Teror Malam di Ladang Jagung Sunyi yang Tak Terlupakan

Oleh VOXBLICK

Selasa, 14 Oktober 2025 - 04.40 WIB
Teror Malam di Ladang Jagung Sunyi yang Tak Terlupakan
Teror di ladang jagung sunyi (Foto oleh Nathan J Hilton)

VOXBLICK.COM - Malam itu, aku melangkah perlahan di antara barisan jagung yang menjulang tinggi, hanya diterangi oleh cahaya rembulan yang pucat. Suasana begitu sunyi, seperti dunia telah berhenti bernafas, dan hanya suara detak jantungku yang mendominasi keheningan. Setiap langkahku terasa berat, seakan-akan bumi di bawah kakiku menahan laju, menjeratku dalam labirin ladang jagung yang tak berujung. Aku tak tahu bagaimana aku bisa tersesat sejauh ini. Yang kuingat hanyalah tawa teman-temanku tadi sore, lalu semuanya berubah menjadi gelap, sepi, dan dingin.

Angin malam berdesir, menggoyangkan daun-daun jagung hingga terdengar seperti bisikan-bisikan samar. Aku memberanikan diri memanggil nama mereka, tapi hanya gema suaraku sendiri yang kembali.

Bayangan panjang dari batang-batang jagung menari di tanah, membentuk wujud-wujud aneh yang mengintai di sudut mataku. Rasa takut mulai merambat, menggerogoti logika dan menyalakan naluri purba untuk bertahan hidup.

Teror Malam di Ladang Jagung Sunyi yang Tak Terlupakan
Teror Malam di Ladang Jagung Sunyi yang Tak Terlupakan (Foto oleh Kaique Rocha)

Bayangan dalam Kegelapan

Ketika aku mencoba mencari jalan keluar, suara aneh mulai terdengar. Awalnya samar, seperti ranting yang patah atau daun yang diinjak pelan-pelan. Tapi semakin lama, suara itu semakin jelas, seperti langkah kaki yang mengikuti dari belakang.

Aku menoleh, hanya mendapati gelap dan dedaunan yang bergetar. Nafasku memburu. Aku tahu aku tidak sendiri di ladang jagung sunyi itu.

Langkahku semakin cepat, tapi suara itu juga semakin dekat. Aku merasakan sesuatu menggelayut di udara, sesuatu yang tak kasat mata namun nyata.

Sinar rembulan menyorot celah sempit di antara dedaunan, dan saat itulah aku melihatnyabayangan hitam, jauh lebih gelap dari malam, berdiri diam di ujung barisan jagung. Tak ada wajah, tak ada suara, hanya kehadiran yang menyesakkan dada. Aku membeku, tak mampu berteriak atau berlari.

Bisikan dan Tawa yang Membeku

Saat aku mencoba mengumpulkan keberanian untuk bergerak, bisikan mulai terdengar di sekelilingku. Kata-kata tak jelas, seperti mantra yang diulang-ulang, kadang diselingi tawa kecil yang menggema dari segala arah.

Aku menutup telinga, tapi suara itu tetap menembus, membuat bulu kudukku meremang. Tiba-tiba, tangan dingin menyentuh bahuku. Aku menoleh spontan, namun tak ada siapa pun di sana.

  • Sensasi dingin yang menusuk hingga ke tulang.
  • Bau tanah basah dan jagung yang membusuk.
  • Rasa panik yang semakin mencekik setiap detik berlalu.

Dalam kepanikan, aku berlari tanpa arah, menabrak batang-batang jagung hingga tubuhku penuh goresan. Setiap kali aku menoleh, bayangan itu terasa semakin dekat.

Aku mendengar napas berat di belakangku, langkah kaki yang tak pernah letih, seolah-olah ladang ini adalah perangkap yang diciptakan hanya untukku.

Pintu Keluar yang Tak Pernah Ada

Setelah entah berapa lama berlari, aku melihat cahaya samar di kejauhan. Aku berlari ke arahnya, berharap itu adalah jalan keluar. Namun ketika aku mendekat, cahaya itu perlahan menghilang, digantikan oleh kegelapan yang lebih pekat.

Aku terperangkap di lingkaran yang sama, kembali ke tempat yang tadi kulalui. Segalanya tampak seperti berulang, seolah-olah ladang jagung ini hidup dan menyesatkan siapa saja yang masuk ke dalamnya.

Dalam keputusasaan, aku berteriak sekeras-kerasnya, namun hanya gema suaraku yang dijawab oleh malam. Lalu, di antara bisikan angin dan gemerisik dedaunan, aku mendengar suara anak kecil tertawa.

Suara itu semakin mendekat, diiringi langkah kecil yang berlari mengelilingiku. Aku memejamkan mata, berharap semua ini hanya mimpi buruk. Tapi ketika kubuka mata, sepasang mata merah menatapku dari balik dedaunan, dan suara itu berbisik di telingaku, “Kamu tidak sendiri di sini.”

Jantungku hampir berhenti ketika sesuatu merayap di kakiku, menarikku ke dalam kegelapan yang lebih dalam. Ladang jagung sunyi itu menelanku bulat-bulat, meninggalkan hanya jejak kaki yang perlahan menghilang di antara barisan tanaman.

Tidak ada yang pernah menemukanku lagi, dan malam di ladang jagung itu tetap menyimpan rahasianya, menanti korban berikutnya yang tersesat dalam teror tanpa akhir.

Apa Reaksi Anda?

Suka Suka 0
Tidak Suka Tidak Suka 0
Cinta Cinta 0
Lucu Lucu 0
Marah Marah 0
Sedih Sedih 0
Wow Wow 0