GPS Mengajakku Kembali ke Jalan Tak Ada Bagian Dua Mengerikan

Oleh VOXBLICK

Jumat, 24 Oktober 2025 - 00.05 WIB
GPS Mengajakku Kembali ke Jalan Tak Ada Bagian Dua Mengerikan
GPS menuntun ke jalan horor (Foto oleh Rachel Claire)

VOXBLICK.COM - Keringat dingin membasahi punggungku, meski pendingin udara mobil sudah menyala penuh. Jemariku mencengkeram kemudi, buku-buku jariku memutih. Di layar ponsel, panah biru kecil itu melaju di atas garis abu-abu yang semakin menipis. Jalan yang seharusnya tidak ada. Jalan yang pernah sekali membawaku ke ambang kegilaan. Dan sekarang, GPS itu, entah bagaimana, kembali mengajakku ke sana.

Aku bersumpah, setelah pengalaman mengerikan pertama, aku sudah menghapus semua data, mereset aplikasi, bahkan mencoba rute alternatif yang lebih jauh. Tapi di sinilah aku, lagi. Entah karena kelelahan, atau karena bisikan halus dari sudut pikiranku yang menantang, aku mengikuti instruksi "belok kanan" yang tiba-tiba muncul di layar, padahal di sana hanya ada jalan setapak yang nyaris tertutup semak belukar. Sebuah belokan yang terasa seperti jebakan, mengundangku masuk ke dalam labirin teror yang tak berujung.

GPS Mengajakku Kembali ke Jalan Tak Ada Bagian Dua Mengerikan
GPS Mengajakku Kembali ke Jalan Tak Ada Bagian Dua Mengerikan (Foto oleh KoolShooters)

Menelusuri Jejak Ketakutan Lama

Ban mobilku bergesekan dengan ranting dan kerikil, menciptakan suara seretan yang memilukan di tengah keheningan hutan yang mencekam. Pepohonan di sisi kanan dan kiri jalan setapak itu tumbuh begitu rapat, dahan-dahannya saling bertautan di atas, membentuk kanopi gelap yang menelan cahaya sore. Sinar matahari hanya mampu menembus sesekali, menciptakan bayangan-bayangan panjang yang menari-nari seperti hantu. Aku bisa merasakan jantungku berdetak tak karuan, iramanya semakin cepat seiring dengan semakin dalamnya aku masuk ke dalam kegelapan ini. Ini bukan sekadar navigasi yang salah ini adalah undangan kembali ke neraka pribadiku.

Setiap putaran roda, setiap guncangan kecil, terasa seperti bisikan dari kegelapan yang mengejek. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa ini hanya kebetulan, sebuah glitch pada sistem, namun naluri purbaku berteriak.

Aku ingat betul detail-detail dari pengalaman pertama: bau tanah lembap bercampur sesuatu yang busuk, siluet aneh di antara pepohonan, dan rasa dingin yang menusuk tulang meskipun udara luar tidak terlalu dingin. Kali ini, semua sensasi itu kembali, lebih kuat, lebih nyata.

Suara-Suara dari Balik Semak

Jalan setapak itu semakin menyempit, dan aku harus melaju perlahan, khawatir salah satu ban terperosok ke parit yang tak terlihat. Hawa dingin mulai menyelimuti kabin, bukan dari AC, melainkan dari aura tempat ini.

Aku melirik spion, berharap melihat jejak peradaban, namun hanya ada dinding hijau gelap yang tak berujung. Lalu, aku mendengarnya. Sebuah suara. Bukan desiran angin, bukan pula suara binatang hutan biasa. Ini adalah suara gesekan, seperti sesuatu yang besar dan berat ditarik melintasi tanah basah. Kemudian, hening. Hening yang lebih menakutkan dari suara apapun.

Aku mematikan radio, berharap kejernihan suara akan membantuku mengidentifikasi sumbernya. Namun, yang kudapat hanyalah amplifikasi dari ketakutanku sendiri. Suara-suara itu kembali, kali ini lebih dekat.

Seperti bisikan-bisikan samar yang tak bisa kupahami, berasal dari balik semak belukar yang lebat. Aku mencoba memfokuskan pandanganku, mencari celah di antara daun-daun, tapi hanya kegelapan yang menyambut. Aku merasa seperti sedang diawasi, setiap gerakan mobilku diikuti oleh sepasang mata tak kasat mata.

Pikiranku dipenuhi pertanyaan yang tak terjawab:

  • Mengapa GPS ini selalu kembali ke tempat yang seharusnya tidak ada?
  • Siapa atau apa yang berada di balik semak-semak itu?
  • Apakah ini adalah takdir, ataukah kutukan yang tak bisa kuhindari?
  • Bisakah aku keluar dari sini hidup-hidup, untuk yang kedua kalinya?

Menuju Jantung Kesenjangan

Tiba-tiba, layar GPS berkedip. Panah biru itu berhenti bergerak. Sebuah pesan teks muncul di layar kecil di bawah peta, bukan dari aplikasi navigasi, melainkan dari nomor tak dikenal. "Kau kembali," bunyinya, tanpa nama pengirim.

Darahku seolah membeku. Bagaimana mungkin? Tidak ada sinyal di sini. Tidak ada siapa-siapa. Aku mencoba menelepon, tapi tidak ada jaringan. Ponselku hanya menampilkan satu pesan mengerikan itu.

Jalan di depanku mulai menanjak, dan di puncaknya, aku melihatnya. Siluet yang familiar. Sebuah struktur kayu tua yang bengkok dan reyot, nyaris roboh, berdiri sendirian di tengah tanah lapang yang ditumbuhi rumput tinggi.

Bukan gubuk, bukan pula rumah. Hanya sebuah kerangka, seperti tulang rusuk makhluk raksasa yang telah lama mati. Di situlah aku berakhir pertama kali, di ambang kegelapan yang tak terlukiskan. Dan sekarang, aku kembali.

Aku menghentikan mobil. Mesin masih menyala, tapi aku tak sanggup lagi menginjak gas. Pintu di sisi penumpang perlahan terbuka, seolah ditarik oleh tangan tak terlihat.

Angin dingin menerpa wajahku, membawa serta bau yang familiar dan memuakkan: bau tanah basah, daun busuk, dan sesuatu yang lebih dalam, lebih tua, seperti aroma kematian yang sudah lama bersemayam. Aku menatap ke luar, ke arah kegelapan yang menganga di balik pintu yang terbuka. Di sana, di antara bayangan pohon-pohon yang bergoyang, aku melihat sepasang mata merah menyala, menatap lurus ke arahku. Dan di layar ponselku, GPS itu kembali menampilkan satu instruksi, "Anda telah tiba di tujuan."

Tiba-tiba, sebuah suara serak, berat, dan berbisik menyapa dari bangku belakang, "Selamat datang kembali."

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0