Danau Peri: Bisikan Gaib, Jangan Pernah Kembali Setelah Senja

Oleh VOXBLICK

Minggu, 19 Oktober 2025 - 03.50 WIB
Danau Peri: Bisikan Gaib, Jangan Pernah Kembali Setelah Senja
Misteri Danau Peri Terlarang (Foto oleh KoolShooters)

VOXBLICK.COM - Danau Peri. Namanya saja sudah memancarkan aura magis, seolah tempat itu memang milik makhluk-makhluk halus dari dimensi lain. Siang hari, Danau Peri adalah permata tersembunyi, dengan air jernih memantulkan langit biru dan pepohonan rimbun di sekelilingnya. Desiran angin yang melewati dedaunan terdengar seperti melodi alam yang menenangkan. Aku, bersama beberapa teman, sering menghabiskan sore di sana, memancing, atau sekadar menikmati ketenangan yang jarang kami temukan di hiruk-pikuk kota. Kami tertawa, bercanda, dan sesekali melemparkan batu pipih ke permukaan air, menikmati pantulannya yang melompat-lompat. Namun, ada satu aturan tak tertulis yang selalu kami patuhi: jangan pernah mendekati Danau Peri setelah senja.

Aturan itu, bagi kami yang masih muda dan penuh rasa ingin tahu, lebih terdengar seperti mitos kuno yang diceritakan orang tua untuk menakut-nakuti.

Bisikan-bisikan gaib, rahasia gelap, dan pengalaman tak terlupakan yang menghantui? Semua itu hanya bumbu cerita untuk menambah kesan misterius pada Danau Peri yang indah. Kami sering mengejek cerita-cerita itu, berjanji suatu hari akan membuktikan bahwa semua itu hanyalah omong kosong belaka. Hingga suatu malam, rasa penasaran itu mengalahkan akal sehat kami.

Danau Peri: Bisikan Gaib, Jangan Pernah Kembali Setelah Senja
Danau Peri: Bisikan Gaib, Jangan Pernah Kembali Setelah Senja (Foto oleh Eyden Lascombes dhotel)

Senja yang Berubah Menjadi Ancaman

Malam itu, kami berempat – aku, Rian, Sita, dan Doni – memutuskan untuk melanggar aturan. Matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan spektrum oranye, ungu, dan merah yang memukau.

Danau Peri memantulkan warna-warna itu, menciptakan pemandangan yang surealis dan memabukkan. "Lihat, tidak ada apa-apa kan?" kata Rian, mencoba terdengar berani, meskipun nada suaranya sedikit bergetar. Kami mendirikan tenda kecil di tepi danau, menyalakan api unggun, dan mulai memanggang jagung. Awalnya, semuanya terasa seperti petualangan biasa, sedikit mendebarkan, tetapi tetap menyenangkan. Kami bercerita horor, tertawa, dan sesekali melirik ke arah danau yang mulai gelap.

Namun, seiring kegelapan yang semakin pekat menyelimuti Danau Peri, suasana mulai berubah. Cahaya rembulan yang tipis nyaris tak mampu menembus kanopi pepohonan yang rapat. Keheningan malam mulai terasa menyesakkan, tidak lagi menenangkan.

Suara-suara serangga malam yang biasanya menjadi latar, kini terdengar lebih nyaring, seolah menjadi orkestra horor yang mengiringi kami. Kami mulai mengurangi candaan, mata kami secara otomatis terpaku pada permukaan air danau yang kini tampak seperti cermin hitam tak berdasar. Rasa penasaran perlahan berganti menjadi kegelisahan, sebuah firasat buruk yang merayap di tengkuk.

Bisikan-bisikan dari Kedalaman

Itu dimulai sebagai desiran lembut, seperti angin yang memainkan ranting-ranting kering. Tapi tidak ada angin. Lalu, itu berubah menjadi bisikan samar, sangat pelan, seolah ada seseorang yang berbicara dari kejauhan.

"Kalian dengar itu?" bisik Sita, suaranya tercekat. Kami semua mengangguk, jantung berdebar kencang. Bisikan itu semakin jelas, terdengar seperti nyanyian yang merdu namun penuh duka, datang langsung dari dalam air Danau Peri. Itu bukan suara manusia, bukan pula suara binatang. Itu adalah melodi yang asing, menusuk relung jiwa, sekaligus memikat.

Ada sesuatu dalam bisikan itu yang menarik kami, seperti magnet yang tak terlihat. Bisikan itu memanggil nama-nama kami, satu per satu, dengan suara yang berbeda namun sama-sama mendayu. "Rian... pulanglah..." "Sita... ikutlah denganku...

" Aku merasa merinding hingga ke tulang sumsum. Doni yang biasanya paling berani, kini hanya bisa terdiam, matanya terpaku pada danau. Kami mencoba mengabaikannya, memfokuskan diri pada api unggun yang mulai meredup. Tapi bisikan itu semakin kuat, semakin mendesak, seolah makhluk di dalam air itu semakin mendekat.

Jangan Pernah Kembali Setelah Senja

Suara itu kini terdengar begitu dekat, seolah ada di belakang kami, di tengah-tengah pepohonan. Kami bisa merasakan hawa dingin yang menusuk, bukan dinginnya malam, melainkan dingin yang berasal dari sesuatu yang tidak wajar.

Kemudian, dari balik kabut tipis yang mulai naik dari permukaan Danau Peri, kami melihatnya. Siluet. Sebuah bentuk yang samar, seperti sosok wanita berambut panjang yang mengambang di atas air, melambai-lambaikan tangannya ke arah kami. Matanya, meski tidak terlihat jelas, terasa menusuk, memanggil kami untuk mendekat, untuk bergabung dengannya.

Panik. Itu adalah satu-satunya hal yang kami rasakan. Kami segera mematikan api unggun, merobohkan tenda, dan berlari sekencang-kencangnya menjauh dari Danau Peri. Kami tidak menoleh ke belakang, tidak berani.

Bisikan-bisikan itu mengikuti kami, mengejar di antara pepohonan, suaranya semakin melengking, penuh amarah dan kekecewaan. Kami terus berlari hingga napas kami habis, paru-paru terasa terbakar, dan kaki kami serasa mati rasa. Ketika akhirnya kami berhasil mencapai jalan raya dan menemukan tumpangan, kami berempat terdiam, pucat pasi, dan tidak berani lagi membahas apa yang baru saja kami alami.

Sejak malam itu, Danau Peri tidak lagi menjadi tempat yang indah dan menenangkan. Setiap kali aku memejamkan mata, bisikan-bisikan gaib itu kembali terdengar, memanggil namaku, dan siluet wanita itu muncul di benakku.

Rasa takut itu tidak pernah hilang, melekat seperti bayangan. Dan satu hal yang pasti, kami berempat tidak pernah lagi berani mendekati Danau Peri, terutama setelah senja. Karena kami tahu, ada sesuatu yang menunggu di sana, sesuatu yang tidak seharusnya diganggu, dan sekali kau mendengarkan bisikannya, ia tidak akan pernah melepaskanmu. Pengalaman tak terlupakan itu telah menghantuiku selamanya, menjadi pengingat mengerikan akan peringatan yang kami abaikan.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0