Hantu Tulang Raksasa dan Roh Jubah Merah: Mengungkap 7 Yurei dan Yokai Paling Mengerikan dari Sisi Gelap Folklor Jepang


Senin, 01 September 2025 - 23.55 WIB
Hantu Tulang Raksasa dan Roh Jubah Merah: Mengungkap 7 Yurei dan Yokai Paling Mengerikan dari Sisi Gelap Folklor Jepang
7 Yurei Yokai Mengerikan (Foto oleh Milad Fakurian di Unsplash).

VOXBLICK.COM - Di balik gemerlap lampu neon Tokyo dan ketenangan kuil-kuil kuno Kyoto, tersembunyi sebuah dunia bayangan yang dihuni oleh entitas-entitas tak terkatakan.

Ini adalah dunia folklor Jepang, sebuah lanskap luas yang tidak hanya diisi oleh roh-roh yang kita kenal, tetapi juga oleh Yurei dan Yokai yang asal-usulnya meresap dalam ketakutan primordial manusia. Kisah-kisah ini bukan sekadar dongeng pengantar tidur; mereka adalah gema dari kelaparan, perang, dan kecemasan sosial yang telah membentuk sejarah bangsa.

Dalam mitologi Jepang, para hantu Jepang ini berfungsi sebagai pengingat akan sisi gelap yang ada di setiap sudut, menunggu saat yang tepat untuk menampakkan diri. Mereka adalah makhluk mitologis yang jauh lebih kompleks dan mengerikan daripada yang sering digambarkan dalam budaya populer.

Folklor Jepang membedakan antara Yurei, arwah penasaran orang mati yang terikat pada dunia karena emosi yang kuat, dan Yokai, spektrum makhluk gaib yang lebih luas, mulai dari monster, siluman, hingga dewa kecil. Memahami perbedaan ini adalah kunci untuk menyelami kedalaman cerita mereka.

Mari kita singkap tabir dan menelusuri lorong-lorong tergelap dari mitologi Jepang untuk bertemu dengan tujuh entitas yang kisahnya jarang terdengar, namun kengeriannya abadi.

Manifestasi Kengerian dari Sejarah dan Takhayul

Kisah-kisah Yurei dan Yokai ini bukanlah cerita yang terisolasi. Mereka adalah cerminan dari peristiwa nyata dan ketakutan yang mengakar dalam masyarakat.

Setiap makhluk mitologis ini membawa beban sejarahnya sendiri, dari era kelaparan besar hingga paranoia kehidupan modern di perkotaan.

1. Gashadokuro: Gema Kelaparan dalam Wujud Kerangka Raksasa

Bayangkan Anda berjalan sendirian di pedesaan pada tengah malam. Tiba-tiba, telinga Anda menangkap suara gemerincing yang aneh, 'gachi-gachi'. Suara itu semakin keras, dan bumi terasa bergetar.

Saat Anda mendongak, siluet mengerikan setinggi lima belas kali manusia normal berdiri menjulang di atas Anda sebuah kerangka raksasa, Gashadokuro. Makhluk Yokai ini adalah perwujudan dari penderitaan massal. Lahir dari tulang belulang ratusan orang yang mati karena kelaparan atau wabah dan tidak dimakamkan dengan layak, Gashadokuro adalah hantu Jepang yang didorong oleh rasa lapar dan dendam abadi.

Tulang-tulang itu menyatu, dianimasikan oleh kebencian kolektif, menciptakan monster yang tak terlihat di siang hari dan menjadi pemburu di malam hari. Ia akan menyambar korbannya, menggigit kepalanya, dan meminum darahnya hingga kering. Kisah Gashadokuro sangat relevan dengan sejarah Jepang, yang beberapa kali dilanda kelaparan hebat. Yokai ini adalah pengingat mengerikan akan tragedi tersebut, sebuah monumen penderitaan yang berjalan.

Folklor Jepang sering kali menggunakan citra yang begitu kuat untuk memastikan generasi mendatang tidak pernah melupakan masa lalu yang kelam.

2. Teke Teke: Teror Rel Kereta Api dalam Legenda Urban Jepang

Dari pedesaan yang sunyi, kita beralih ke denyut nadi perkotaan yang melahirkan legenda urban Jepang modern. Di antara deru kereta malam, lahirlah kisah Teke Teke.

