Noda Misterius Loteng Tua, Kebohongan Agen Properti Menghantui

Oleh VOXBLICK

Senin, 27 Oktober 2025 - 01.20 WIB
Noda Misterius Loteng Tua, Kebohongan Agen Properti Menghantui
Noda misterius loteng tua (Foto oleh Lennart Wittstock)

VOXBLICK.COM - Sejak pertama kali menjejakkan kaki di depan rumah itu, aku sudah merasakan aura yang berbeda. Bukan aura kuno yang menawan, melainkan sesuatu yang lebih berat, seperti selimut debu tebal yang tak kasat mata. Agen properti, Pak Harun, dengan senyum lebarnya yang sedikit terlalu cerah, mencoba meyakinkanku bahwa ini adalah "permata tersembunyi" di pinggir kota. Aku hanya mengangguk, mataku menatap dinding-dinding usang yang seolah menyimpan ribuan cerita.

Rumah itu, dengan arsitektur kolonialnya yang megah namun terlantar, memang memiliki daya tarik tersendiri. Namun, ada sesuatu yang terusik di benakku, firasat yang tak bisa kujelaskan.

Pak Harun terus mengoceh tentang luas tanah, potensi renovasi, dan harga yang "sangat bersahabat". Aku mencoba fokus pada perkataannya, tapi pandanganku selalu kembali pada jendela-jendela tinggi yang gelap, seolah mengintip dari kedalaman masa lalu.

Noda Misterius Loteng Tua, Kebohongan Agen Properti Menghantui
Noda Misterius Loteng Tua, Kebohongan Agen Properti Menghantui (Foto oleh Roman Biernacki)

Puncaknya adalah ketika kami mencapai loteng. Tangga kayu berderit di setiap pijakan, melangkah ke kegelapan yang pekat, hanya diterangi senter Pak Harun.

Udara di sana lebih dingin, lebih pengap, dan berbau seperti gabungan debu, lumut, dan sesuatu yang lainsesuatu yang samar-samar seperti karat atau darah kering. Mataku menyipit, mencoba menembus kabut waktu, dan di sanalah aku melihatnya: noda misterius Loteng Tua. Bercak-bercak gelap, cokelat kemerahan, menyebar di lantai kayu dan bahkan merembet ke sebagian dinding, membentuk pola aneh yang terlalu organik untuk sekadar kelembaban atau kebocoran atap.

Bisikan di Balik Dinding Usang

"Oh, itu hanya noda air lama, Pak. Biasa di rumah tua seperti ini," Pak Harun buru-buru menjelaskan, suaranya sedikit terlalu cepat, senyumnya sedikit terlalu kaku. "Mungkin ada kebocoran atap yang belum sempat kami perbaiki.

Tapi tenang saja, itu bisa diatasi dengan sedikit perbaikan dan cat baru. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

Aku berjalan mendekat, mengabaikan perkataannya. Noda itu tidak terlihat seperti noda air. Ada tekstur yang aneh, seolah cairan itu telah mengering dan mengeras, meninggalkan jejak yang lengket dan berkerak.

Bentuknya yang tidak beraturan, dengan percikan-percikan kecil di sekitarnya, membuatku merinding. Aku menyentuhnya, dan sensasi dingin, kasar, serta sedikit berminyak di ujung jariku membuatku menarik tangan dengan cepat. "Ini bukan noda air, Pak Harun," kataku, suaraku rendah. "Ini... sesuatu yang lain."

Pak Harun tertawa kecil, tawa yang terdengar palsu. "Ah, Pak ini terlalu sensitif. Percayalah, saya sudah menjual puluhan rumah tua. Ini hal biasa. Lagipula, loteng biasanya hanya untuk penyimpanan barang, bukan untuk ditempati.

" Dia mencoba mengalihkan perhatianku, menunjuk ke jendela kecil yang tertutup sarang laba-laba. Namun, mataku terpaku pada noda-noda itu. Kebohongan agen properti itu begitu jelas terpampang di wajahnya, seperti noda yang tak bisa ia sembunyikan.

Malam Pertama dan Kebenaran yang Terkuak

Meskipun firasat buruk itu terus menghantuiku, entah mengapa aku tetap membeli rumah itu. Mungkin karena harga yang memang menggoda, atau mungkin karena ada bagian diriku yang tertarik pada misteri yang disimpannya.

