiarkan tirai tertutup rapat, meringkuk di tempat tidur, berharap bisa tidur. Namun, melodi tarian itu menembus dinding, merasuk ke dalam telingaku, ke dalam jiwaku.

Aku bisa merasakan setiap hentakan kakinya, setiap putaran tubuhnya, seolah-olah ia menari tepat di hadapanku. Aku tahu aku harus melihat. Aku tahu aku tidak bisa menolak.

Dengan tangan gemetar, aku membuka tirai. Dia ada di sana. Tepat di bawah jendelaku. Tidak di persimpangan jalan seperti biasanya. Dia menatapku, senyum tipis terukir di bibirnya yang pucat.

Dan kemudian, ia mengulurkan tangannya ke arahku, sebuah undangan yang dingin dan mematikan. Matanya yang gelap, tanpa emosi, seolah menuntut jawaban. Kakiku terasa kaku, namun pada saat yang sama, ada dorongan tak tertahankan untuk melangkah maju, untuk meraih tangannya. Untuk bergabung dalam tarian abadi itu. Aku bisa merasakan ritme tarian itu kini bukan lagi di luar, melainkan di dalam diriku, memaksaku untuk bergerak. Beranikah kamu menari bersamanya?

Aku merasakan kakiku mulai bergerak, perlahan, tanpa kehendakku sendiri, menuju pintu depan. Melodi itu semakin keras, memanggilku, menarikku ke dalam kegelapan malam.

Dan aku tahu, jika aku melangkah keluar, jika aku bergabung dalam tarian itu, aku mungkin tidak akan pernah bisa berhenti. Aku mungkin tidak akan pernah selamat malam ini.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0