Konon, ia adalah arwah seorang gadis sekolah yang jatuh atau didorong ke rel kereta dan tubuhnya terbelah dua. Dipenuhi amarah, bagian atas tubuhnya kini menghantui stasiun kereta api dan area perkotaan lainnya. Namanya berasal dari suara 'teke-teke' yang dihasilkannya saat menyeret tubuhnya dengan tangan atau sikunya.

Meskipun tidak memiliki kaki, kecepatan Yurei ini luar biasa, mampu mengejar mobil yang melaju kencang. Jika ia berhasil menangkap Anda, ia akan mengeluarkan sabit atau gergaji dan memotong tubuh Anda menjadi dua, menciptakan korban baru yang bernasib sama. Teke Teke adalah contoh sempurna bagaimana folklor Jepang beradaptasi.

Ketakutan akan kecepatan industrialisasi, bahaya di ruang publik, dan anonimitas kehidupan kota semuanya terwujud dalam sosok hantu Jepang yang tragis sekaligus brutal ini.

3. Aka Manto: Pilihan Mematikan di Balik Pintu Bilik Toilet

Ruang publik yang paling pribadi toilet menjadi panggung bagi salah satu Yurei paling terkenal dalam legenda urban Jepang: Aka Manto, atau Jubah Merah.

Kisah ini memperingatkan siapa pun yang menggunakan bilik toilet umum, biasanya bilik terakhir. Saat Anda selesai, sebuah suara misterius akan bertanya, "Kamu mau kertas merah atau kertas biru?" Ini adalah jebakan tanpa jalan keluar. Jika Anda memilih 'merah', Anda akan dibantai secara brutal hingga pakaian Anda bersimbah darah merah.

Jika Anda memilih 'biru', Anda akan dicekik atau darah Anda akan dikuras habis hingga wajah Anda membiru. Mencoba mengakali Aka Manto dengan meminta warna lain hanya akan menyeret Anda ke dunia bawah. Diam adalah satu-satunya harapan untuk selamat, meski tidak selalu berhasil. Yokai ini bermain dengan kerentanan kita di saat-saat paling pribadi.

Aka Manto adalah personifikasi dari kecemasan sosial dan ketakutan akan hal yang tak terduga di tempat yang seharusnya aman, sebuah tema yang sering muncul dalam mitologi Jepang kontemporer.

4. Hone-Onna: Cinta dan Kengerian di Balik Ilusi Kecantikan

Tidak semua hantu Jepang lahir dari kekerasan brutal; beberapa lahir dari kerinduan yang tragis.

Hone-Onna, atau 'Wanita Tulang', adalah Yurei yang muncul sebagai wanita cantik yang memegang lampion peony, mencari kekasihnya yang telah lama meninggal. Pria yang terpikat oleh pesonanya akan mengundangnya masuk ke rumah, di mana mereka menghabiskan malam-malam penuh gairah. Namun, bagi orang lain, wanita itu terlihat apa adanya: kerangka yang membusuk.

Setiap malam bersama Hone-Onna, energi kehidupan sang pria terkuras habis, hingga akhirnya ia ditemukan tewas di samping tumpukan tulang belulang. Kisah ini, yang dipopulerkan dalam koleksi cerita Kaidan berjudul Botan Dōrō (Lentera Peony), mengeksplorasi tema cinta, kematian, dan sifat ilusi dari hasrat.

Hone-Onna adalah makhluk mitologis yang mewakili bahaya menyerah pada kenangan dan ketidakmampuan untuk melepaskan masa lalu, sebuah pengingat bahwa cinta yang paling dalam pun bisa menjadi kekuatan yang merusak jika terikat oleh kematian.

5. Umibōzu: Amarah Lautan yang Menjelma

Jepang adalah negara kepulauan, dan laut selalu menjadi sumber kehidupan sekaligus sumber ketakutan terbesar.

Dari kedalaman samudra yang gelap muncullah Umibōzu, 'Biksu Laut'. Yokai ini digambarkan sebagai kepala raksasa berwarna hitam legam dengan mata berkilauan yang muncul dari laut yang tenang. Kehadirannya adalah pertanda badai dan malapetaka. Umibōzu akan mendekati kapal dan menuntut para pelaut untuk memberinya sebuah tong. Jika mereka menurutinya, ia akan mengisinya dengan air laut dan menenggelamkan kapal mereka dalam sekejap.

