Ketika Aku Terlepas dari Dunia, Kisah Horor Tak Terlupakan

VOXBLICK.COM - Malam itu dimulai seperti malam-malam lainnya. Hujan rintik membasahi jendela apartemenku, menciptakan melodi monoton yang sempurna untuk menemani secangkir teh hangat dan buku di tangan. Aku duduk di sofa empuk, membiarkan pikiran mengembara dalam alur cerita fiksi yang kubaca. Tidak ada firasat, tidak ada pertanda. Hanya ketenangan yang biasa, sebuah jeda dari hiruk pikuk kota. Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Sebuah kisah horor tak terlupakan akan segera terukir, mengubah segalanya.
Perasaan itu datang perlahan, seperti embusan angin dingin yang menyelinap masuk lewat celah pintu. Awalnya, hanya sensasi geli di ujung jari, seolah ada aliran listrik statis yang samar. Lalu, rasa itu merambat naik, melalui lengan, hingga ke dadaku. Bukan sakit, bukan takut, melainkan aneh. Sebuah kekosongan yang membingungkan, seolah ada bagian dari diriku yang tiba-tiba absen. Aku mencoba mengabaikannya, memfokuskan kembali pada kata-kata di halaman, tapi sia-sia. Buku itu terasa asing di tanganku, beratnya, teksturnya, semuanya terasa jauh. Aku merasakan diriku terlepas dari dunia, sebuah pengalaman mengerikan yang baru kumulai.

Pergeseran Tak Terduga
Aku meletakkan buku dengan suara denting yang aneh, seolah suara itu datang dari kejauhan, bukan dari tanganku sendiri. Aku menatap telapak tanganku, membalik-baliknya. Garis-garis kehidupan yang biasa kutemukan di sana tampak samar, seolah ada lapisan tipis yang memisahkanku darinya. Ruangan apartemenku, yang selama ini menjadi benteng nyamanku, kini terasa asing. Dinding-dindingnya tampak lebih jauh, furnitur terlihat seperti miniatur yang diletakkan di panggung raksasa. Warna-warna memudar, suara-suara dari luar terdengar seperti bisikan di bawah air. Ini bukan realitas atau ilusi yang biasa kukenal, ini adalah pergeseran tak terduga yang menakutkan.
Aku mencoba berdiri, namun kakiku terasa ringan, hampir tidak menyentuh lantai. Setiap langkah terasa seperti melayang, tanpa bobot. Panik mulai merayapi. Aku berjalan ke cermin di lorong, berharap melihat bayanganku yang familiar, yang akan membuktikan bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk. Tapi bayangan itu... tidak sepenuhnya aku. Ada jeda sepersekian detik antara gerakanku dan respons bayangan itu. Dan matanya, matanya tampak lebih dalam, lebih gelap, seolah ada sesuatu yang menatap balik dariku, namun bukan diriku. Kengerian yang nyata mulai mencengkeram.
Suara yang Tak Terjangkau
Aku mencoba berteriak, memanggil nama seseorang, siapa saja. Namun, yang keluar hanya desisan lemah, nyaris tak terdengar. Suaraku sendiri terasa asing, seperti gaung yang terperangkap dalam wadah kaca.
Aku mengulurkan tangan untuk menyentuh dinding, berharap sentuhan fisik akan menarikku kembali ke kenyataan. Tapi jari-jariku menembus, seolah dinding itu hanyalah fatamorgana. Dingin yang menusuk, bukan dinginnya suhu, melainkan dinginnya ketiadaan, merayap masuk ke setiap pori-pori. Aku tidak bisa merasakan tekstur, tidak bisa merasakan suhu, hanya kekosongan yang memuakkan.
Malam itu semakin larut, dan aku semakin jauh. Aku bisa melihat tetangga di seberang jendela, bergerak dalam rutinitas malam mereka, tertawa, berbicara. Aku melihat mereka, tapi aku tidak ada di sana. Aku seperti hantu yang terjebak di antara dua dimensi, mengamati kehidupan yang dulu menjadi milikku, tanpa bisa berpartisipasi. Air mata mengalir, tapi aku tidak bisa merasakannya. Pipiku tetap kering, seolah emosi pun telah terlepas dari duniaku.
Menghantui Pikiran, Tanpa Akhir
Ketakutan yang kurasakan tidak lagi histeris. Ia berubah menjadi ketakutan yang dingin, yang meresap hingga ke tulang sumsum. Aku menyadari, ini bukan hanya perasaan. Ini adalah kenyataan baruku.
Batas-batas dunia yang kukenal telah runtuh, dan aku terdampar di antara ketiadaan. Aku mencoba mengingat detail-detail kecil dari kehidupanku: aroma kopi di pagi hari, sentuhan kasur yang empuk, suara tawa teman-teman. Semuanya terasa seperti kenangan yang dipinjam, bukan milikku lagi. Aku sendirian, sepenuhnya sendirian, dalam keberadaan yang tidak jelas.
Sekarang, aku hanya bisa mengamati. Aku melihat diriku yang lama, atau setidaknya, apa yang dulunya adalah diriku, duduk di sofa yang sama, membaca buku yang sama. Tapi itu bukan aku. Itu adalah cangkang kosong, sebuah ilusi yang bergerak tanpa kesadaran. Aku adalah bayangan yang mengambang, terlepas dari segala ikatan fisik. Ini adalah kisah horor tak terlupakan yang terus menghantui pikiranku, setiap detik keberadaanku yang tidak berwujud. Aku bertanya-tanya, apakah ada orang lain yang pernah mengalami ini? Apakah ada jalan kembali? Atau apakah aku ditakdirkan untuk selamanya menjadi pengamat bisu, terperangkap dalam kekosongan abadi, melihat dunia yang terus berjalan tanpa pernah bisa menyentuhnya lagi?
Apa Reaksi Anda?






