Malam Mencekam di Kota Aneh yang Tak Pernah Kulewati Lagi

VOXBLICK.COM - Malam itu, aku mengendarai mobil tua pinjaman, menembus hujan yang membasahi jalan provinsi. Lelah dan kantuk mulai menggerogoti kesadaranku, tapi aku memaksa mataku tetap terbuka. GPS di ponselku tiba-tiba kehilangan sinyal, membuatku panik dan bertanya-tanya apakah aku sudah tersesat. Tak ada suara lain selain deru mesin dan rintik hujan yang menari di kaca depan. Di tengah jalan gelap, sebuah papan nama kota yang usang, hampir lapuk, terpampang samar di balik kabut: Kota Belukar.
Entah mengapa, aku merasa ada sesuatu yang salah sejak pertama kali roda mobilku menyentuh aspal kota itu. Lampu-lampu jalan redup, gedung-gedung tua berdiri bisu, dan hanya sesekali suara anjing menggonggong sayup-sayup dari kejauhan.
Udara malam di kota aneh ini terasa lebih dingin, menusuk ke dalam sumsum tulang. Aku melirik jam di dashboard: 00.39. Waktu seolah berjalan lambat di sini.

Suara-suara dari Lorong Gelap
Mesin mobil mendadak mogok tepat di pertigaan sempit. Aku turun, menendang kerikil kecil sambil mencoba menelepon, namun tak ada sinyal. Di sekelilingku, jendela-jendela tua terbuka sedikit, seolah ada mata-mata yang mengintip dari balik tirai.
Dalam diam, aku mendengar suara perempuan menangis lirih dari arah gang gelap di sebelah kiri. Setiap langkahku terasa berat, seakan aspal di bawah kakiku mencoba menahan.
Ketika aku mendekat, suara itu semakin jelasbukan hanya tangisan, tapi juga bisikan-bisikan aneh dalam bahasa yang tidak kukenal. Bayangan seseorang muncul di ujung gang, berdiri di bawah lampu jalan yang bergetar cahayanya.
Tubuhnya kurus, rambutnya menjuntai menutupi wajah. Aku tercekat, ingin berbalik, tapi kaki seolah terpaku.
Tak Ada Jalan Keluar
Dengan gemetar aku bertanya, "Maaf, apakah Anda baik-baik saja?" Namun ia hanya diam, lalu perlahan mengangkat tangan, menunjuk ke arah sebuah rumah tua di seberang jalan. Jantungku berdegup semakin kencang.
Aku mengumpulkan keberanian dan berjalan tergesa menuju rumah itu, berharap bisa meminta pertolongan.
- Pintu rumah terkunci, namun jendela di sampingnya terbuka sedikit.
- Aku mengetuk pelan, tapi tidak ada jawaban.
- Suara langkah kaki terdengar dari dalam, seperti seseorang berlari kecil mengitari ruangan.
- Aroma anyir dan lembab memenuhi hidungku, membuat perutku mual.
Ketika aku mengintip melalui celah jendela, aku melihat siluet seorang anak kecil berdiri di sudut ruangan, menatapku dengan mata kosong. Ia mengangkat tangan, melambaikan sesuatu yang basahseperti rambut manusiake arahku.
Aku terlonjak mundur, hampir terjatuh.
Kota yang Tak Pernah Tidur
Panik, aku berlari kembali ke mobil. Namun, entah bagaimana, pertigaan tempat aku berhenti tadi kini berubah. Jalan yang tadi kulewati lenyap, tergantikan oleh lorong-lorong sempit yang tak berujung.
Lampu jalan mati satu per satu di belakangku, menelan kota dalam kegelapan pekat. Hanya suara langkah kaki, semakin banyak, semakin dekat, menggema di antara bangunan kosong. Aku berteriak, memanggil siapa saja, tapi suara sendiri terdengar asing dan terputus-putus.
Di tengah kepanikan, aku melihat sekelompok orang berdiri di tengah jalan. Mereka mengenakan pakaian kuno, wajahnya pucat, matanya kosong. Mereka mengulurkan tangan, seolah mengundangku untuk bergabung. Aku mundur, menabrak dinding, napasku memburu.
Kota ini, pikirku, bukan tempat untuk manusia biasa. Mungkin, tak ada seorang pun yang benar-benar bisa pergi dari kota ini.
Akhir yang Menggantung
Mataku mulai buram, dunia berputar. Di kejauhan, suara perempuan menangis itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat, lebih menusuk. Aku menutup mata, berharap ini semua hanya mimpi buruk.
Ketika kubuka kembali, aku berdiri di tengah jalan yang sama, di bawah papan nama Kota Belukar yang kini tampak lebih baru, lebih terang. Di bawah papan itu, terpajang foto seseorangwajahku sendiri, tersenyum aneh, dengan tulisan: Selamat datang kembali.
>Apa Reaksi Anda?






