Teror Makhluk Penghisap Darah Menuntut Lebih Banyak Korban
VOXBLICK.COM - Kegelapan di Desa Batu Hitam kini terasa lebih pekat, bukan karena absennya rembulan, melainkan karena bayangan teror yang merayap. Bisikan mengerikan telah lama beredar, namun kini, bisikan itu menjelma menjadi kenyataan pahit yang menghantui setiap malam. Sudah ada tiga korban. Tiga nyawa yang pergi tanpa penjelasan, ditemukan pucat pasi, dingin, dan yang paling mengerikan, terkuras habis darahnya. Tidak ada jejak perampokan, tidak ada tanda-tanda perlawanan, hanya dua titik kecil yang nyaris tak terlihat di leher, seolah gigitan serangga yang mematikan.
Dr. Rahman, satu-satunya dokter di desa itu, mengusap pelipisnya yang berkeringat. Ia telah memeriksa setiap korban, mencoba mencari logika medis di balik musibah ini. Namun, setiap pemeriksaan hanya meninggalkan lebih banyak pertanyaan tak terjawab.
Darah mereka, menghilang. Bukan mengental, bukan membeku, tapi benar-benar lenyap dari urat nadi. Polisi desa, yang dipimpin oleh Pak Kepala Desa Hadi, awalnya menduga ada pembunuh berantai. Namun, bagaimana mungkin seorang manusia bisa melakukan ini tanpa jejak? Tanpa suara? Tanpa meninggalkan apa pun selain kematian?
Clara, seorang gadis muda yang baru saja kehilangan adiknya, Rizal, korban ketiga dari serangkaian tragedi ini, menolak untuk menerima penjelasan apa pun. Ia tahu adiknya tidak pernah punya musuh.
Rizal adalah anak yang periang, selalu membantu orang tua. Air mata Clara telah mengering, digantikan oleh bara amarah dan tekad. Ia bersumpah akan menemukan siapa atau apa yang telah merenggut nyawa adiknya. Di tengah keputusasaan itu, ia mulai mendengar desas-desus kuno yang dulu dianggap bualan: tentang "Penghisap Malam", sesosok tak kasat mata yang haus akan darah, bersembunyi di antara bayang-bayang, menunggu mangsa berikutnya.
Bayangan yang Mengintai di Desa Batu Hitam
Setiap malam, Desa Batu Hitam diselimuti ketakutan. Jendela-jendela dikunci rapat, pintu-pintu diganjal, dan lampu-lampu dibiarkan menyala hingga fajar. Namun, teror makhluk penghisap darah ini seolah tak peduli.
Suara tangisan dan jeritan pilu masih saja terdengar, memecah keheningan yang mencekam. Clara tidak bisa tidur. Ia menghabiskan malam-malamnya menatap keluar jendela kamarnya, berharap menemukan petunjuk, bayangan, apa pun yang bisa ia pegang. Ia tahu, polisi tidak akan bisa menangani ini. Ini bukan kasus kriminal biasa. Ini adalah sesuatu yang jauh lebih gelap, lebih purba.
Suatu malam, saat bulan bersinar penuh, Clara memutuskan untuk mengambil risiko. Ia menyelinap keluar rumah, berbekal senter dan pisau dapur kecil yang ia sembunyikan di saku.
Ia berjalan menyusuri jalanan desa yang sepi, jantungnya berdegup kencang seperti genderang perang. Udara terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Setiap suara ranting patah, setiap desiran angin di antara pepohonan, terasa seperti ancaman. Ia menuju ke rumah korban terbaru, Pak Anwar, seorang petani tua yang ditemukan tak bernyawa dini hari tadi. Ia ingin merasakan, melihat, atau bahkan mendengar sesuatu yang mungkin terlewatkan oleh orang lain.
Pertemuan Tanpa Wujud
Clara berdiri di depan rumah Pak Anwar yang gelap, merasakan aura dingin yang menusuk. Ia memejamkan mata, mencoba merasakan kehadiran apa pun. Tiba-tiba, suhu di sekitarnya anjlok drastis.
Sebuah hawa dingin yang bukan berasal dari angin malam menyelimutinya, seolah ada sesuatu yang besar dan tak terlihat berdiri tepat di belakangnya. Clara menahan napas. Ia tidak berani menoleh. Kemudian, ia mendengar. Sebuah suara. Bukan bisikan, bukan desahan, melainkan suara menyerupai isapan basah, sangat pelan, namun jelas terdengar di keheningan malam itu. Suara itu diikuti oleh desiran halus, seperti kain sutra yang bergesekan, bergerak mendekat.
Ketakutan yang murni mencengkeram Clara. Ia merasakan bulu kuduknya berdiri. Sebuah dorongan tak terlihat seolah menyentuh tengkuknya, dingin dan mematikan.
Ia bisa merasakan tarikan samar di udara, seolah ada sesuatu yang menghirup oksigen di sekitarnya, atau lebih tepatnya, menarik esensi kehidupan. Ia ingin berteriak, ingin lari, namun kakinya terpaku. Bisikan mengerikan itu kembali, kali ini terdengar lebih dekat, seolah di telinganya. Bukan kata-kata, melainkan semacam desisan, penuh kehausan dan tuntutan tak berujung. Makhluk penghisap darah itu ada di sana, di dekatnya, tak kasat mata, namun kehadirannya begitu nyata dan mematikan.
Tuntutan yang Tak Pernah Berakhir
Dengan sisa tenaga dan keberanian yang ia miliki, Clara berbalik dan lari. Ia berlari secepat yang ia bisa, tanpa menoleh ke belakang, tanpa mempedulikan napasnya yang terengah-engah.
Ia tidak tahu apa yang ia hindari, namun ia tahu itu adalah sesuatu yang jahat dan tak terlukiskan. Ia berhasil sampai ke rumahnya, mengunci pintu dan jendela, lalu merosot di lantai, gemetar hebat.
Pagi harinya, berita buruk kembali menyebar. Seorang lagi korban ditemukan, kali ini tetangga sebelah rumah Clara. Jaraknya hanya beberapa meter. Clara menatap jendela kamarnya yang semalam ia biarkan sedikit terbuka karena terburu-buru.
Di ambang jendela, di atas bingkai kayu, ia melihat setitik kecil cairan gelap, mengilap seperti permata hitam. Itu bukan darah manusia. Itu adalah bukti, jejak teror yang ditinggalkan oleh makhluk haus akan darah itu. Sebuah pesan. Mata Clara melebar. Makhluk itu tahu ia ada di sana. Ia tahu Clara telah melihatnya, atau setidaknya merasakannya. Dan kini, tuntutan tak berujung itu mungkin telah beralih padanya. Siapa selanjutnya yang akan menjadi korban? Mungkin, malam ini, jawabannya akan datang mengetuk pintu kamarnya.
Apa Reaksi Anda?
Suka
0
Tidak Suka
0
Cinta
0
Lucu
0
Marah
0
Sedih
0
Wow
0