Malam Mencekam di Rumah Sakit Jiwa Terbengkalai yang Terlarang

Oleh VOXBLICK

Selasa, 14 Oktober 2025 - 02.10 WIB
Malam Mencekam di Rumah Sakit Jiwa Terbengkalai yang Terlarang
Eksplorasi rumah sakit jiwa angker (Foto oleh David Kouakou)

VOXBLICK.COM - Malam itu, aku menerima pesan aneh dari nomor tak dikenal. "Datanglah ke rumah sakit jiwa yang terbengkalai di ujung kota. Tengah malam. Jangan ajak siapa-siapa. Jika ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di sana, beranikan diri masuk." Sejenak aku ragu, tetapi rasa penasaran mengalahkan logika. Rumah sakit jiwa itu sudah lama dihindari warga terlalu banyak cerita seram beredar, terlalu banyak misteri yang belum terpecahkan. Tapi malam itu, aku memutuskan untuk membuktikan sendiri, apa yang sebenarnya tersembunyi di balik tembok usang itu.

Angin malam berhembus dingin ketika aku tiba di depan gerbang besi tua yang berdecit setiap kali disentuh angin. Bayangan pepohonan yang melambai-lambai seolah menari di bawah cahaya bulan. Jantungku berdegup kencang.

Aku menyalakan senter, melangkah masuk melewati gerbang yang sudah berkarat, dan membiarkan derak langkahku memecah keheningan malam.

Malam Mencekam di Rumah Sakit Jiwa Terbengkalai yang Terlarang
Malam Mencekam di Rumah Sakit Jiwa Terbengkalai yang Terlarang (Foto oleh Faruk Tokluoğlu)

Bayangan di Lorong Panjang

Begitu memasuki gedung utama, bau anyir dan lembap langsung menusuk hidung. Dinding-dinding penuh coretan tak terbaca, pintu-pintu ruangan menganga, dan kursi roda karatan tergeletak miring di sudut lorong.

Aku berjalan perlahan, setiap langkah terasa berat, seperti ada yang menahan. Lalu, suara samar terdengar dari jauh, seperti isak tertahan atau tawa tipis yang teredam. Aku membeku di tempat, menahan napas, berharap itu hanya imajinasiku.

Namun, bayangan hitam melintas cepat di ujung lorong. Aku menyorotkan senter ke arah itu, tetapi hanya menemukan pintu yang terbuka sedikit, berayun pelan seolah baru saja seseorang masuk ke dalamnya.

Aku maju, menahan gemetar di tangan, dan mendorong pintu itu perlahan.

Jerit Malam dan Pesan Tersembunyi

Ruangan itu gelap dan kosong, kecuali sebuah ranjang besi tua di tengah, dengan kasur berlubang dan bercak-bercak coklat tua yang meresap ke kain.

Di dinding, coretan-coretan membentuk pola aneh, seperti pesan minta tolong yang tertulis berulang-ulang: "Jangan biarkan mereka keluar." Aku berusaha membaca, tapi tiba-tiba suara langkah kaki terdengar di belakangku. Aku menoleh, tak ada siapa-siapa. Tapi udara di sekelilingku berubah dingin, napasku membeku di tenggorokan.

  • Suara rantai yang diseret di lantai, sayup-sayup dari lorong seberang.
  • Pintu yang tertutup sendiri dengan suara keras hingga bergema di seluruh bangunan.
  • Bisikan samar, seolah ada yang membisikkan namaku dari sudut gelap ruangan.

Aku hampir kehilangan kendali. Setiap langkah terasa seperti membawa aku makin dalam ke pusaran teror.

Aku berlari ke arah tangga darurat, ingin segera keluar, tapi bayangan hitam itu muncul lagi, kali ini lebih dekatsosoknya tinggi, wajahnya samar, matanya kosong menatap lurus ke arahku.

Tak Ada Jalan Keluar

Paniku memuncak. Aku menabrak pintu keluar, tetapi pintu itu terkunci rapat. Dari balik kaca buram, kulihat bayangan lain bergerak cepat, berkerumun, seperti menantikan sesuatu.

Aku berbalik, mencari jalan lain, tetapi lorong-lorong di rumah sakit jiwa itu seperti terus berubah. Aku kembali ke ruangan yang tadi, tapi letaknya sudah berbeda. Tanganku gemetar saat mencoba menghubungi nomor yang mengirim pesan, tapi tak ada sinyal.

Suara jeritan tiba-tiba menggema dari lantai atas, diiringi suara tawa yang mengerikan. Aku berlari, menuruni lorong tak berujung, setiap pintu yang kulewati tertutup sendiri, meninggalkanku sendirian di tengah kegelapan. Aku terjebak.

Di sudut mataku, sosok tinggi itu terus mengikutiku, langkahnya tak pernah terdengar, tapi kehadirannya semakin nyata.

Malam yang Tak Pernah Usai

Entah berapa lama aku terjebak di dalam sana. Waktu seperti berhenti. Aku mencoba mengingat jalan keluar, tapi semuanya kabur.

Setiap kali aku kembali ke lorong utama, semuanya berubah: dinding, pintu, bahkan catatan di dinding, sekarang bertuliskan namaku, diulang-ulang, seperti mantra kutukan.

Lalu, tiba-tiba, suara dering ponsel memecah keheningan. Layar ponselku menyalanomor tak dikenal, sama seperti malam itu. Dengan tangan gemetar aku mengangkat, dan suara berat di seberang berkata, "Kamu sudah terlalu dalam.

Kini, giliranmu menjaga mereka tetap di dalam."

Telepon terputus. Lorong di depanku seketika gelap total. Hanya mataku yang perlahan mulai terbiasa dengan kegelapan, dan samar-samar, sosok-sosok itu mendekat, memanggil namaku dalam bisikan-bisikan yang makin lama makin keras.

Aku menjerit, tapi suara itu lenyap, tertelan gelap dan dinginnya malam di rumah sakit jiwa terbengkalai yang terlarang.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0