Menurut penjelasan di situs Yokai.com, satu-satunya cara untuk selamat adalah dengan memberinya tong tanpa dasar. Yokai ini adalah personifikasi dari kekuatan laut yang tak terduga dan tak kenal ampun. Bagi para nelayan dan pelaut zaman dulu, Umibōzu adalah penjelasan untuk badai tiba-tiba dan ombak ganas yang menelan kapal tanpa jejak.

Keberadaannya dalam folklor Jepang menunjukkan rasa hormat sekaligus ketakutan yang mendalam terhadap alam.

6. Futakuchi-onna: Kelaparan Tersembunyi di Balik Rambut

Futakuchi-onna, atau 'Wanita Bermulut Dua', adalah Yokai yang lahir dari kutukan. Biasanya, ia adalah seorang wanita yang sangat kikir, terutama istri seorang petani yang sering membiarkan anak tirinya kelaparan sementara ia makan secara diam-diam.

Sebagai hukuman atas kekejamannya, sebuah mulut kedua yang rakus muncul di bagian belakang kepalanya, tersembunyi di bawah rambutnya. Mulut ini memiliki kehendaknya sendiri, berteriak-teriak kelaparan dan menuntut makanan. Rambut wanita itu akan bergerak seperti tentakel, mengambil makanan dan memasukkannya ke dalam mulut kedua yang tak pernah puas.

Futakuchi-onna adalah makhluk mitologis yang kuat, sebuah alegori tentang rasa bersalah, kemunafikan, dan konsekuensi dari tindakan egois.

Dalam masyarakat di mana harmoni sosial sangat dihargai, Yokai ini berfungsi sebagai cerita peringatan yang mengerikan tentang sifat manusia yang merusak yang tersembunyi di balik penampilan luar yang normal.

7. Baku: Pemakan Mimpi yang Bisa Menjadi Mimpi Buruk

Di antara deretan Yurei dan Yokai yang mengerikan, Baku tampak berbeda.

Makhluk mitologis ini digambarkan sebagai chimera dengan belalai gajah, mata badak, dan tubuh beruang. Baku dikenal sebagai pemakan mimpi buruk. Anak-anak di Jepang terkadang memanggilnya sebelum tidur untuk melahap mimpi buruk mereka. Namun, di sinilah letak kengeriannya yang subtil.

Beberapa legenda menyebutkan bahwa jika Baku masih lapar setelah memakan mimpi buruk, ia juga akan memakan harapan dan impian si pemimpi, meninggalkan mereka dengan kehidupan yang hampa dan tanpa tujuan. Ketakutan yang ditimbulkan oleh Baku bukanlah ketakutan fisik, melainkan ketakutan eksistensial. Kehilangan ambisi, harapan, dan masa depan adalah kematian dari jenis yang berbeda.

Baku mengingatkan kita bahwa bahkan entitas yang tampak jinak dalam folklor Jepang dapat memiliki sisi gelap, dan bahwa solusi untuk masalah kita terkadang bisa membawa konsekuensi yang lebih buruk. Kisah-kisah tentang Yurei dan Yokai, dari Gashadokuro yang monumental hingga Baku yang psikologis, lebih dari sekadar cerita hantu Jepang.

Mereka adalah arsip budaya yang hidup, merekam ketakutan, harapan, dan nilai-nilai masyarakat dari generasi ke generasi. Setiap makhluk mitologis adalah sebuah bab dalam narasi besar mitologi Jepang, menawarkan jendela ke dalam jiwa sebuah bangsa yang telah belajar untuk hidup berdampingan dengan yang gaib.

Entitas-entitas dalam folklor Jepang ini mengajarkan kita bahwa hal-hal yang paling kita takuti sering kali merupakan cerminan dari diri kita sendiri kelaparan kita akan kekuasaan, kesedihan kita yang tak terucap, dan ketakutan kita akan hal yang tidak diketahui.

Mungkin, legenda urban Jepang dan cerita kuno ini bertahan bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk mengingatkan kita akan kemanusiaan kita sendiri, dengan segala keindahan dan kengeriannya. Mereka menantang kita untuk melihat melampaui monster dan menemukan makna yang tersembunyi di dalam bayang-bayang.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0