Kutukan Cermin Berdarah Mengintai Setiap Pantulan Malam

VOXBLICK.COM - Udara malam di kota kecil ini tak pernah benar-benar sepi. Di setiap sudutnya, bayang-bayang gelap menari di antara semburat lampu jalan yang temaram. Namun, sejak aku menerima panggilan dari keluarga tua di Jalan Angsana, malam-malamku berubah menjadi ladang teror yang memburu setiap detik keheningansemuanya berawal dari satu cermin tua di loteng rumah mereka.
Namaku Vano. Aku seorang Banisherpembasmi entitas halus yang tak pernah benar-benar menghilang. Sudah puluhan kasus kutangani, dari boneka kesurupan hingga suara-suara yang membisik di balik lemari. Tapi kutukan cermin berdarah ini berbeda.
Setiap malam, pantulan di permukaannya tak sekadar memperlihatkan bayanganku, melainkan sesuatu yang jauh lebih kelam, lebih mengancam dari sekadar ilusi optik.

Loteng Tua dan Cermin Berdarah
Malam itu, aku menapaki tangga kayu menuju loteng. Lampu senterku bergetar di tangan, menyorot debu yang menari di udara pengap.
Di ujung ruangan, sebuah cermin besar berdiri membisu, piguranya dihiasi ukiran aneh seperti cakar-cakar yang mencengkeram. Di permukaannya, ada noda merah tua, menetes perlahan seperti luka yang tak pernah sembuh.
Setiap aku mendekat, pantulanku tampak berubah: mataku memerah, bibirku terkunci rapat, dan di balikku, sesosok wanita bermata kosong berdiri, kepalanya tertunduk, rambutnya menutupi wajah. Nafasku membeku.
Aku ingin berpaling, tapi leherku seolah terkunci dalam cengkeraman dingin. Malam-malam berikutnya, pantulan itu terus menghantuiku, bahkan saat aku menutup cermin dengan kain hitam sekalipun.
Pantulan yang Tak Pernah Hilang
Sejak malam itu, hidupku dihantui teror yang tak kasat mata. Aku menemukan pantulan wanita itu di tempat-tempat yang seharusnya tak mungkindi kaca spion mobilku, di genangan air hujan di pinggir jalan, bahkan di layar ponselku saat sedang gelap.
Setiap kemunculannya diiringi suara lirih, bisikan yang memanggil namaku dari sudut-sudut gelap.
- Setiap malam pukul 2 dini hari, suara tawa pelan terdengar dari balik cermin di kamarku.
- Ada bekas tangan berdarah di kaca wastafel setiap aku selesai mencuci muka.
- Pantulan bayangan wanita itu semakin jelas, seolah jarak di antara kami semakin menipis.
- Aku mulai bermimpi tentang darah yang mengalir dari cermin, membentuk jejak menuju tempat tidurku.
Bahkan ketika aku mencoba memecahkan cermin itu, serpihan kaca yang berserakan justru membentuk siluet wajah wanita itu di lantai.
Tak ada yang percaya padaku, bahkan rekan sesama Banisher pun mulai menjauh, setelah satu per satu mereka juga diganggu oleh pantulan yang sama.
Dialog dengan Kegelapan
Suatu malam, aku memberanikan diri berdiri di depan cermin itu, menatap pantulan mataku sendiri yang kini semakin asing. "Apa yang kau inginkan dariku?" tanyaku, suaraku bergetar menahan takut.
Dalam pantulan, wanita itu tersenyum, bibirnya robek hingga ke pipi. Ia berbisik, "Aku ingin tempatmu di dunia ini."
Ruangan tiba-tiba membeku. Lampu berkedip, dan cermin itu berdentum seperti jantung raksasa. Aku mencoba mundur, tapi kakiku terbenam dalam genangan darah yang tiba-tiba muncul di lantai.
Setiap gerakanku terasa sia-sia, seolah-olah aku telah menjadi bagian dari cermin itu sendiri.
Pilihan Terakhir di Tengah Malam
Di ambang keputusasaan, aku harus memilih: tetap melawan kutukan cermin berdarah yang kini mengintai setiap pantulan malam, atau menyerah dan membiarkan diriku terseret ke dalam dunia mereka.
Satu-satunya petunjuk yang kutemukan hanyalah sebuah catatan tua di balik pigura cermin, bertuliskan: "Yang menatap terlalu lama, akan digantikan selamanya."
Malam ini, aku menulis kisah ini sebagai peringatan. Jika suatu malam kau melihat pantulan yang tak sesuai dengan gerakmu, atau noda merah yang perlahan mengalir di permukaan kaca, jangan pernah berani menatap terlalu lama.
Karena mungkin, kutukan cermin berdarah sudah mengintai setiap pantulan malammudan siapa tahu, esok hari, aku tak lagi menjadi penulis cerita ini, melainkan bagian dari pantulan itu sendiri.
Apa Reaksi Anda?






