42 Jam Terjebak Sendiri – Misteri Hilangnya Semua Orang di Gudang

VOXBLICK.COM - Aroma debu, minyak mesin, dan kelembapan adalah teman sehari-hari saya di gudang tua ini. Saya terbiasa dengan hiruk pikuk suara forklift, teriakan rekan kerja, dan dentuman palet yang diturunkan. Tapi malam itu, semua itu lenyap. Saya ingat sekali, kelelahan merayap setelah shift panjang. Saya hanya ingin beristirahat sebentar di tumpukan karung kosong di sudut paling belakang, jauh dari pengawasan mandor. Mata saya terpejam, dan dunia pun menghilang.
Ketika saya terbangun, kegelapan pekat menyambut. Bukan gelap seperti malam biasa di gudang, tapi gelap yang total, tanpa celah cahaya dari jendela kecil di atas, atau bahkan lampu darurat yang biasa berkedip.
Udara dingin menusuk, dan keheningan… keheningan itu adalah hal pertama yang membuat bulu kuduk saya berdiri. Tidak ada suara jangkrik, tidak ada dengungan mesin pendingin yang biasanya konstan. Hanya saya, dan kebisuan yang memekakkan telinga. Saya merogoh saku, mencari ponsel. Layarnya mati total, baterai habis. Panik mulai merayap.

Keheningan yang Membekukan
Saya mencoba berteriak, memanggil nama-nama rekan kerja. "Budi! Rina! Pak Joko!" Suara saya memantul kosong di antara rak-rak tinggi yang tak terlihat. Tidak ada jawaban.
Saya merangkak, meraba-raba di antara tumpukan barang yang terasa asing dalam gelap. Pikiran pertama adalah listrik padam, dan semua orang sudah pulang. Tapi mengapa tidak ada yang membangunkan saya? Mengapa pintu utama terasa terkunci rapat dari luar, bahkan pintu darurat pun tidak bisa dibuka?
Waktu berlalu tanpa saya sadari. Lapar dan haus mulai menyiksa. Saya mencari-cari senter atau alat penerangan darurat yang biasanya tersedia. Nihil. Saya terjebak sendirian di dalam labirin baja dan beton ini.
Setiap langkah kecil menimbulkan gema yang menakutkan, setiap hembusan napas saya terasa terlalu keras. Saya mulai menghitung waktu berdasarkan rasa lapar dan kantuk yang datang silih berganti. Satu hari berlalu. Kemudian hari kedua. Saya tahu, saya sudah berada di sini lebih dari 24 jam. Mungkin 30 jam, atau lebih. Ini adalah misteri hilangnya semua orang yang tidak bisa saya pahami.
Jejak-Jejak Kosong
Dalam kegelapan, saya mencoba menelusuri setiap sudut gudang. Saya menemukan meja kerja Pak Joko, lengkap dengan cangkir kopi yang masih setengah terisi dan sebatang rokok yang padam di asbak.
Seolah-olah dia baru saja bangkit untuk mengambil sesuatu dan tak pernah kembali. Di area pengepakan, ada beberapa kotak yang belum selesai disegel, dengan gunting lakban yang tergeletak begitu saja. Tidak ada tanda-tanda perkelahian, tidak ada barang yang terjatuh, apalagi darah. Hanya jejak-jejak keberadaan yang tiba-tiba terhenti, seolah waktu membeku dan semua orang menguap ke udara tipis.
Pikiran saya mulai kacau. Apakah ini semacam lelucon kejam? Tapi siapa yang sanggup melakukan ini, dan untuk apa? Rasa takut bercampur dengan amarah. Saya membenturkan tangan ke dinding, berharap ada yang mendengar.
Tapi hanya keheningan yang menjawab, seolah gudang ini adalah kuburan bagi suara-suara. Saya merasa menjadi bagian dari sebuah kisah mencekam, protagonis yang tidak diinginkan dalam horor yang tak terbayangkan.
Bisikan dari Kegelapan
Di jam ke-36, atau mungkin lebih, saya mulai mendengar. Awalnya, saya pikir itu hanya halusinasi akibat kurang tidur dan dehidrasi. Bisikan-bisikan samar, seperti desiran angin yang membawa kata-kata yang tidak jelas.
Lalu, suara itu menjadi lebih jelas. Bukan suara manusia, tapi semacam gesekan, menyeret, dan terkadang, tawa pelan yang dingin. Tawa yang tidak memiliki sumber pasti, datang dari segala arah, memantul di antara rak-rak kosong.
Saya meringkuk di bawah meja, mencoba menyembunyikan diri dari sesuatu yang tidak terlihat. Kengerian tak terbayangkan mencengkeram saya. Saya tidak lagi takut pada kelaparan atau kehausan, tapi pada keberadaan yang berbagi kegelapan ini dengan saya.
Bisikan itu seolah mengolok-olok, mengejek keputusasaan saya. Saya merasa mata yang tak terlihat mengawasi setiap gerakan saya, menunggu. Menunggu apa? Menunggu saya menyerah? Menunggu saya menjadi bagian dari misteri hilangnya semua orang ini?
Detik-Detik Menuju Ketiadaan
Saya kehilangan hitungan waktu. Setiap detik terasa seperti berjam-jam. Saya mencoba merangkak menuju pintu utama lagi, berpikir mungkin ada celah atau retakan. Tapi saat saya mendekati area depan, bau busuk yang aneh menyeruak.
Bukan bau bangkai, tapi sesuatu yang lebih busuk, lebih tua, seperti bau tanah yang baru digali bercampur dengan logam berkarat dan sesuatu yang tidak bisa saya definisikan. Saya berhenti, napas tertahan.
Bisikan itu semakin kuat, dan kali ini, saya bisa membedakan sebuah frasa. Berulang-ulang, seperti mantra yang diucapkan oleh banyak suara. "Satu... lagi... satu... lagi..." Tiba-tiba, sebuah sentuhan dingin menyapu tengkuk saya.
Saya menjerit, berbalik, dan dalam kegelapan yang pekat itu, saya melihat dua titik cahaya merah menyala, tepat di depan wajah saya. Mereka berkedip, seperti mata yang menatap tajam. Saya merasakan hembusan napas dingin di kulit saya, dan sebuah tawa yang bukan manusia, tapi lebih mirip gerungan serigala yang tertahan, menggema di seluruh gudang.
Saya tidak tahu berapa lama lagi saya bisa bertahan. Saya sudah terjebak selama 42 jam, mungkin lebih. Saya tidak lagi mencari jalan keluar. Saya hanya bersembunyi, menunggu. Menunggu giliran saya. Karena sekarang saya tahu, mereka tidak menghilang.
Mereka diambil. Dan saya, saya adalah yang terakhir.
Apa Reaksi Anda?






