Kisah Menyeramkan di Restoran Pizza Tanpa Jalan Keluar

VOXBLICK.COM - Malam itu, aku dan tiga sahabatku memutuskan mencoba restoran all-you-can-eat pizza yang baru buka di sudut kota. Dari luar, bangunannya tampak biasa sajalampu neon berkedip, aroma keju dan adonan segar menguar dari celah pintu. Kami tertawa, memesan pizza berbagai rasa, dan berlomba siapa yang bisa makan paling banyak. Tak satu pun dari kami sadar, malam itu akan berubah menjadi kisah menyeramkan yang tak pernah kami lupakan.
Makan Malam yang Berubah Mencekam
Restoran itu penuh, namun terasa asing. Pelayan yang membawa pizza-pizza panas selalu tersenyum, tapi matanya kosong, seolah menatap tembus.
Di sudut ruangan, ada cermin besar yang memantulkan bayangan tamu-tamu lainanehnya, bayangan kami sendiri tampak kabur, samar seperti asap. Aku sempat bertanya pada Rani, “Kau merasa aneh tidak, suasananya?” Ia hanya mengedikkan bahu, mengira aku bercanda.
Setelah beberapa piring pizza habis, kami memutuskan untuk pulang. Tapi saat menuju pintu, sesuatu yang aneh terjadipintu keluar yang tadi jelas ada, kini menghilang. Kami hanya menemukan dinding polos, tanpa kenop atau celah sedikit pun.
Suara gaduh para tamu mendadak meredup, digantikan bisikan lirih yang entah datang dari mana.

Langkah-Langkah Putus Asa
Panik mulai merayapi kami. Aku mengetuk, bahkan memukul-mukul dinding tempat pintu tadi berada, berharap itu hanya ilusi. Namun, permukaannya keras dan dingin seperti batu.
Rani mulai menangis, sementara Dito mencoba mencari jendelatapi semua kaca kini gelap pekat, tak ada sedikit pun celah cahaya dari luar.
Kami memutuskan untuk kembali ke meja, berharap ada staf yang bisa membantu. Tapi, pelayan yang tadi melayani kami kini menghilang. Para tamu lain duduk diam, membisu, menatap piring kosong mereka dengan tatapan kosong.
Seseorang berbisik di telingaku, “Jangan lihat ke cermin.” Suaranya serak, dingin, berasal dari wanita tua di meja sebelah yang entah sejak kapan duduk di sana.
Suara Aneh dan Bayangan Gelap
Tiba-tiba, dari arah dapur terdengar suara gesekan besi, diikuti bisikan-bisikan yang makin jelas. Suara itu seperti lagu anak-anak yang diputar terbalik, membuat bulu kudukku meremang.
Dari balik pintu dapur, sosok-sosok gelap mulai bermunculan, mereka melangkah pelan, wajahnya samar, hanya sepasang mata merah menyala yang tampak jelas di kegelapan.
- Pintu keluar tak terlihat, seolah menghilang begitu saja.
- Jendela-jendela tertutup, tak ada dunia luar yang bisa kami lihat.
- Para tamu lain seperti patung, membeku dalam ketakutan atau keputusasaan.
- Suara aneh dan bayangan hitam perlahan memenuhi ruangan.
Dito berlari ke arah dapur, mencoba mencari jalan lain. Kami mengikutinya, melewati meja-meja yang kini terasa semakin jauh dan asing.
Setiap lorong yang kami lalui seolah membawa kami ke ruangan yang sama, berulang-ulang, seperti labirin tanpa akhir.
Labirin Tanpa Jalan Keluar
Kami mencoba membuka semua pintu yang kami temui, namun setiap pintu hanya membawa kami kembali ke ruang makan semula. Aroma pizza kini berubah menjadi bau hangus dan besi tua. Suara bisikan makin keras, menyebut nama kami satu per satu.
Rani menjerit ketika melihat bayangannya sendiri di cermin, wajahnya berubah menjadi sosok lain yang tersenyum licik.
Semua terasa mustahil. Restoran pizza yang awalnya penuh kegembiraan berubah menjadi perangkap tanpa jalan keluar. Kami mulai kehilangan harapan. Dalam keputusasaan, aku menutup mata dan berdoa, berharap saat membukanya, semuanya hanya mimpi buruk.
Rahasia Restoran Pizza Tanpa Jalan Keluar
Namun, ketika aku membuka mata, aku masih di sana. Dito dan Rani berdiri terpaku, sementara bayangan-bayangan gelap perlahan mendekat, menyanyikan lagu yang sama berulang-ulang.
Suara mereka menggema di seluruh ruangan, “Kalian tidak akan pernah keluar…”
Tiba-tiba, lampu restoran mati total. Dalam kegelapan, aku merasakan tangan dingin menyentuh bahuku. Jantungku berdegup kencang. Lalu, suara berat berbisik di telingaku, “Giliranmu…”
Ketika lampu menyala kembali, aku duduk sendirian di meja. Piring-piring kosong menumpuk di depanku. Tak ada Rani, tak ada Dito, tak ada tamu lain. Hanya aku, cermin, dan pintu keluar yang masih menghilang.
Dan dari dapur, suara bisikan itu kembali terdengar, kali ini memanggil namaku lebih keras.
Apa Reaksi Anda?






