Teror Pertemuan Teman Online yang Telah Tiada Bagian 2

VOXBLICK.COM - Jantungku berdebar tak karuan, bukan karena kegembiraan, melainkan sebuah firasat dingin yang merayap di punggung. Pertemuan ini, yang telah kutunggu berbulan-bulan, terasa aneh sejak awal. Maya, teman online-ku yang selalu ceria dan penuh tawa di balik layar, tiba-tiba menjadi pendiam di beberapa minggu terakhir. Pesan-pesannya singkat, terkadang aneh, namun aku terlalu bersemangat untuk memikirkannya lebih jauh. Malam ini, di kafe remang-remang pinggir kota yang kami sepakati, adalah saatnya kami akhirnya bertatap muka.
Aku duduk sendirian di meja pojok, secangkir kopi dingin di hadapanku. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, lima belas menit lewat dari janji. Aku mengirim pesan, "Kamu di mana, May?" Tak ada balasan. Biasanya, Maya akan langsung merespons.
Rasa cemas mulai membelit. Aku mencoba menelepon, hanya suara operator yang menyambut. Udara di dalam kafe terasa semakin dingin, seolah AC dihidupkan terlalu kencang, padahal tidak.
Tepat ketika aku hendak menyerah, sebuah bayangan melintas di ambang pintu kafe. Sosok mungil, berambut panjang terurai, mengenakan jaket yang persis seperti yang Maya ceritakan padaku – jaket denim usang dengan pin band favorit kami. Itu dia.
Senyumku mengembang, namun segera pudar. Maya tidak berjalan masuk. Dia hanya berdiri di ambang pintu, membelakangiku, menatap ke luar jendela yang gelap. Ada sesuatu yang salah. Posturnya kaku, tidak seperti Maya yang lincah. Aku bangkit, melangkah mendekat.

Bayangan Masa Lalu yang Menghantui
"Maya?" panggilku pelan, suaraku sedikit bergetar. Sosok itu tidak bergerak. Aku semakin mendekat, jantungku berdegup kencang seperti genderang perang. Ketika aku akhirnya berada tepat di belakangnya, aku mengulurkan tangan untuk menyentuh bahunya.
Tanganku menembus. Tidak ada apa-apa. Hanya udara dingin yang menusuk. Aku tersentak mundur, napas tercekat di tenggorokan. Sosok itu perlahan berbalik. Wajahnya... bukan wajah Maya yang kukenal dari foto profilnya. Wajah itu pucat pasi, cekung, dengan mata kosong yang menatap lurus ke arahku, namun seolah menembusku.
Sebuah bisikan dingin, bukan dari bibirnya yang tak bergerak, melainkan langsung di telingaku, membuat bulu kudukku berdiri. "Kamu datang..." Suara itu serak, seperti daun kering yang digerus angin. Aku jatuh terduduk, bangku di belakangku terbalik.
Kopi di meja tumpah. Para pengunjung kafe menatapku aneh, seolah aku gila. Tapi mereka tidak melihatnya. Mereka tidak melihat sosok di ambang pintu, yang kini melangkah maju, perlahan, menuju ke arahku.
Panik mencengkeramku. Ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan yang jauh lebih mengerikan dari semua cerita hantu yang pernah kubaca. Teman online yang telah tiada, kini berdiri di hadapanku. Aku merangkak mundur, berusaha menjauh.
Sosok itu tidak terburu-buru. Setiap langkahnya terasa seperti palu yang menghantam gendang telingaku. Aroma melati yang kuat, bercampur bau tanah basah, tiba-tiba memenuhi udara. Bau kematian.
Petaka Pertemuan Online
Aku berhasil bangkit dan berlari keluar dari kafe. Udara malam yang dingin seharusnya menyegarkan, tapi yang kurasakan hanyalah teror yang membekukan. Aku terus berlari, tanpa tujuan, napasku terengah-engah.
Di setiap bayangan, di setiap sudut jalan, aku merasa dia ada. Mata kosong itu, bisikan dingin itu, seolah terus mengikutiku. Aku mencoba menelepon polisi, tapi tanganku terlalu gemetar untuk menekan angka-angka di ponsel. Pikiranku kacau, dipenuhi satu pertanyaan: bagaimana ini bisa terjadi?
Beberapa hari kemudian, setelah memberanikan diri mencari tahu tentang Maya, kebenaran itu menghantamku seperti godam. Maya telah meninggal tiga bulan lalu, dalam sebuah kecelakaan tunggal. Ponselnya ditemukan hancur di lokasi kejadian.
Jadi, siapa yang mengirimiku pesan? Siapa yang berjanji bertemu? Dan sosok apa itu yang kutemui di kafe?
Sejak malam itu, hidupku berubah menjadi sebuah kisah mengerikan. Aku mulai mengalami hal-hal aneh. Pintu terbuka sendiri, barang-barang bergeser, dan yang paling menakutkan, aku sering mendengar bisikan namaku di tengah malam.
Suara itu persis seperti yang kudengar di kafe, serak dan dingin. Aku tidak bisa tidur nyenyak. Setiap kali aku menutup mata, wajah pucat Maya yang kosong itu muncul. Ini adalah teror pertemuan teman online yang tak pernah kubayangkan.
Teror yang Tak Berujung
Aku mencoba mencari bantuan, bercerita kepada teman dan keluarga, tapi mereka hanya menatapku dengan iba, menyarankan agar aku beristirahat dan mungkin mencari konseling. Mereka tidak percaya.
Bagaimana mereka bisa? Aku sendiri hampir tidak bisa mempercayainya. Tapi aku tahu, aku tidak gila. Dia nyata. Sosok yang kukenal di dunia maya itu, kini menghantuiku di dunia nyata.
Malam ini, aku duduk di kamarku yang gelap, lampu mati. Aku tidak berani menyalakannya. Di sudut ruangan, bayangan mulai bergerak. Lebih jelas dari sebelumnya. Aku bisa merasakan tatapan dinginnya, meskipun aku tidak berani mengangkat kepala.
Udara menjadi semakin dingin, dan aroma melati itu kembali tercium, lebih kuat kali ini. Sebuah bayangan hitam pekat, lebih tinggi dan lebih besar dari Maya, perlahan muncul dari sudut. Itu bukan Maya. Itu adalah sesuatu yang lain, sesuatu yang lebih kuno, lebih jahat. Dan kemudian, aku mendengar bisikan yang berbeda, bukan namaku. Kali ini, bisikan itu mengucapkan sebuah janji yang mengerikan, sebuah janji yang membuat darahku mengering:
"Kamu... takkan bisa... pergi..."
Apa Reaksi Anda?