Beberapa minggu kemudian, setelah proses pindahan yang melelahkan, aku menghabiskan malam pertamaku di sana. Angin berdesir melalui celah-celah jendela, menciptakan bisikan-bisikan halus yang seolah memanggil namaku. Setiap derit lantai, setiap bayangan yang menari, terasa seperti ancaman.

Aku mencoba tidur, namun bayangan noda di loteng terus terlintas di benakku. Rasa penasaran itu akhirnya mengalahkanku. Dengan senter di tangan, aku naik ke loteng. Kali ini, tanpa Pak Harun yang cerewet, suasana loteng terasa jauh lebih mencekam.

Bau karat dan darah kering kini lebih pekat, menusuk hidung. Senterku menyapu lantai, menyoroti noda-noda itu sekali lagi. Aku berlutut, mengamati lebih dekat. Ada sesuatu yang berkilau di antara kerak-kerak kering itu. Aku menyentuhnya lagi, kali ini dengan keberanian yang lebih besar.

Jejak yang Tak Terhapuskan

Bukan hanya tekstur kasar, tapi juga serpihan-serpihan kecil yang tertanam di dalamnya. Dengan ujung jari, aku mencoba mengikisnya. Beberapa serpihan terlepas, dan di bawah cahaya senter, aku menyadari apa itu.

Bukan partikel karat, melainkan sesuatu yang lebih menyeramkan: pecahan-pecahan tulang kecil dan serat-serat halus yang mirip rambut. Noda itu bukan hanya di permukaan, tapi telah meresap jauh ke dalam serat kayu, seolah-olah sesuatu yang cair dan pekat telah tumpah dan mengering di sana, mengabadikan jejaknya.

Loteng itu, dengan kegelapan dan keheningannya, tiba-tiba terasa hidup, dipenuhi oleh memori mengerikan yang tak terucap. Kebohongan agen properti itu kini bukan lagi sekadar kebohongan itu adalah bagian dari sebuah rahasia yang jauh lebih gelap.

Aku menyadari bahwa noda misterius loteng tua ini bukan sekadar noda air atau kelembaban. Ini adalah sisa-sisa dari sesuatu yang hidup, sesuatu yang mungkin pernah berjuang, dan akhirnya... berakhir di sini.

Rahasia yang Menghantui

Aku mulai mencari. Di bawah tumpukan koran tua dan kain lap yang sudah usang, aku menemukan sebuah jurnal lusuh. Halaman-halamannya menguning, tulisannya pudar, namun ceritanya masih terbaca jelas.

Jurnal itu milik seorang wanita bernama Clara, penghuni lama rumah ini. Ia menulis tentang suaminya yang kejam, tentang perlakuan tak manusiawi yang ia terima, dan tentang malam mengerikan di loteng, ketika ia akhirnya melakukan sesuatu yang tak terbayangkan untuk mengakhiri penderitaannya.

Jantungku berdebar kencang. Noda-noda itu, bau itu, bisikan-bisikan yang kudengarsemuanya kini memiliki penjelasan yang mengerikan. Clara menulis tentang "pembebasan" dirinya, dan bagaimana loteng itu menjadi saksi bisu.

Ia bahkan menyebutkan bagaimana ia mencoba membersihkan jejaknya, namun "darah itu tidak pernah mau pergi." Aku membalik halaman terakhir jurnal itu, dan kalimat terakhir yang tertulis dengan tangan gemetar adalah:

"Dia kini bagian dari rumah ini. Dan dia tidak akan pernah sendirian."

Tiba-tiba, sebuah suara derit keras terdengar dari belakangku, seolah pintu loteng baru saja tertutup dengan sendirinya. Gelap gulita menelanku, senterku terjatuh dan pecah.

Aku mendengar langkah kaki, perlahan, menyeret, mendekatiku di dalam kegelapan yang pekat. Udara dingin menyentuh tengkukku, dan bau karat bercampur dengan aroma bunga melati yang aneharoma yang Clara sebutkan sebagai parfum kesukaannya dalam jurnalnya. Aku bukan lagi sendirian di loteng ini. Kebenaran di balik noda tersebut jauh lebih gelap dan menghantui dari yang kukira. Apa rahasia yang tersembunyi di balik dinding-dinding usang itu? Aku mungkin akan segera tahu, dan aku ragu aku akan bisa pergi.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0