Malam Saat Semua Orang Berubah Menjadi Imposter
VOXBLICK.COM - Angin malam menusuk kulitku saat aku melangkah pulang, menembus lorong gelap di antara deretan rumah yang biasanya terasa akrab. Namun malam itu, semuanya berbeda. Bayangan-bayangan di balik tirai jendela tampak lebih tinggi, lebih sunyi, seolah-olah seluruh lingkungan telah berubahseolah-olah aku adalah satu-satunya orang yang tersisa di dunia yang perlahan melupakan siapa dirinya.
Langkahku terhenti di depan rumah, cahaya redup dari lampu teras menyinari sosok ibu yang berdiri di ambang pintu. Tapi ada sesuatu yang aneh pada sorot matanyadingin, menelisik, seakan-akan ia sedang menelanku mentah-mentah.
Senyumnya lebar, terlalu lebar, dan saat ia memanggil namaku, suaranya terdengar kaku, seperti rekaman usang yang diputar ulang tanpa jiwa.
Di dalam rumah, suasana semakin mencekam. Ayah duduk di ruang tamu, membelakangi televisi yang menayangkan gambar statis. Ia tidak menjawab sapaku, hanya menoleh perlahan dengan mata kosong.
Adikku, Reza, menggambar di lantai, namun kertasnya penuh coretan anehlingkaran dan simbol entah apa yang tak pernah kulihat sebelumnya. Setiap kali aku memanggil namanya, ia hanya tersenyum, giginya tampak lebih tajam dari biasanya.
Isyarat-isyarat Kecil yang Menghantui
Semakin malam, aku mulai menyadari pola-pola janggal yang muncul:
- Mereka bergerak terlalu serempak, seolah-olah dikendalikan oleh sutradara tak kasat mata.
- Setiap ucapan mereka terdengar seperti menirukan, bukan berbicara dari hati.
- Teleponku tak berfungsi, dan setiap pesan yang kuterima berisi kalimat sama: “Sudah waktunya, bergabunglah dengan kami.”
Di luar, lampu-lampu tetangga mulai redup satu per satu. Aku mengintip dari balik jendela sosok-sosok berdiri diam di pekarangan mereka, menatap rumahku tanpa kedip. Aku menahan napas, berharap ini hanya mimpi buruk.
Konspirasi Malam Hari
Pukul dua dini hari, suara langkah kaki terdengar di lorong. Aku mengintip dari celah pintu kamarkuibu, ayah, dan Reza berkumpul di depan kamar. Mereka berbisik dalam bahasa yang tak kumengerti. Aku menekan mulutku, menahan isak.
Tiba-tiba, pintu kamar diketuk perlahan, diiringi suara ibu, “Ayo keluar… sudah waktunya.”
Aku bersembunyi di bawah ranjang, ponsel kugenggam erat meski tak ada sinyal. Suara tapak kaki mereka semakin dekat, suara napas mereka kini terdengar berat dan serempak.
Aku membayangkan wajah-wajah mereka yang tadi kulihatsenyuman lebar, mata kosong, gerakan kaku seperti boneka yang kehilangan tali kendali. Tidak ada lagi yang bisa dipercaya di malam saat semua orang berubah menjadi imposter.
Rumah yang Tak Lagi Rumah
Setiap detik terasa seperti jam. Aku mengingat-ingat kejadian hari initetangga yang tak menyapa di pagi hari, suara tawa yang tiba-tiba berhenti begitu aku lewat, dan bagaimana semua orang menatapku terlalu lama.
Apakah aku satu-satunya yang belum berubah?
- Aku mencoba menulis pesan di kertas, lalu menyelipkannya di bawah pintu. Tak ada balasan.
- Di luar, suara langkah kaki semakin banyak. Sekarang, terdengar suara-suara tetangga, semuanya berbicara dalam nada yang sama.
- Ketukan di pintu makin keras. Dinding-dinding kamar terasa semakin menyempit, udara menjadi dingin dan menusuk.
Aku menutup mata, berharap semuanya segera berakhir. Tapi saat kubuka mata, aku melihat bayangan seseorang di sudut kamarsenyumnya sama seperti yang lain, matanya kosong, dan ia mulai mendekat perlahan.
Malam Tak Pernah Benar-Benar Berakhir
Sampai detik ini, aku masih bersembunyi, mengetikkan kisah ini di aplikasi catatan ponsel dengan harapan seseorang, entah siapa, akan membacanya. Di luar, suara-suara itu masih terus memanggil namaku, memintaku keluar, bergabung bersama mereka.
Aku tahu, jika malam ini aku tertangkap, aku pun akan berubah… menjadi salah satu dari mereka.
Dan jika kau membaca iniapakah kau benar-benar masih dirimu sendiri, atau… kau pun sudah berubah?
Apa Reaksi Anda?
Suka
0
Tidak Suka
0
Cinta
0
Lucu
0
Marah
0
Sedih
0
Wow
0